Arsenio #3 - Calysta Alvarose

2.3K 122 58
                                    

Aku tak mau melukai hati seseorang, tak juga dilukai. Keduanya bukan pilihan baik karena aku tahu bagaimana rasanya.

Sebuah bangunan berlantai empat berdiri kokoh di hadapan gadis yang kini sedang mengatur hembusan napasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah bangunan berlantai empat berdiri kokoh di hadapan gadis yang kini sedang mengatur hembusan napasnya. Akibat bertemu laki-laki tak terduga di jalan, ia harus meningkatkan kecepatan langkah kakinya dua kali lipat. Bu Riana jelas akan menghukum mahasiswa yang datang telat ke kelasnya. Sederhananya saja, siapa yang telat tidak diperbolehkan masuk ke dalam kelas.

Gadis itu berlari menaiki tangga hingga sampai di lantai dua. Matanya mengintip ke dalam ruangan yang pintunya sudah tertutup. Dari luar, suasananya sepi. Derit pintu mengalihkan seluruh pandangan orang yang duduk di dalam ruangan tersebut. Ia bisa bernapas lega setelah melihat kursi dosen yang terletak di samping papan tulis itu masih kosong. Dengan segera, ia menuju kursi di barisan kedua dari depan, di samping sahabatnya duduk.

Berbagai kuas lukis dengan berbagai jenis dikeluarkan dari dalam tas berwarna putih yang dipadu dengan warna merah muda pada bagian resletingnya. Tak lupa, sebuah palet yang dilengkapi dengan satu set cat akrilik juga diletakannya di atas meja. Ternyata keberuntungan masih berpihak padanya, Bu Riana masuk setelah beberapa menit lalu gadis itu memasuki kelas.

Dengan membawa map berwarna hitam berisi daftar nama mahasiswa kelas A, Bu Riana berjalan menuju mejanya. Suaranya mulai terdengar memenuhi ruangan saat memanggil nama mahasiswanya satu per satu. "Calysta Alvarose."

"Hadir, Bu!" teriak seorang gadis yang hidupnya nyaris berantakan akibat telat di kelas Bu Riana.

Sederetan nama masih disebutkan olehnya. Ia meletakkan kembali mapnya di atas meja kemudian meminta seluruh mahasiswa untuk memperhatikannya terlebih dahulu sebelum praktikum dimulai. Tak ada yang berani melawan Bu Riana, tidak heran jika seluruh pandangan mahasiswa terpusat pada papan tulis. Mengajarkan tentang karya lukis waterbase. Calysta Alvarose adalah salah satu dari sekian banyak mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain di universitas yang terletak di Bandung. Sejak kecil, ia memang sudah menyukai segala hal yang berbau seni. Oleh karena itu, tidak heran kalau ia menjatuhkan pilihannya seperti ini sekarang.

"Cal, anak teknik itu tadi ke sini lagi," bisik Alisya—sahabatnya—di tengah-tengah penjelasan Bu Riana.

Tidak mendengar adanya jawaban yang keluar dari mulut Calysta, Alisya mengulang kembali pernyataannya. "Dia tadi ke sini, Cal. Nyari kamu. Kok kamu diam aja? Nggak senang?"

Calysta mengangkat bahunya. Bahkan ia sendiri tidak mengerti perasaan yang sebenarnya tertanam di dalam hati untuk lelaki itu. "Biasa aja. Kenapa dia datang?"

Alisya menggeleng. "Entah ... dia nggak bilang apa-apa. Mantanmu yang satu itu nggak pernah nyerah kayaknya buat rebut hatimu lagi."

"Sebuah kesalahan karena bisa satu universitas dengannya. Kalau begini, kapan aku bisa menghapus kenangan lalu?" Mata Calysta kembali beralih ke papan tulis dan sesekali menunduk untuk mencatat materi yang disampaikan.

Arsenio [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang