happy readddiiiing...
***
“Lo nyari siapa?” tanya Steffi saat menyadari gadis di sebelahnya sedang sibuk celingukan di depan pintu ruang jurusan.
“Dokter Kaka. Gue mau nanya gimana KKN gue nanti.”
“Emang lo ada masalah sama rumah sakit tempat lo bakal KKN?” tanya Steffi lagi. Ia membuka-buka beberapa map di tangannya.
Salsha menggeleng.“Enggak, sih. Gue cuma mau nanya aja. Soalnya ada beberapa hal yang belum gue ngerti.”
“ ngapain disini?” Sebuah suara serak muncul di belakang kedua gadis tersebut.
Salsha yang sangat menghafal suara itu kontan menoleh. Senyumnya mengembang. Mengingat bagaimana mereka menghabiskan malam di balkon kamar lelaki itu kemarin. Bertukar senyum,kehangatan, dan rasa nyaman.
“Nyariin Dokter Kaka.Kamu –eh– Dokter liat?”
Aldi ikut tersenyum.“Dokter Kaka kan lagi ke Jakarta.”
“Hah? Ngapain?”
Lelaki berjas dokter tersebut mengendikkan bahu. “Kalo gak salah denger sih, ada pertemuan sama dokter ahli fisioterapi. Mereka mau ngadain penelitian rutin. Mungkin sampe sebulan atau dua bulan. Emangnya kenapa?”
“Serius?” Salsha ngsung menutup mulutnya saat menyadari suaranya yang naik satu oktaf itu memancing perhatian beberapa orang yang berada di sekitar mereka. “Maksud saya,kok mendadak gitu sih, Dok? Besok kan saya sudah mulai KKN di rumah sakit Bunda.”
“Oh, kamu anak bimbingannya Dokter Kaka itu, ya?”
Gadis itu menoleh kearah Steffi sekilas. Lalu mengangguk pelan.
“Dokter Kaka nyerahin keperluan KKN kamu ke saya. Siang nanti kamu temui saya di ruang jurusan. Nanti kita bicarain lagi.”
“Serius?” seru Salsha lagi.
“Buat apa saya bohong,Dek?” balas Aldi. Ia menekankan kata ‘dek’ ke arah Salsha. Membuat gadis itu bergidik geli.
Namun baru berniat membalasnya, sebuah suara muncul lagi di tengah mereka.
“Dokter Aldi, bisa kita bicara sebentar?”
Aldi, Salsha, dan Steffi menoleh ke sumber suara yang terletak di belakang tubuh jangkung lelaki itu. Suara milik Dokter Bella.
“Anda ada waktu kan,Dok?” tanyanya lagi. Memecah keheningan yang sempat tercipta.
Aldi melirik Salsha.Seakan meminta persetujuan.
Yang dilirik langsung buang muka.
“Ya udah, Dok. Kami kekelas dulu. Permisi...” Steffi pamit mewakili sahabatnya. Kemudian menggandeng Salsha setelah Dokter Aldi dan Dokter Bella mengangguk
ke arah mereka berdua.
“Lo kenapa, sih?Langsung jutek gitu pas Dokter Bella dateng?” tanya Steffi saat ia dan gadis itu sudah hampir sampai di kelas.
“Gak pa-pa,” jawab Salsha sambil duduk di atas kursi kelasnya. Masih tak acuh.
“Aha! Lo cemburu,yaaaa?” tebak Steffi. Ia duduk di depan Salsha agar lebih mudah menatap wajah sahabatnya tersebut.
“What? Jangan becanda deh, lo! Gak lucu banget.”
“Buktinya, tadi gue denger lo manggil Dokter Aldi pake aku-kamu. Itu artinya apa, coba?”
“Loh, bukannya kalo dikampus gue emang gak pernah manggil ‘elo’ ke dia? Emangnya gue mau di-skors gara-gara gak sopan sama dosen?” kilah Salsha sambil membuka-buka diktat miliknya.
“Beda, Cha. Lo bahkan senyum ke dia. Pake acara ngobrol, lagi. Biasanya kalo lo ngeliat Dokter Aldi, lo pasti langsung pergi. Lo kan males banget ngomong banyak-banyak sama dia. Nah, tadi?”
“Ih, cerewet banget sih lo!”
Salsha langsung tertawa. “Tapi dugaan gue bener, kan?”
Salsha mendengus sekilas. “Iya. Gue sama dia emang lagi ngelakuin aksi damai. Genjatan senjata.”
“Ciyus? Enelan?Miapah?”
“STEFFI! STOP BERGAUL SAMA ABABIL! NGESELIN, TAU GAK!” sorak Salsha. Ia memang paling benci melihat perkembangan abg jaman sekarang yang katanya minta ditabok banget.
Steffi cekikikan sendiri. “Hehe... Maksudnya, lo beneran damai sama Dokter Aldi?”
Salsha mengangguk.Kembali sibuk dengan materi kuliah di dalam diktatnya.
“Kok bisa? Lo gak kesambet malaikat, kan?”
“Sialan lo! Gue musuhan, lo kasian sama Aldi. Sekalinya gue mau damai, lo herannya selangit.Lo maunya apa, sih?”
“Yah, gak gitu maksud gue. Gue kan cuma nanya. Sensi bener lo,” balas gadis dengan kemeja putih dan rok panjang berwarna biru langit tersebut. Rambut sebahunya tergerai tanpa hiasan.
“Gue sama dia emang udah sepakat buat damai. Lagian, gue gak suka ngeladenin dia kalo lagi berantem.” Salsha menerawang. Mengingat saat Aldi memberinya ciuman singkat beberapa waktu lalu.
“Baguslah. Gue ikut seneng. Trus, hubungan kalian gimana?”
“Hm?” Dahi Salsha berkerut.
Steffi mengangguk.“Iya, hubungan lo sama Dokter Aldi gimana? Lo udah nerima dia jadi tunangan lo, kan?”
Gadis itu sontak menunduk. Tunangan? batinnya. Apa aku bener-bener siap nerima kenyataan kalo Aldi itu tunanganku? Dia aja bisa akrab gitu sama perempuan lain. Apa hubunganku dan dia sebelumnya baik-baik aja?
“Kok diem, Cha?”tanya Steffi. Membuyarkan lamunan Salsha.
“Ah? Enggak, kok. Bisa gak kita ganti topik aja? Gue lagi gak mau bahas masalah ini. Ntar kepala gue sakit lagi. Obatnya kan ada di mobilnya Aldi.”
Mau tidak mau, Steffi hanya mengangguk setuju.
***
“Lo mau kemana? Bukannya lo mau ketemu sama Dokter Aldi?” heran Steffi saat melihat sahabatnya itu berjalan ke arah yang berlawanan dengan ruang jurusan fakultas mereka.
“Gue mau pulang.Lagian, gue sama dia kan bisa ketemu di rumah,” jawab gadis yang memakai mini dress selutut tersebut. Cuek.
“Lo masih cemburu sama Dokter Bella, ya?” tebak Steffi. Dan untuk ke-sekian kalinya, selalu tepat sasaran.
Salsha bergeming. Ia memilih meneruskan langkah daripada bertemu Aldi yang akan menyeretnya memasuki ruang jurusan atau memaksanya untuk pulang bersama.
Steffi pun hanya terdiam. Karena dengan diamnya Salsha, itu berarti ‘iya’.
“Salshabila Adriani!!!” sorak sebuah suara yang sangat dihafal Salsha terdengar. “Kamu mau kemana? Bukannya kamu mau ngobrolin masalah KKN sama saya?”
Deg! Jantung Salsha langsung berdetak dua kali lebih cepat. Menyadari sosok lelaki berkemeja kotak-kotak hitam, celana kain, pantofel, lengkap dengan jas dokter tersebut sudah berdiri di depannya setelah berlari entah darimana.
“Ntar aja. Di rumah.”Salsha membuang pandangannya ke arah lain.
“Tapi aku gak bisa pulang cepet. Ada tuDi di rumah sakit, mungkin sampe malem,” balas Aldi.
“Ya udah. Besok aja.Gue lagi pengen pulang cepet. Capek.” Gadis itu langsung menggandeng jemari Steffi yang masih berdiri di sampingnya. Berniat meninggalkan Aldi.
“Tunggu dulu, Cha!” Aldi mencekal tangan Salsha yang bebas. “Kamu kenapa, sih? Kok judes gitu ke aku?”
“Aduh, Dok. Ini masih di lingkungan kampus. Dokter jangan megang-megang saya, dong! Saya gak mau ada berita macem-macem.” Salsha berusaha menarik lengannya dari genggaman lelaki tersebut. Namun gagal.
“Aku anter kamu pulang. Yuk!” Aldi menarik tangan tunangannya tanpa persetujuan. Membuat siempunya terhuyung sejenak. Lalu mengikuti langkahnya dengan satu tangan yang masih menggenggam jemari Steffi.
“Tapi gue mau pulang bareng Steffi!” sorak Salsha. Berusaha menyentakkan tangan kekar tersebut sekuat tenaga.
Di belakangnya, Steffi ikut-ikutan nyaris berlari gara-gara insiden tarik-menarik itu. Sambil sesekali meringis menatap tangannya yang digenggam dengan keras oleh sahabatnya.
“Steffi ikut di mobil kita,” tandas Aldi. Final.
Membuat Salsha maupun Steffi langsung bungkam.
***
Steffi duduk di belakang. Matanya memandangi kedua sosok yang duduk di depan.Seakan melihat kobaran api dari atas kepala Salsha. Dan pusaran angin tornado di atas kepala Aldi. Yang jelas, keduanya sama-sama menyeramkan.
Yaampuuun, kapan sih gue nyampenya... Ini mobil apa pemakaman? Auranya angker banget. Gak dua kali deh gue naik ke sini. Huh! gumamnya dalam hati.
“Di depan sebelah kiri,” ketus Salsha. Mengistruksikan arah rumah Steffi.
“Alhamdulillah...”ujar Steffi lega. Sedetik kemudian, ia langsung menutup mulutnya sendiri.
Salsha sontak menolehke belakang. Dahinya berkerut. “Kenapa lo?”
“Ah? Enggak. Gakpa-pa, kok!” balasnya sambil cengengesan. “Ya udah. Gue duluan, ya! Makasih,Dok...” Steffi buru-buru pamit.
“Oke. Bye!” Salsha menurunkan kaca mobil di sampingnya saat Steffi sudah turun dan hendak membuka pagar rumah bergaya minimalis di depannya. Lalu melambaikan tangan.
Aldi hanya tersenyum.Juga ke arah Steffi.
“Alhamdulillah,alhamdulillah... Makasih ya Allah...” Steffi komat-kamit tidak jelas saat mobil Salsha dan Aldi mulai menjauh. Saking senangnya karena sudah terlepas dari dari belenggu‘mobil angker’ sang dokter muda.
***
“Kamu kenapa sih, Cha?” tanya Aldi saat mereka berdua sudah memasuki rumah.
Salsha yang berjalan terlebih dahulu memilih diam. Sama seperti aksinya dalam perjalanan dari kampus ke rumah Steffi, bahkan hingga tiba di rumahnya.
“Cha, jawab aku!” Aldi yang baru saja melepas jas dokternya langsung mencekal jemari tunangannya.Antara kesal dan gemas karena sudah tidak diacuhkan sedemikian rupa.
Gadis itu sontak menghentikan langkah. Kemudian menoleh dan menatap Aldi tepat di manik matanya. Dengan pandangan menghujam dan penuh amarah.
“Gue? Kenapa? Lo ini peka gak, sih?” soraknya. Mencoba meluapkan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun sejak tadi.
“Emang aku kenapa?” Aldi balik bertanya.
“Lo bener-bener bego!”maki Salsha. Ia berusaha menyentakkan tangannya dari cekalan Aldi. Namun tidak berhasil.
“Jelasin aku dulu!Kamu sebenernya kenapa?” Laki-laki itu menuntun Salsha ke sofa di ruang tengah.Walaupun dengan paksa.
Salsha langsung duduk dengan pasrah. Wajah mungil miliknya masih ditekuk. Ia menghindari kontak mata dengan sang tunangan.
“Kalo kamu gak ngomong-ngomong juga, aku gak bakal ngelepas kamu,” ancam Aldi. “Biar kamu gak bisa bikin makalah ilmiah buat mata kuliahku besok. Dan aku bakal hukum kamu dengan sadis. Mau?” lanjutnya.
Berhasil. Salsha kontan menoleh dan menatapnya lagi. “Mau lo apa, sih?” balasnya. Masih dengan volume suara yang tinggi dan penekanan keras pada kata ‘lo’.
“Aku cuma tanya, kamu kenapa? Kok tiba-tiba jutek lagi? Bukannya kemaren udah akur, ya?” Tanya laki-laki tersebut. Ia tetap menggenggam pergelangan tangan Shilla agar tunangannya itu tidak berniat melarikan diri. Namun sekarang lebih lembut.Mungkin ia juga takut melukai perempuan yang paling dicintainya setelah Ibunya tersebut.
“Gue malah pengen nanya sama lo, gimana caranya kita bisa pacaran? Sampe tunangan, lagi!Sementara lo bisa deket sama perempuan lain! Hah?” emosi Salsha.
Dahi Aldi berkerut untuk beberapa saat. Namun detik kemudian, ia langsung tertawa geli. Cekalannya pada gadis itu pun terlepas. Ia memilih memegangi perutnya sendiri dalam tawa.Sembari geleng-geleng kepala.
“Lo ngetawain gue?Setelah sok tebar pesona sama perempuan lain? Sok ganteng banget, sih!” gerutu Salsha sambil mendengus kesal.
“Cuma senyum kali,sayang... Apa salahnya, coba?” balas Aldi. Setelah tawanya reda. Walaupun masih menyisakan sedikit gelak di antara kalimatnya.
“Tau, ah!”
“Ih, kamu cemburu?Wohooo, tunanganku cemburu sama perempuan lain, nih ye... Peningkatan kamu drastis banget kayaknya,” Lelaki itu malah mengusap-usap puncak kepala Salsha penuh sayang. Lalu mencium keningnya.
“Lo apa-apaan! Hah?Abis tebar pesona sama perempuan-perempuan di kampus, lo malah seenaknya nyium gue, gitu? Lo pikir gue juga bakal terpesona sama lo? Idih, jangan harap!Lelaki macem lo tuh banyak! Gue nyari di Tanah Ab–”
CUP!
Salsha membatu.
Aldi tersenyum puas.
“ELO YAH BENER–”
“Apa? Kalo teriak-teriak,artinya mau lagi loh!” Aldi berusaha sekuat tenaga menyembunyikan seringainya.
Dan Salsha hanya bisa mendengus. Memalingkan wajahnya yang menyaingi kepiting rebus gara-gara dicium Aldi beberapa saat yang lalu. Ciuman singkat memang, namun cukup menghangatkan bibir tipis miliknya. Dan merubah detak jantungnya menjadi di atas normal. Hanya gara-gara gesekan bibir Aldi yang sangat memabukkan.
“Kok malah diem?Jangan-jangan malah pengen nambah, lagi!” goda lelaki itu lagi.
“Apaan sih lo!” sungut Salsha. Menyetel ekspresi pura-pura kesal. “Minggir! Gue mau ke kamar,”lanjutnya seraya berdiri dari sofa.
Namun baru berniat beranjak, tangan Salsha langsung dicekal oleh Aldi yang masih dalam posisi duduk. Membuatnya gadis itu kontan berbalik secara paksa. Karena tidak bisa menjaga keseimbangannya akibat ditarik secara paksa, ia malah terjatuh tepat kedalam pelukan tunangannya.
Aldi merasa di atas angin. Lelaki itu segera melingkarkan tangannya di pinggang Salsha dengan erat.Seakan tak mau melepaskan. Dan memang sangat menikmati keadaan tersebut.Apalagi Ayah dan Ibu Salsha sedang sibuk di rumah sakit. Menciptakan akses untuknya dalam frekuensi yang lebih besar lagi.
Salsha benar-benar membeku sekarang. Ia ingin berteriak minta dilepaskan, tapi lidahnya seakan kelu. Ia ingin membuang pandangannya ke arah lain, tapi tatapan teduh Aldi seakan menguncinya. Ia ingin memberontak, namun aroma Aldi benar-benar membujuknya untuk tetap menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Lama mereka bertatapan dalam diam. Seakan sama-sama menggali kenangan. Memunculkan rasa yang semakin membuncah. Meminta kembali diulang menjadi sejarah baru setelah sekian tahun tak ditengok.
“I love you,” lirih Aldi.
Salsha menghirup aroma mint dari nafas lelaki itu, kemudian bergeming lagi.
“Kok diem?” Tanya lelaki tersebut. Ia masih setia memeluk pinggang gadis di depannya. Sesuatu yang dulu sering ia lakukan. Sekaligus hal yang paling ingin diulangnya. Duduk berdua, membiarkan Salsha di pangkuannya, sementara ia memeluk pinggang sangtunangan. Lalu gadis itu juga akan melingkarkan kedua tangan ke lehernya dan merebahkan kepala ke dadanya. Bahkan bisa tertidur di sana.
“Aku... Gak tau mau ngomong apa. I just... Don’t understand how to reply it,” jawab Salsha akhirnya.
“Ikutin aja apa yang hati kamu mau.” Aldi tersenyum di ujung kalimatnya. Senyum yang begitu menenangkan.
Hati Salsha berdesir aneh. Detak jantungnya? Tidak usah ditanya. Dalam waktu beberapa menit lagi,mungkin sudah keluar dari dada kirinya saking hebatnya menghentak-hentak.
“Jadi sekarang gimana?Just stay in silence like this?” pancing Aldi. Matanya mengerling nakal, sekaligus menggoda.
Tanpa sadar, kedua sudut bibir Salsha melengkung. Ia langsung melingkarkan kedua tangannya ke leher lelaki yang sedang memangkunya saat ini. Kemudian merebahkan kepalanya pada dada bidang lelaki tersebut. “Gak tau kenapa, aku pengen begini aja.Kayaknya nyaman, deh. Kebetulan, aku juga lagi ngantuk,” ujarnya seraya menggerakkan tubuh dan kepalanya. Mencari posisi yang nyaman.
Entah bagaimana menggambarkannya, yang jelas Aldi merasa sangat bahagia. Perasaan yang terakhir kali dirasakannya saat mengetahui berita kepulangannya ke Indonesiadan akan mengajar di kelas Salsha.
“Kok diem? Aku bolehkan tidur di sini?” tanya Salsha. Gadis itu mengangkat dagu. Mencoba melihat wajah lelaki yang sedang memangkunya kini.
Aldi mengangguk mantap. Lalu mengelus kepala tunangannya tersebut. Tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya rindu saat-saat seperti ini. Yah, sesederhana itu.
***
Salsha sedang mengunyah roti bakar selai coklat buatan Ibu dan susu coklat didepannya sambil membaca-baca diktat di atas meja makan. Mempelajari materi kuis yang akan diadakan Aldi hari ini.
Walaupun mereka sepasang tunangan, namun Aldi sangat menjunjung tinggi keprofesionalan seorang dosen. Begitupun Salsha, ia tidak mungkin mau mengemis pada dosennya tersebut untuk membocorkan soal padanya. Karena ia memang lebih suka menikmati nilai dari usahanya sendiri. Jika sudah mengetahui soal kuisnya terlebih dahulu, ia pasti kehilangan greget saat mengerjakan soal di kelas nanti. Ia tidak maumendapatkan gelar cuma-cuma, apalagi harus menerapkan segala hasil mata kuliahnya selama ini ke rumah sakit tanpa modal apa-apa.
“Aldi, Salsha...”tegur Ayah. Menghentikan aktifitas keduanya.
Aldi yang sibuk memperbaiki letak dasinya pun langsung mengalihkan pandangan ke arah calon mertua yang duduk di ujung meja seorang diri.
“Mungkin untuk beberapa hari ke depan, Ayah sama Ibu bakal sibuk banget di rumah sakit. Kalian pasti tau kan bagaimana sibuknya orang-orang di sana?” lanjut Ayah. Ketika melihat kedua orang di sisi kirinya mengangguk, beliau kembali berujar, “Jadi mungkin kami bakal nginap di rumah sakit beberapa hari ini. Kalian berdua gakapa-apa kan kalo kami tinggal berdua di rumah?”
Salsha buru-buru meneguk susu coklat untuk membantu menelan roti yang masih di dalam mulutnya.“Loh, kok nginep di rumah sakit? Biasanya kan gak pernah kayak gitu!” protesnya cepat.
“Rumah kita sama rumah sakit tempat Ayah dan Ibu kerja kan jauh banget, sayang. Gimana kalo ada pasien yang harus mendadak dioperasi sama Ayah karena udah sekarat? Gimana kalo ada Ibu yang anaknya kebetulan punya masalah? Kan kasian kalo mereka harus nunggu lama sampe kami sampai di rumah sakit.” Ibu yang menjawab.
“Ayah juga udah kepikiran beli rumah yang dekat dari rumah sakit. Rumah ini nanti ditinggali sama kalian berdua aja kalo udah nikah,” sambung Ayah.
“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Salsha langsung tersedak.
Aldi buru-buru menyodorkan air putih. Yang segera disambut oleh gadis itu.
“Makannya hati-hati,dong.” Ia menepuk-nepuk punggung tunangannya tersebut. Berniat membantu meredakan rasa kaget sekaligus mengatasi sedak yang dialami Salsha.
Salsha mengangguk sekilas. Lalu menyingkirkan jemari kiri Aldi dari tubuhnya.
“Ayah sama Ibu jangan macem-macem, deh. Mana mungkin aku mau tinggal serumah sama Aldi? Cuma berdua,lagi. Ntar apa kata tetangga? Mending aku nginep di rumahnya Steffi aja. Lebih aman.”
“Tetangga kita kan udah tau kalo kalian mau nikah. Udah, ah. Kamu di rumah aja. Malah lebih bagus kalo ada Aldi, ada yang ngejagain kamu. Jangan suka nyusahin orang lain,kasian Steffi.” Suara Ayah sarat akan keteDian.
“Tapi, Yah–”
“Ayah sama Ibu mau kerumah sakit dulu. Kamu sama Aldi juga buruan ke kampus. Ini udah jam berapa,”potong lelaki paruh baya tersebut. Seraya menyeka bibirnya dengan tisu,kemudian berdiri dan meninggalkan meja makan.
Di belakangnya, Ibu melangkah sambil berusaha menyembunyikan senyum.
“Wah, asik nih! Ntar malem enaknya ngapain, ya? Kita kan berduaan doang. Lumayan nih kalo tiba-tiba hujan, ada kamu yang bikin hangat. Eh, atau malah panas ya kalo kita berdua aja?” bisik Aldi tepat di telinga Salsha ketika Ayah dan Ibu sudah berada diteras depan.
Salsha sontak merinding saat merasakan geli karena helaan nafas hangat di telinganya. “Kamu jangan macem-macem, ya!” ancamnya. Ia langsung mencubit perut rata milik tunangannya. Kemudian berlari mengikuti orang tuanya sebelum Aldi kumat lagi.
Aldi meringis sesaat sambil mengelus perutnya. “Sayang, tas sama buku kamu masih di meja makan,nih!” soraknya kemudian.
Gadis berkemeja abu-abu polos dan rok panjang bermotif tribal tersebut sontak menoleh saat ia sudah berdiri di ambang pintu depan. “Kamu bawain aja. Aku tunggu di mobil, ya!Jangan lama-lama! Dosenku yang jam pertama ini rese’ soalnya.” Ia balas bersorak. Kemudian menghilang ke luar rumah.
Aldi geleng-geleng kepala sejenak. Menyadari bahwa ia adalah dosen yang akan mengajar di kelas Salsha pada jam pertama hari ini. Juga sapaan yang digunakannya tadi. Aku-kamu.
Semoga kamu cepet inget semuanya, Cha. Gak bakal ada kata capek buat bikin kamu inget semua tentang aku lagi. Dan semua tentang kita, tentunya... gumam Aldi dalam hati. Sembari berjalan menuju pintu dengan menenteng tas slempang dan diktat milik tunangannya.
***
“Kamu suka lagu apa?” tanya Salsha sambil memilih-milih beberapa CD didashboard mobil Aldi. Ia baru menyadari bahwa lelaki itu memiliki selera music yang modern dibanding Ayah. Ada CD Secondhand Serenade, David Cook, Maroon 5,Ten 2 Five, Bruno Mars, dan beberapa album lagu jazz.
“Kok keliatannya kamu romantis banget, sih?” Gadis itu mencibir sejenak.
Aldi menoleh kearahnya saat lampu lalu lintas berubah merah. “Itu semua kan CD favorit kamu.Punyaku cuma yang Secondhand Serenade doang. Itupun gak pernah aku putar lama-lama. Kamu gak terlalu suka soalnya.”
“Beneran?” Mata Salsha berbinar. Ia menyadari bahwa lagu dari penyanyi-penyanyi tersebut adalah kesukaannya.Namun ia pikir, Aldi juga seromantis dirinya. Ia lalu mengeluarkan sekeping CDTen 2 Five. Kemudian memasukkannya ke dalam pemutar musik di dalam mobil lelaki itu. Lalu menekan tombol 5 di layar sentuh tersebut.
Ithought this would be the end of my life when you told me you're no longer in love with me I thought the sun would never arise again when you told me everything was over
Deg! Aldi langsung shock saat mendengar Salsha menyenandungkan bait pertama lagu itu. Tidak dengan suara yang besar memang, namun cukup membuat jantungnya berdebar tak karuan.
Ciiiiit!
“Auw!” ringis Salsha.Ia menggenggam seatbelt erat-erat. Jika saja tali pengaman tersebut tidak terpasang,mungkin dadanya sudah membentur dashboard. “Kamu ngapain sih ngerem mendadak gini? Aku kaget, tau!”
“Sorry,” lirih Aldi.Ia kembali menginjak pedal Di perlahan. Pikirannya buyar.
“Kamu kenapa, sih?”Gadis itu memiringkan tubuhnya ke arah lelaki yang duduk di sebelahnya. Penuh rasa penasaran.
Causemy world is full with you And my world is full with you Cause my world is full with you And my world is full with you
Hening sesaat. Ten 2 Five menghabiskan refflagu ‘my world is full with you’ miliknya.
“Kamu suka lagu ini?”tanya Aldi akhirnya. Mereka kembali berhenti karena isyarat lampu lalu lintas.Sepertinya mitos bahwa jika kita bertemu dengan lampu merah satu kali, maka lampu lalu lintas selanjutnya juga akan merah itu benar.
Salsha mengembalikan posisi duduknya. “Iya, aku suka. Suka banget, malah.”
Andeven though we're not together once again And I found emptiness living without you It feels so hard to let you go
“Emangnya kenapa?” Salsha kembali bertanya saat menyadari Aldi masih memilih diam.
“Karena aku cemburu,”balas lelaki yang pagi itu mengenakan kemeja biru muda dan celana katun birutua. Tak lupa kacamata bening membingkai mata teduhnya.
“Cemburu... Buat?”Dahi Salsha sukses berkerut.
“Karena kamu bahkan gak ngelupain lagu favorit yang sering kamu putar di mobilku. Beda sama aku yang susah banget kamu inget.”
Deg! Salsha langsung bungkam.
***
“Aku gak bisa disuruh nanganin bayi. Kepalaku suka sakit kalo denger mereka nangis,” keluh Salsha.
Aldi yang duduk disebelahnya sontak mengerutkan dahi. “Kamu ini gimana, sih? Kan kamu yang pilih rumah sakit ibu dan anak ini. Kamu kan tau konsekuensinya gimana. Lagian,anggap aja itung-itung latihan buat jadi ibu.”
“Itu masih lama banget, Di. Aku aja baru KKN. Belum lagi koas. Jauh banget mikirnya.”
Mereka berdua sedang berada di dalam ruangan Aldi. Ruangan yang ditempati oleh tiga orang dosenyang mengajar mata kuliah Trauma dan Kegawatan. Namun saat ini, ruangan tersebut kosong. Entah kemana dosen-dosen yang lain.
“Ehem...” Sebuah suara deheman muncul dari pintu masuk.
Salsha yang tadinya sibuk mencubit perut Aldi setelah melemparinya kertas pun kontan menghentikan aktifitasnya. Begitupun dengan lelaki dengan wajah menahan sakit tersebut.
“Maaf, Dokter Aldi.Ini, saya datang bersama mahasiswa yang akan menjadi asisten untuk menggantikan Dokter selama proses KKN nanti,” ujar Dokter Bella. Pagi ini ia tampil cantik dengan jas dokter dan long dress berwarna broken white.
“Oh, iya. Silakan masuk,”balas Aldi. Lelaki itu berdiri dari duduknya. Kemudian melangkah ke meja kerjanya yang terletak paling ujung.
Dokter Chesea melangkah masuk. Ia tersenyum ke arah Salsha. Senyum manis yang tidak bisa digolongkan basa-basi. Selain cantik dan pintar, ia sepertinya juga sangat ramah dan tulus.
Salsha balas tersenyum. Agak kikuk.
Di belakang Dokter Bella,muncul sesosok lelaki dengan kemeja polos berwarna putih dan celana jeans ketat biru muda. Tangannya menggenggam beberapa map. Sebuah tas punggung memeluknyadari belakang.
“Selamat siang,Dok...” sapa lelaki itu sembari menyodorkan tangannya.
Aldi berdiri.Kemudian ikut menjabat tangan lelaki yang hampir setinggi dirinya itu denganerat.
“Perkenalkan, saya–”
“Bimo?”
Semua mata langsung tertuju pada Salsha. Gadis yang baru saja memotong kalimat lelaki yang sedang berjabatan dengan tunangannya.
“Loh, Salsha? Hai, longtime no see...” suara lelaki yang dipanggil Bimo itu. Senyum sumringah terbit di bibirnya yang cenderung penuh. Menambah kesan seksi.
Salsha balas tersenyum.
“Kalian kenal?” heran Dokter Bella.
“Dia siapa, sayang?”
Dan kini, semua mata beralih ke Aldi yang baru saja menyelesaikan kalimatnya. Lengkap dengan nada cemburu yang tidak bisa ditutup-tutupi. Hanya karena melihat senyum bahagia tunangannya saat menyebut nama pria lain di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Berjuang Sama Sama
Randomgimana perasaan kamu jika tunangan kamu melupakan kamu selama bertahun tahun dan tidak ingat kamu. mau tau kelanjutannya pantengin terus cerita ini