---True Colour---

1.6K 209 8
                                    

Namikaze Naruto dan Hyuga Hinata berusaha menjauh dari keramaian. Mereka berdua terjebak di tengah arus pelajan kaki yang berjalan berlawanan arah. Beberapa kali bahu Hinata tersenggol hingga membuat gadis itu hampir terjatuh. "Kau tidak apa-apa?" Naruto berdiri di depannya, melindunginya sebagai perisai.

Bulan bersinar penuh malam ini. Hyuga Hinata tau ada yang aneh dengan dirinya saat dia tiba-tiba memeluk perut Naruto di tengah kerumunan orang. Gadis itu tau perbuatannya akan membuatnya malu dan mungkin akan menjadi pemberitaan di media massa tetapi, akal sehatnya kalah oleh hasrat mengebu-gebu yang tidak masuk akal. Hinata tidak bisa melawan ikatan yang menghubungkan dia dan Naruto jauh sebelum dia dilahirkan. Mereka tercipta untuk satu sama lain.

Namikaze Naruto baru tersadar saat merasakan sesuatu membelai perutnya. Jemari Hinata sudah menyelusup ke dalam mantelnya. Telinganya yang tajam juga mendengar leguhan pelan dari gadis yang berdiri di belakangnya. "Aku tidak menyangka akan terjadi secepat ini. Maafkan aku Hime, aku membuatmu seperti ini." Naruto menoleh ke langit dimana bulan purnama bersinar terang.

Sigap Naruto menyibak para pejalan kaki untuk menyingkir dari hadapannya. Pemuda itu mengalungkan lengannya ke pundak Hinata. Sebenarnya akan lebih mudah membawa Hinata dengan menggendongnya tetapi, akan berakibat buruk bagi gadis itu. Kontak fisik yang intens akan membuat mereka bercinta di tengah jalan.

Tidak ada yang melihat Naruto berlari secepat angin. Dalam sekejap mereka sudah berada di pintu apartemen Hinata. Wajah Hinata yang putih berubah merah. Napasnya tidak teratur dan terengah-engah. Pandangan matanya tidak terfokus. Gadis itu mulai kehilangan dirinya sendiri. "Naruto tolong aku." Hinata memohon dengan suara pelan, dia membelai wajah Naruto yang terlihat tegang.

"Bukankah ini musim dingin? Mengapa sekarang terasa sangat panas." Hinata berusaha menciumi bibir Naruto yang terkatup rapat. Pemuda itu terlihat sangat tersiksa saat menyeka mulutnya yang dipenuhi air liur.

Karena mendapatkan penolakan, Hinata berusaha menanggalkan pakaiannya sendiri. "Tolong aku," kata Hinata putus asa di tengah deraian air matanya.

"Maafkan aku. Kalau aku melakukannya, aku akan membenci diriku sendiri."

Dengan raut wajah sedih Naruto memukul bagian belakang leher Hinata. Gadis itu pingsan tidak sadarkan diri. "Masa heat adalah saat yang sangat berat untuk ditanggung."

Setelah meletakkan Hinata di tempat tidurnya, Naruto keluar dari apartemen dengan mengepalkan tangannya kuat-kaut. Pemuda itu kembali berlari menuju hutan untuk melampiaskan rasa panas dan frustrasi dalam dirinya. Dia punya banyak tenaga berlebih karena kebutuhan biologis yang tidak tersalurkan. Dia butuh pengalih perhatian.

Naruto merubah wujudnya menjadi makhluk berbulu yang melolong ke arah bulan purnama. Sudah ada yang menunggunya di dalam hutan---makhluk berkaki empat yang lain. Mereka berkelahi dengan sengit, benturan tubuh keduanya menggetarkan tanah dan mematahkan batang pohon-pohon besar. Adu kekuatan ini berakhir di pagi hari saat keduanya kehabisan tenaga.

...

Hinata membuka mata dan mendapati Naruto sedang mengamatinya. "Apa yang kau lakukan? Tunggu. Apa yang terjadi semalam?"

"Kau pingsan saat pengunjung festival menabrakmu." Naruto berusaha menjelaskan tetapi nada suaranya terdengar meragukan.

"Benarkah?" tanya Hinata tidak yakin. "Mengapa ada daun pinus di rambutmu?"

"Oh ini---di desa kami daun ini untuk menghaluskan rambut," dustanya. "Seperti ini." Naruto mengosok-gosok rambutnya, dia memperagakan seseorang yang sedang menggunakan sampo.

"Tetapi bagaimana kau tau tempat tinggalku?"

"Ah. Kau pasti lapar. Aku sudah menyipakan sarapan." Naruto cepat-cepat berpindah ke meja makan. Kalau dia meladeni pertanyaan Hinata pasti tidak akan ada habisnya dan dia tidak pandai berbohong. Pemuda itu menyendok banyak irisan daging dan telur ditambah tumpukkan roti yang menggunung untuk dirinya sendiri.

Hinata berdiri disamping Naruto, gadis itu meminum jus langsung dari botolnya. "Kau bisa menghabiskan semua itu? Seperti hewan kelaparan saja."

"Uhuk uhuk." Naruto memukuli dadanya. "Kau pikir ini salah siapa Hime?" Setelah menguras tenaganya semalaman, Naruto harus keluar hutan dengan merangkak.

Pip pip pip. Sarapan mereka terganggu oleh bunyi mekanis dari interkom yang terpasang di dinding. "Naruto sayang, ini Ayah dan Ibumu, Nak."

"Oh. Tidak." Naruto melompat dari kursinya. "Jangan buka pintunya."

Terlambat, Hinata sudah berhadapan dengan seorang wanita cantik berambut merah dan seorang lagi lelaki sangat tampan berambut kuning.

"Naruto-kun. Istrimu sangat cantik-ttebane ho ho ho." Uzumaki Kushina menyeringai ke arah putra tunggalnya.

---TBC---

An_Rencananya cerita ini akan berakhir di chapter ini. Entah kenapa ceritanya tidak tamat juga.
















Diamond DustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang