Tragedi Celana Basket

277 11 0
                                    


Sepuluh IPA Lima. Kelas itu memang sepi senyap, tapi bukan berarti suasana di dalamnya setenang yang dibayangkan. Justru kebalikannya.

Haikal, sang ketua kelas bahkan tidak berkutik sedikitpun. Nyalinya terlalu ciut untuk membela teman sekelasnya. Apalagi yang ada didepan kelasnya sekarang, Ketua OSIS dan anak buahnya.

"BERDIRI LO CEPET!!!" suara Tasya kembali menggelegar.

"Gue nggak budek. Lo nggak perlu teriak-teriak." sahut Dini yang langsung berdiri dengan kepala tegak.

"APA?! Lo ngejek gue?!" wajah Tasya sudah memerah. Jaraknya hanya satu meter dari Dini. Jarak sedekat itu memungkinkan Tasya untuk bisa langsung menyerang Dini.

"Umi, gimana nih?" Febi yang sedari tadi menonton mulai panik.

Tasya dan Dini saling berhadap-hadapan. Dina hampir menangis di tempat duduknya. Umi mengambil nafas sebanyak banyaknya, cewek itu sudah tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Akhirnya dia memilih keluar dari tempat persembunyiannya.

"APA-APAAN NIH?!!!"

Febi yang duduk di tempatnya berjengit kaget lalu mengelus-ngelus dadanya. Seluruh perhatian kini tertuju pada Umi, wonder women di kelas itu. Beberapa murid terkesiap lalu sedetik kemudian menghela nafas lega.

"Akhirnya jagoan di kelas ini muncul juga." ucap Tasya sambil menunjukan senyum miringnya. Cewek itu melepaskan Dini. Kali ini fokusnya beralih pada Umi.

"Elo ya, yang nyuri celana basket Eza?"

"Apa-apaan kalian ini? Tiba-tiba masuk kelas terus nuduh orang sembarangan. Ngakunya Kakak Kelas, Anggota OSIS, tapi tingkah laku kalian sama sekali nggak mencerminkan hal yang baik-baik." ucap Umi dengan nada tajam dan menusuk. Ditatapnya satu-persatu kakak kelasnya. Berakhir pada Tasya yang kini menatapnya berang sambil merangsek maju.

"Lo tuh nggak ada hormat-hormatnya ya sama Kakak kelas?! Berani-beraninya lo ngomong gitu!!" desis Tasya. Kedua tangan kakak kelas cantik itu sudah terkepal.

"Elo pikir elo Bendera Merah Putih yang harus di hormati? Elo pikir ini lagi upacara bendera?" ucapan Umi membuat beberapa teman sekelasnya menahan bibirnya agar tidak tertawa. Reno, cowok yang duduk di pojok belakang bahkan secara terang-terangan terkekeh geli.

Jelas-jelas itu penghinaan. Shela yang sedari tadi diam ikut merangsek maju menatapnya tidak terima. Sang Ketua OSIS juga ikut melangkah maju.

"LO NANTANGIN GUE?!!!"

"KALO IYA KENAPA?!!!" Umi mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Bahkan ketika Tasya siap menamparnya, dia tetap di tempatnya. Shela yang baru menyadari situasi semakin kacau mulai bergerak menahan tubuh Tasya yang sebenarnya sangat percuma dilakukan, karena Tasya semakin merangsek maju siap menyerang habis-habisan.

"Sya, udah! Lo nggak malu diliatin adek kelas!" ucapan Shela tidak didengar sama sekali oleh Tasya.

"EZA! Bantuin gue dong!" seru Shela yang mulai kewalahan menghadapi Tasya yang sudah berhasil menarik-narik seragam Umi.

"ADA APA INI?!" suara itu menginterupsi sekaligus mencairkan suasana tegang di dalam kelas itu. Bu Ratna melangkah masuk ke dalam kelas dengan wajah marah.

"Ada yang bisa menjelaskan?"

Tidak ada satupun yang berani menjawab. Kelas benar-benar hening.

"Kalian berempat ikut saya! Umi, kamu juga ikut!" perintah sudah diturunkan. Bu Ratna berjalan keluar kelas.

Tasya melepaskan tangannya dari seragam Umi. Shela langsung menarik cewek itu keluar kelas. Eza dan Aji menyusulnya keluar.

High School MiserableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang