[romancefiction] it feels like home

207 16 0
                                    

"When i'm with her, it feels like home."

Wanita yang diajak bicara itu memandang laptopnya sebentar sebelum membalas, "Okay. It sounds good."

Pria yang tiduran di sampingnya menatapnya intens. "But i don't know if she want to be with me or not."

"Who don't want to be with you?" Wanita itu, Rev, mengalihkan pandangannya dari laptop. Sepenuhnya memandang sahabat dari kecilnya ini, Vrey. "You are the most eligible bachelor of the world. Women want to be by your side. Men want to be your closest friend. What are you afraid for?"

"This woman," jawab Vrey singkat. "I am afraid of this woman. Because she is my weakest."

"Oh. You sure falling deeper in love with her." Rev kembali pada laptopnya. "It's good for you."

"Selama ini, kamu memandang aku sebagai apa?"

"Sebagai apa?" Rev terlihat tidak fokus. "Bisa kita membicarakan ini nanti? Aku harus meng-edit bagian yang ini dulu."

"Okay." Vrey menjawab singkat.

[]

"Jadi, apa kamu mendapatkan wanita ini?"

"Not yet."

"How bad."

"Jangan menghina, ya. Dia susah didapatkan."

Wanita di sampingnya, Rev, tertawa. "Jadi, kamu akhirnya mendapatkan mangsamu, eh?"

"Mangsa untuk selama-lamanya," balas Vrey sambil memandang Rev dengan tatapan tak terbaca.

Rev tertawa lagi. "Seriously? Kamu benar-benar jatuh dalam pesonanya, ya?"

"I don't know. But i'm sure she is the one."

"Oh, mau mampir makan?" Rev berhenti berjalan, memandang kafe kecil di pinggir jalan.

"Kamu lapar? Ayo, makan." Vrey berjalan duluan, mengambil tangan Rev, mengarahkannya masuk ke dalam kafe.

Vrey menarik kursi untuk Rev, seperti yang selama ini dia lakukan.

"Udara dingin sekali akhir-akhir ini. Dan kamu masih sempat buka jaket?" Rev menggelengkan kepalanya.

"Sudah memasuki musim dingin. Lagi pula, kafe ini cukup hangat."

"Aku benci musim dingin," keluh Rev.

Vrey tertawa. "Aku suka musim dingin. Aku bisa memelukmu kapan saja."

Rev terkekeh. "Salah satu alasan aku benci musim dingin."

"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" Pelayan kafe menyapa ramah mereka.

"Oh, ya. Saya ingin pesan cokelat panas dan zuppa soup."

"Satu cokelat panas dan satu zuppa soup. Ada lagi?"

"Kamu mau pesan?" Rev bertanya pada Vrey sambil tersenyum jail. Pasalnya, pelayan wanita ini sejak tadi menatapnya terus-menerus.

"Tidak."

"Tidak, Miss. Terima kasih."

"Oke. Silakan ditunggu, ya."

Keduanya mengangguk, dan si pelayan meninggalkan meja.

Rev terkekeh. "Apa kubilang. Siapa sih, yang mau menolak pesona seorang the most wanted di depanku ini?"

"Ada, satu wanita."

"Oh, ya? Oh, dan kamu belum memberi tahu siapa nama wanita itu."

"Kamu tahu. Bahkan sangat tahu."

refresherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang