seorang gadis berlari dengan tergesa melewati pelataran kampusnya yang terletak di dekat pusat kota seattle itu dg raut bahagia.
Semester akhir'nya membuat banyak waktu luang yang sangat ditunggu-tunggu audrey. Hanya beberapa langkah lagi dia akan segera mendapatkan gelar bachelornya.
Dikayuhnya sepeda dengan gitar yang tak pernah lupa dibawa dibelakang punggungnya dengan raut bahagia.
Jaraknya memang tidak terlalu jauh dari caffe maupun rumahnya."Hi jane, you look so beautiful today" ucap audrey sembari meletakan tasnya dan duduk di salah satu kursi coklat itu
"Haha setiap hari kau selalu berbicara hal yang sama"
"that's a fact. Dimana yang lain?" ucapnya sembari menilik suasana caffe yang sudah jauh dari kata ramai karena memang sudah waktunya tutup.
"They are home, emm Can you help me audrey? " lanjut jane"sure"
"Bisakah kau bangunkan orang itu? Dia terlihat sangat lelah dan berantakan sekali. Bahkan dia sama sekali belum meyentuh mint espressonya. Aku tidak tega membangunkannya. Ini sudah hampir jam 07.00. Richard sudah menungguku"
audrey melihat kursi belakang, disana hanya terdapat seorang lelaki dengan kemeja abu-abunya sedang terlelap dengan ditopang kedua lengannya. tak ketinggalan jas hitam keluaran terbaru armani terlihat disandaran kursinya.
"Kamu bisa pulang jane, Aku akan disini. Lagipula aku akan membuat beberapa quisioner" audrey mengeluarkan laptop dan buku buku yang tak kalah tebalnya dengan bantal untuk referensinya
"really?, Ok, Thanks audrey. You're the best"
Yang hanya ditanggapi gumaman " i know" oleh audrey
Selama hampir satu jam berkutat dengan laptonya dia pun akhirnya menyelesaikannya. Audrey meregangkan ototnya dan bergumam "finish" lalu memutuskan untuk menutup laptopnya tanpa mengetahui ada sepasang mata dengan iris biru terang sedang mengawasi gerak-geriknya.
Audrey melangkahkan kaki ke dalam memutuskan untuk membuat secangkir latte macchiato yang setidaknya dapat menyumbang kalori untuk tubuhnya, serta dapat merilekskan semua otot kakunya.
Langkahnya terhenti saat iris hazelnya menangkap sepasang iris biru terang sedang menatapnya.
Audrey tersenyum tipis "duduk dulu sir, akan ku buatkan mint espresso untukmu" lanjut audrey mengambil mint espresso yang sudah dingin itu lalu melanjutkan langkahnya. Tenggorokannya terasa kering sejak tadi.
Pria itu, william. kembali menelisik keadaan caffe yang sepi. Caffe dengan papan nama "cup of love" ini memiliki perpaduan warna coklat dan putih dengan beberapa pigura unik yang terpajang didindingnya serta gitar dan keyboard yang berada di tengah ruangan, Cukup menarik pikirnya.
tak lupa Dia membenarkan letak dasinya yang sudah tidak berbentuk itu dan membenarkan dua kancingnya yang sengaja dilepasnya sebelum tertidur. Cukup memalukan rasanya seorang william tertidur di tengah caffe dengan keadaan bak seorang yang baru putus cinta.
Ah memikirkan cinta membuatnya kembali mengingat sang mantan yang tak bisa disebut terindah itu.
Lamunannya terhenti ketika mendengar langkah yang mendekat. masih dengan gurat yang sama. Tanpa senyum.
Audrey meletakan secangkirmint espresso dan sepotong redvelvet didepannya. tak lupa latte macchiatonya.
"sorry hanya ini yang tersisa" seru audrey lalu duduk tepat didepan william.
"thanks" ucap william sembari menyesap mint espressonya
mereka duduk dalam diam sembari menyelami pikiran masing-masing tanpa ada yang berniat memutus keheningan.
"terimakasih untuk mint espressonya, it's good but i'm so sorry aku kurang suka dengan yang terlalu manis" ucap william dengan maksudnya yang merujuk pada sepotong redvelvet yang masih utuh sembari menyodorkan $7.18 yang dilangsung ditolak audey "anggap saja sebagai the cup of magic. semoga kedepan harimu menjadi lebih baik. Oh ya untuk selanjutnya datanglah sebelum jam 03.00 kupastikan kau akan lebih menikmati mint espressomu dengan nostalgia american folks music yang sangat menenangkan dari suara merdu temanku" ucap audrey dengan senyum tipisnya dan mengikuti william berdiri.
williampun memasukan kembali bebarapa lembar dolar itu ke dalam dompetnya, mengambil jas armaninya lalu keluar dengan langkah pelan menuju mobilnya.
sedangkan audrey mengambil cup kosong tersebut lalu mencucinya. setelah dirasa cukup. ia mulai merapihkan barang-barangnya dan bersiap pulang. setelah memastikan pintu terkunci, audrey mengambil sepedanya. namun ia terperanjat dengan suara bas yang sarat dengan nada mengintimidasinya "hey siapa namamu?" tanya william dengan pandangan lurus mengarah pada audrey.
masih dengan menuntun sepedanya audrey menjawab "audrey. Audrey ashley" lalu mulai menaiki sepedanya.
YOU ARE READING
Rewrite The Sky
Roman d'amourKetika dua orang dengan prinsip yang berbeda dipertemukan. . Aku pikir ini sangatlah menarik, perasaan melintasi batas yg membuatku merasa bebas sepertimu, ini luar biasa. -william wilford- . Hidupku bebas seperti seperti melodi gitar. Ketika kau me...