Can't Wait

209 17 10
                                    

Seoul, 29 Juli

Malam yang hangat seperti malam-malam biasanya, seorang pria tengah memeluk erat wanita yang merupakan kekasihnya. Malam ini Jaehyun dan Jiya menghabiskan waktu bersama dirumah Jiya karena orang tuanya pergi dan Jiya takut sendirian. Sudah seminggu Jaehyun tinggal disini menemani kekasihnya. Tidak melakukan hal yang lebih dari sekedar pelukan hangat dan kecupan singkat. Tapi waktu yang mereka habiskan bersama terasa cepat berlalu namun memiliki kenangan berbekas bagi keduanya.

"Jae.. Jika suatu saat aku pergi, apa kau akan melupakanku? Apa hatimu akan terbuka untuk orang lain? Apa kau akan berhenti mencintaiku?" Tanya Jiya yang tengah ada di pelukan Jaehyun sambil menonton televisi.

"Apa maksudmu sayang, kau yang pertama dan terakhir cinta sejati ku" Jawab Jaehyun sembari mengusap dan mengecup pucuk kepala Jiya.

"Jika aku pergi untuk selamanya apa kau akan menungguku? Atau membiarkanku dan menikahi wanita lain?" Tanya Jiya.

"Ada apa sayang? Kenapa kau mengatakan hal seperti itu" Ujar Jaehyun lembut, perlahan tangannya menopang kedua pipi Jiya dan menjatuhkan sebuah kecupan dibibir Cherry Jiya.

"Apa kau masih tidak percaya?" Tanya Jaehyun.

"Aku.. percaya" Ujar Jiya sambil memeluk Jaehyun.





Namun setiap pertemuan tidak akan berarti tanpa adanya perpisahan.

Jaehyun menjatuhkan sebuket mawar biru yang dibelinya khusus ulang tahun Jiya. Dia merasakan penyesalan karena harus datang ke kampus pagi ini. Seandainya Jaehyun tidak pergi mungkin dia tidak akan pulang dengan sepucuk surat dimeja ruang tamu. Jaehyun menjatuhkan tubuhnya kelantai ketika membaca sepucuk surat yang tak lain dari kekasihnya itu.

"Kenapa kau benar-benar meninggalkanku jiy? Kenapa..?" Tanya Jaehyun, air mata tak dapat di bendungnya lagi liquid itu mengalir deras bersamaan dengan sebuah kotak perhiasan yang terjatuh dari jasnya.

"Aku benar-benar lambat.."


Sementara itu dikota London Inggris..

"Maafkan aku Jae, aku harap kau benar-benar menungguku" Ujar seorang wanita yang tengah menatap keluar jendela yang dipenuhi percikan air hujan, dan bukan cuma jendela pipinya pun penuh dengan cairan bening yang setiap tetesnya memiliki alasan untuk jatuh.


3 tahun kemudian..

Jaehyun hidup depresi, tidak ada gairah untuk hidup dan tidak ada keinginan untuk melanjutkan masa depannya. Hidup dan masa depannya telah hancur bersamaan dengan langkah Jiya yang semakin menjauh darinya. Jaehyun mengambil sebuah kertas lusuh yang sudah tak berupa dengan tulisan yang hampir pudar.

'Kata orang laki-laki tidak bisa hidup tanpa cinta, aku pergi untuk membuktikan itu.. Dan aku pergi untuk menagih janjimu..

Kim Jiya'

Berulang kali Jaehyun membaca tulisan yang sudah hampir pudar itu, namun sampai 7 tahun lamanya ia masih tidak memahami maksud dari kekasihnya itu.

"Kau membuatku bingung terlalu lama Jiy"

Dan dimalam itu malam yang membuat Jaehyun enggan melihat kebelakang. Malam yang membuatnya sakit setiap tahun. 30 Juli itu berarti sudah 3 tahun ia buang percuma. Mengurung diri di kamar, tidak bersosialisasi dengan keluarganya, mengabaikan adik perempuan kesayangan nya. Jaehyun menyesal akan semua itu, bahakan ia berfikir bahwa Jiya sudah mati hingga tak kunjung pulang.

"Jika merindukan memang harus sesakit ini. Aku seharusnya tidak pernah bertemu seseorang yang istimewa seperti dirimu.."

Suara ketukan pintu menyadarkan Jaehyun, dan untuk pertama kalinya selama 3 tahun ia berniat keluar dari kamarnya. Suara yang dirindukan nya selalu mendatangi nya setiap hari, namun sama dengan Jiya, dia tidak pernah melihat sosoknya.

Can't Wait | Jaehyun (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang