Chapter 4 - Asal-usul Sangguni

3.1K 237 6
                                    

Chapter 4 
Asal-usul Sangguni 

Sore itu sangat mendung, lalu hujan deras pun turun mengguyur kota yang semula panas. Nirva hanya termenung sendirian di kamarnya. Duduk di atas ranjang sambil memandang derasnya air hujan lewat jendela yang masih dibiarkan terbuka. Selain rasa sedih dan duka karena ditinggal oleh Maura, ada rasa bersalah yang hanya ia sendiri yang tahu. 

Sangguni benar. Ia masihlah memiliki beban yang menggelayuti hatinya. Nirva tahu sekalipun bukan dirinya yang secara langsung membuat Maura Meninggal dunia, akan tetapi Nirva beranggapan bahwa dirinya lah yang menjadi penyebab orang-orang itu mencelakai mobilnya hingga menewaskan Maura. Jadi secara tidak langsung itu adalah salahnya. Nirva meremas jari jemarinya sendiri dengan resah. Ia ingin menceritakan beban di hatinya pada Sangguni, namun gadis itu adalah orang baru dalam kehidupannya. Apakah ia bisa langsung mempercayainya seperti itu? 

Nirva menghela nafas lalu merebahkan tubuhnya berbaring di atas kasurnya yang empuk. Manik mata sewarna emeraldnya memandang lurus ke langit-langit kamar yang dibiarkan gelap. Kejadian ini dan kematian Maura adalah pelajaran terbesar untuk dirinya agar lebih berhati-hati. 

"Maura... maafkan aku..." 

Nirva memejamkan matanya. Ia mengingat kembali awal dari semua kejadian buruk yang menimpanya. 

Sebuah proyek yang besar. 

Nirva sangat antusias dengan informasi proyek besar yang baru saja ia terima dari Yama. Namun sayangnya, perusahaannya bukanlah satu-satunya kandidat yang menerima tawaran proyek besar itu. Perusahaanya akan bersaing melawan perusaan saingan berat mereka untuk memenangkan tender tersebut. Karena keinginannya yang besar untuk menang itulah awal petaka yang menimpanya. 

Nirva menghela nafas panjang kemudian kembali duduk. Ia menatap ke belakang, pada tubuhnya yang masih memejamkan mata dan terbaring di atas ranjang. Sebenarnya ia masih takut untuk melakukan hal ini lagi. Takut mendatangkan malapetaka yang lainnya. Namun saat ini ia ingin mencari roh Maura, mungkin saja roh mendiang istrinya masih berada di rumah mereka. Nirva ingin menumpahkan keluh kesahnya, mengakui rasa bersalahnya dan meminta maaf pada Maura. Nirva memandang ke sekeliling kamar, namun ia tidak menemukan roh Maura di kamar mereka. Pria tampan itu beranjak bangun lalu berjalan keluar kamar dengan menembus pintu. 

"Maura, di mana kau sayang?" 

Selain kamar mereka, kemungkinan terbesar keberadaan Maura adalah kamar Damian. Nirva segera menuju kamar anaknya dengan langkah cepat. Dalam keadaan seperti ini, ia tidak perlu khawatir akan menabrak apa pun karena Nirva bisa menembus benda-benda, entah itu perabotan, pintu bahkan dinding. Nirva pun kembali memandang ke sekeliling kamar Damian, namun tetap nihil. Tidak ada roh Maura di sana, hanya ada anaknya yang tengah tertidur di ranjang bayinya. 

Nirva terkesiap. Ia baru menyadari adanya kekuatan besar yang baru saja ia rasakan di dalam rumahnya. Asal kekuatan itu datang dari arah dapur. 

Dapur? 

Bukankah itu tempat favorit Maura? Mendiang istrinya itu sangat suka memasak. Jangan-jangan kekuatan yang ia rasakan adalah kekuatan roh Maura yang sedang berada di dapur. Nirva berlari, menembus tiap dinding pemisah ruangan demi segera bertemu Maura yang sangat ia rindukan. 

"Mau--" Nirva belum sepenuhnya memanggil nama mendiang istrinya, namun suaranya sudah tercekat di tenggorokannya karena rasa kaget yang teramat sangat. Kalau dirinya melihat makhluk itu menggunakan wujud ragawinya juga, mungkin sekarang wajah tampannya itu sudah terlihat sangat pucat. Nirva melihat seorang wanita berambut panjang dengan tubuh setengah ular, lebih tepatnya setengah tubuh wanita itu dari pinggang ke bawah adalah ekor ular yang besar dengan sisik emas. Wanita itu berdiri membelakanginya dan sedang menghadap pada lemari es. 

SangguniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang