Pagi benar-benar jadi saat Josten tengah berjalan menuju kelasnya. Perasaannya benar-benar tidak enak. Sejak ia menampakkan dirinya, mulai dari gerbang SMA Xaverius, semua siswa memperhatikannya. Ini benar-benar memalukan. Pasti ini karena peristiwa yang semalam. Ia tidak percaya peristiwa itu begitu cepat seperti serangan virus. Cepat mewabah ke setiap penjuru sekolah.
Josten menghela nafas, dalam-dalam. Sebaiknya ia tidak begitu memikirkan peristiwa itu. Sebaiknya ia lebih mementingkan keluarganya. Tidak masalah semua siswa memperhatikannya seperti itu. Yang terpenting ia tidak bertemu dengan...
"Muzaki!" ceplos Josten tanpa sadar saat melihat sosok cowok itu ketika mendahuluinya. Sialan!
Cowok jangkung itu menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap cowok di belakangnya. Tatapannya sinis. Senyumnya tajam. Ia mengacak pinggangnya, mencondongkan dadanya dengan angkuh. Sikap yang benar-benar menggambarkan sosok Muzaki.
"Oh, kamu," katanya dengan nada remeh. "Masih punya muka juga kamu ya..."
Sial! Josten menghela nafas dalam, mencoba mengambil energi yang akan digunakan untuk memikirkan apa yang harus dilakukan saat ini. Ia bisa saja melawan cowok sombong yang berada di hadapannya ini, tapi percuma saja. Itu hanya akan menambah masalah. Sebaiknya ia mengabaikan kehadiran Muzaki, meskipun mungkin tidak semudah itu.
Josten luwes meninggalkan Muzaki yang masih berharap perlawanan darinya. Dari tampang cowok itu terlihat ia sedang merangkai kata-kata yang menyakitkan atau kutukan-kutukan yang cukup mempermalukan dirinya. Tapi sayangnya Josten memilih menghindar.
"Benar-benar orang yang tidak tahu malu," singgung Muzaki.
Jangan didengarkan, Josten. Anggap saja ia adalah radio yang rusak, yang berbunyi sesukanya, kukuhnya dalam hati.
"Sudah mempermalukan diri sendiri masih saja mau menampakkan mukanya di depan semua orang."
Terserah ia hendak mengatakan apa. Selama ia hanya menghinaku dan bukan hal yang penting, itu tidak masalah.
"Sama saja dengan ayahmu yang tidak tahu malu itu. Pantas saja ditinggal oleh istrinya. Istrinya malah menjadi artis. Pantas saja. Siapa juga yang mau menjadi istri tukang jagal kampungan," beber Muzaki dengan puasnya.
Belum sempat memikirkan apapun, Josten langsung menghampiri Muzaki yang mulutnya sudah keterlaluan. Tak ayal ia langsung melempar pukulan yang kuat ke pipi cowok yang sebenarnya lebih jangkung darinya itu. Ia melakukannya dengan sepenuh tenaga hingga cowok itu terjatuh tersungkur.
Muzaki sedikit mengerang. Ia benar-benar terkejut. Amarahnya muncul dan kian bertambah ketika mendapati di tepi bibirnya memunculkan darah. Ia bergegas bangkit dan hendak menyampaikan balasannya melalui pukulan. Sepertinya Josten pun tanggap dalam merespon lawan. Ia menghalau tangan cowok itu, dan malah memberi pukulan berikutnya ke wajah Muzaki.
"Josten!"
Kata-kata itu muncul ketika Josten menarik kerah Muzaki dan hendak memberikan pukulan yang lebih parah dari sebelumnya.
"Josten, hentikan!" kata seseorang. Dari suaranya, Josten sudah mengenalinya. Namun itu tidak membuat hasrat Josten berhenti untuk menghabisi anak sialan yang berada di depannya. Josten benar-benar gelap mata.
"Josten," katanya lagi. Kali ini ia langsung menyergap tangan Josten dan menariknya menjauh dari Muzaki. Josten meronta-ronta, mencoba melepas diri dari dekapan orang itu.
"Lepaskan aku! Aku akan menghabisinya!"
"JOSTEN!" sergah lelaki tengah baya itu saat dengan kuat membalikkan tubuh Josten dan menghadap kepadanya. Ia memegang kedua bahu Josten lalu mengguncang-guncangkannya dengan kuat. "Tenang, Jos. Tenang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aonoroid
Novela JuvenilJosten hidup penyendiri di balik hobinya mencintai Anime dan Manga. Mengoleksi figure dan benar-benar tenggelam dalam dunianya sendiri. Kehidupan itu membuat dirinya jarang memiliki sahabat. Selain itu itu ia mengalami penghianatan yang membuat ia l...