Karya : Pande Putu Lanang Wijidyatmika
Nyiur melambai-lambaikan dahanya yang kering
Dengan penuh tenaga dibantu terpaan angin
Seolah memanggil para manusia, untuk berteduh di sana
Jika, iya, sejuk rasanyaHiitamnya pasir pantai,
Dengan congkak ia berujar,"aku adalah tempat berkumpulnya keluarga."
Deburan ombak yang saling berlomba-lomba menuju tepian
Dengan angkuhnya mengucap,"suaraku sangatlah menggetarkan dada."
Dengan sombong, sang Angin berkata, "kalian sangatlah kecil, aku lebih tinggi dan luas."Sang Surya hanya tertawa manis
Sambil menyipitkan mata, meredupkan cahaya
Hingga tinggal setengah bola berwarna oranye keunguan
Dan dengan perlahan kembali ke peraduan di ujung baratNamun, kesombongan hitamnya pasir pantai sirna
Saat Lembayung kembali ke ufuk barat
Menyisakan bekas pijakan dan sampah-sampah si pemijakNamun, kesombongan ombak sirna
Saat Lembayung kembali ke ufuk barat
Menyisakan suara air pantai yang menyapu sampah dan pasir hitamNamun, kesombongan angin seolah padam
Saat Lembayung kembali ke ufuk barat
Menyisakan desiran angin pantai yang dinginPantai dengan pasir hitamnya, deburan ombaknya yang angkuh
Dan angin kencangnya yang sombong
Sirna seketika
Pantai berganti menjadi sepiNyatanya, rasa angkuh itu tak ada artinya, bukan?