Gugurnya daun saat musim semi, kerasnya ombak yang menerjang tepi karang, serta sebesar apapun semesta ingin memisahkan kita, aku tidak akan membiarkanmu pergi.
Sebab kau telah menjadi rumah bagiku.
***
Bahu Cindy bergetar. Susah payah dia menahan tangisnya supaya tidak pecah sebab dia tak ingin membuat Kevin semakin cemas. Hari ini pertahanan dan kekuatan Cindy tumbang seutuhnya. Tak ada lagi yang tersisa. Hanya sesak yang menyakitkan rongga dada.
Sesampainya mobil Kevin berhenti di depan rumah Cindy, Kevin menahan gadis itu turun. Tidak ada isak tangis dari Cindy. Dan itu menambah kekhawatiran Kevin. Dia tahu, gadisnya pasti sangat kaget atas tindakan Indira ditambah dengan kenyataan pahit yang harus diterima.
Siapa yang menyangka bila Gerry—sosok yang selama ini selalu menyisihkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah Cindy—ternyata adik tirinya sendiri? Anak dari hasil pernikahan Papanya yang kedua.
Sakit? Tentu saja. Bahkan mungkin rasa sakit Cindy tumbuh berkali-kali lipat yang tak pernah sekali pun orang lain rasakan. Dunia seolah-olah runtuh tepat di atas kepalanya. Jantungnya masih berdetak, tapi Cindy seakan kehilangan alasannya untuk hidup.
"Cindy..." gumam Kevin sambil membelai lembut sebelah pipi Cindy.
"..."
Hening. Gadis itu membisu seraya menundukkan kepala. Kevin memperhatikan gerakan jemari Cindy yang memilin ujung bajunya. Tak tahan lagi, akhirnya dari kursi kemudinya, Kevin menarik tubuh Cindy dan merengkuhnya dalam. Menenggelamkan kepala gadisnya di dada bidangnya.
"Menangislah sepuas kamu. Jangan berpura-pura kuat." Tangan kekar Kevin mengelus surai hitam legam Cindy.
Cindy tidak menolak atau tidak bereaksi apapun. Tapi dapat Kevin rasakan kalau tangan gadisnya mencengkram erat bajunya. Dan detik berikutnya Cindy tak kuasa membendung tangisnya lagi. Segala kesesakkan dan kesakitannya yang terkubur selama belasan tahun kini tertumpah ruah melalui buliran cairan bening yang membasahi wajah cantiknya.
Gadis itu terisak dalam pelukan Kevin—kekasihnya.
Untuk sementara waktu, Kevin membiarkan Cindy menyelesaikan tangisnya di dalam mobil. Menemani gadis itu dan menenangkannya dengan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bahwa gadis itu bisa melewati semuanya sebab ada dirinya yang senantiasa akan berjuang bersamanya.
***
Masuk ke dalam rumah, Cindy tak lantas pergi menuju kamarnya. Satu hal yang ingin dia lakukan setibanya di rumah adalah dia ingin menanyakan kepastian kepada Mamanya. Sebab selama yang Cindy tahu, Mama tak pernah sedikit pun membicarakan mengenai Papa padanya. Bahkan Cindy tak mengingat bagaimana rupa sang Papa.
Meskipun malam kian larut, tekad Cindy sudah bulat. Dia memberanikan diri mengetuk pintu kamar Mama. Beberapa saat tak ada jawaban, Cindy mengetuk lagi sampai terdengar sahutan Mama dari dalam.
"Cindy, kenapa sayang?" ujar Mama begitu pintu kamar terbuka.
"Ma... Apa benar alasan Mama bercerai sama Papa karena Papa selingkuh dengan wanita lain?" Cindy bertanya langsung ke inti permasalahan. Dia ingin mendapat keterangan yang jelas sesegera mungkin.
Di hadapannya, Mama tergelak. Ekspresinya berubah tegang serta matanya terbelalak.
"Kamu ngomong apa sih, Cin?" Elizabeth berkilah lalu mulutnya menguap. "Besok aja ya kita lanjutin lagi. Sekarang Mama ngantuk." Elizabeth hendak menutup pintu, namun Cindy segera mencegahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/127747679-288-k548500.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE (END)
Fanfictie[Completed] Cindy Alexandra Xavier--cewek jurusan sastra inggris Universitas Nusantara udah lama suka sama Kevin--si ketua SEMA Universitas Nusantara. Cindy yang supel dan gayanya yang serampangan berbanding terbalik dengan Kevin yang dingin serta s...