Apakah pantas tempat ini Lily sebut rumah ?
Setelah beberapa hari berada dirumah sakit, kondisi Lily sudah membaik. Ia sudah diperbolehkan dokter pulang.
Lily menatap bangunan didepannya.
Bangunan ini mengingatkan pada rumahnya dulu. Bedanya, bangunan ini tidak sebesar rumah lamanya.
"Aku akan tinggal di sini ?" tanya Lily pada Jane yang menjemputnya dari rumah sakit. Jack harus pergi pagi-pagi sekali karena ada urusan penting bersama Rain.
Jane mengangguk dan membuka pintu besar itu. "Kau tak suka ?"
"Hemm," Lily mengantung jawabannya. Ia bingung harus suka atau tidak. Akhirnya ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Aku dan kakakku sudah tinggal dirumah ini sejak kecil," kata Jane. Ia berjalan sangat santai dan duduk disofa. "Rumah ini adalah peninggalan mendiang orang tua kami."
"Orang tua kalian sudah meninggal ?" tanya Lily. Ia ikut duduk disofa yang berhadapan dengan Jane.
Jane mengangguk. "Ibuku meninggal lebih dulu karena kanker. Ibuku seorang manusia. Tidak lama kemudian, ayahku menyusulnya."
Lily menatap Jane. "Maafkan aku."
Jane balas menatap Lily. Raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kesedihan, malah ia tersenyum sambil berkata, "Kau tak perlu minta maaf. Aku tak merasa terlalu sedih. Ayah dan ibuku adalah pasangan yang romantis. Sekarang mereka pasti sudah bahagia di sana."
Lily memaksakan senyum diwajahnya. Andai saja ia bisa merelakan kepergian orang tuanya seperti itu. Tapi ia tidak akan pernah bisa. Hembusan napasnya tak beraturan saat mengingat detik-detik melihat orang tuanya meninggal. "Yaa, mereka pasti bahagia disana."
Lily mengalihkan pandangannya dari Jane. Tanpa sengaja, pandangannya tertuju pada beberapa foto dan lukisan yang terpajang rapi didinding ruang tamu, tempat mereka sedang duduk.
Jane bercerita bahwa lukisan-lukisan yang digantung disana adalah lukisan kesukaan mendiang ibunya. Mendiang ibunya sangat suka melukis diwaktu luangnya. Sekali lagi Lily menatap lukisan-lukisan tersebut sambil mengangguk, "Rumah ini pasti punya banyak kenangan untuk kalian."
Jane menyetujui pendapat Lily. Ia berdiri dan berjalan meninggalkan ruang tamu. Ruangan yang dimasuki mereka ternyata adalah ruang keluarga yang lengkap dengan fasilitas hiburan seperti tv dan home theater mini. Sebagai pecinta film, Lily pasti tidak akan melewatkan fasilitas home theater ini.
Lily mengikuti Jane berjalan ke sisi kanan ruang keluarga dan berhenti tepat didepan pintu kayu. Namun ada sesuatu yang merebak aroma penciumannya saat Jane membuka pintu itu. Lily mencium aroma yang begitu maskulin mendominasi ruangan ini.
"Ini kamarnya Jack ?"
Alis Jane terangkat mendengar pertanyaan Lily. "Yaa," jawabnya sedikit bingung. Ia semakin bingung saat Lily bertanya untuk tidur dikamar yang lain. Menurut Jane, Lily dan Jack kan mate, jadi tidak masalah jika tidur sekamar.
"Aku rasa kami belum sedekat itu untuk sekamar," ucap Lily.
"Ohh," Tampaknya Jane sedikit paham. "Kalau begitu, ada satu kamar kosong diatas. Mungkin kau bisa pakai itu."
Lily mengangguk terimakasih. Akhirnya Jane menutup pintu kamar Jack dan menuntun Lily menaiki tangga dan memperlihatkan kamar lain di lantai dua.
"Tapi aku tak ingin mencampuri urusan kalian, kau harus mengatakan sendiri pada Jack, karena ia menyuruhmu untuk tidur di sana."
"Akan ku coba bicara tentang hal itu dengannya."
Kini mereka telah sampai di depan kamar yang terletak dilantai atas. Jane membuka ruangan dan mempersilahkan Lily masuk. Ruangan ini tidak terlalu besar dan sedikit kurang cahaya. Isi perabotannya juga sangat sederhana.
Sementara Lily masih mengamati kamar barunya, Jane membuka lemari kayu yang terletak tidak jauh dari kasur.
"Lemarimu kosong. Ku rasa kita harus beli pakaian baru untukmu."
Lily mendudukkan dirinya diatas kasur. "Pakaian baru ?"
"Tentu saja, kau tidak mungkin terus-terusan meminjam pakaianku."
Lily tersenyum. Ia sangat suka belanja. Namun minatnya sekidit surut mengingat keadaannya saat ini. "Tapi, aku tak punya uang."
Jane tersenyum, seolah ia baru saja mendengar hal lucu yang diucapkan Lily. "Tenang saja, kau bisa pilih apapun yang kau suka."
Sore itu, Lily dan Jane melangkahkan kaki memasuki sebuah pusat perbelanjaan. Mereka masuk disalah satu butik milik teman Jane dan mencoba beberapa baju di sana. Mereka berjalan menuju rak-rak baju dibagian depan dan melihatnya sejenak. Lily sempat meraih salah satu label dan melirik harganya.
"Aku sudah bilang kan, kau bisa pilih pakaian apapun yang kau suka," ucap Jane sambil mengeluarkan sebuah kartu platinum dari tasnya dan memberikannya pada Lily, "Nah, ambil ini."
Lily mengambil kartu itu dan mengamatinya sejenak. "Untukku ? aku bisa beli apapun ?" tanya Lily memastikan.
Jane mengangguk. "Kau bisa beli apapun, selama tidak melebihi limitnya." Ia menatap Lily sejenak. "Kau bisa menunjukkan kartu itu saat akan membayar belanjaanmu."
"Aku tahu," balas Lily cepat. Ia bukan gadis desa yang tidak pernah menggunakan debit card. Saat menerima kartu itu, Lily merasakan tangannya mulai gatal untuk mencoba baju-baju yang ada dibutik. "Terimakasih, Jane."
Jane mengangguk. "Ku rasa tak ada masalah jika aku meninggalkanmu belanja di sini. Aku harus mengecat rambutku disalon."
"Baiklah, aku segera menyusulmu saat aku selesai."
------
Selesai ketik, langsung post. Sorry kalau kelamaan.. :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Mate !!!
Werewolf"Mate..... Dia mate kita Jack !" "Cari dia, Lily.... Cari dia !"