*rrrrrrrr*
Bunyi alarm hpku membuatku tersentak dan bangun mendadak. Cahaya yang masuk melalui jendela menusuk dan memaksaku menunduk. Aku menggeram sambil memegangi kepalaku. Rasanya ada ratusan jarum menusuk mata dan mencoba menggali ubun-ubunku.Setelah aku bisa melihat dengan lebih baik, aku mengangkat kepala dan melihat sekeliling. Sebuah lemari besar berwarna hitam dengan pintu terbuka balik memandangku. Balkon yang mengarah ke laut terlihat di samping kasur yang aku duduki. Aku tertegun. Ini bukan kamarku, aku tidak ingat memesan kamar Suite. Angin semilir masuk melalui jendela yang terbuka lebar disamping kasur membuatku memeluk tubuh.
Wait.
Aku menunduk. Pemandangan yang aku lihat membuatku ingin berteriak.
Aku hanya mengenakan kaus, entah milik siapa, tanpa celana.
God damnit Eva, can you be more stupid than this?
Kepanikanku bertambah ketika aku menyadari bahwa ada seseorang di kamar mandi. Suara siulan, yang jelas dari seorang laki-laki, terdengar merdu menyanyikan suatu lagu yang aku tidak begitu ingat judulnya.
Great. Bukannya lari tapi aku malah mengagumi betapa merdunya suara laki-laki itu. God please let me walk alive from here. Aku tidak lagi memperdulikan apa yang terjadi semalam, aku terlalu takut untuk bertemu dengan siapapun di kamar mandi itu. Yang penting, aku bisa keluar dengan selamat.
Aku berdiri, bertambah malu dengan keadaan bajuku atau lebih tepatnya ketidakadaan bajuku. Di lantai tergeletak dress yang aku kenakan semalam dan tas pinjaman dari Alice. Buru-buru ku ambil semua barangku, melepas baju yang kuduga milik laki-laki tersebut dan mengenakan dressku. Bau alkohol semerbak tercium dari dressku, membuatku tambah pusing namun aku terlalu panik untuk peduli.
Dress sudah aku kenakan, aku hanya perlu mengancingnya. Aku memaki kancing belakang karena letaknya terlalu bawah sehingga sulit kuraih. Baru saja akan kukancing, ketika pintu kamar mandi terbuka dan laki-laki pemilik kamar ini keluar. Hal yang pertama aku lihat adalah kakinya. Kulitnya putih dengan kaki langsing namun terlihat berotot, kutebak karena orang ini sering lari. Mataku naik, ketika sampai pada bagian bawah handuknya, mataku langsung naik ke wajahnya.
Ah! Memalukan. Aku hampir saja menelanjangi seseorang dengan mataku.
Wajahku pasti merah, aku bisa merasakan betapa panasnya wajahku. Salah satu alis yang terlihat seperti disulam itu naik, ekspresi laki-laki dihadapanku terlihat terhibur. Aku mengagumi alisnya, bagaimana tidak. Bentuknya seperti alis di katalog yang Alice perlihatkan padaku beberapa hari lalu ketika ia menceritakan bahwa sepupunya baru saja sulam alis. Dalam hati aku bertanya, apa laki-laki ini sulam alis?
Ia batuk kecil, sepertinya mencoba menarik perhatianku. Bibirnya menyunggingkan senyuman yang harus kuakui sangat menawan.
"Hai," sapanya.
Aku diam seribu bahasa.
"Baru bangun? Kamu tidurnya nyenyak banget. Aku gak tega bangunin. Mau aspirin? Kamu keliatannya wasted banget semalem. Kalau kamu mau, kamu bisa ambil di laci sebelah kamu."
Dia terus saja nyerocos sambil bergerak ke arah lemari dan aku masih saja diam memperhatikan dia.
Senyumnya memudar perlahan ketika dia melihat ekspresiku. Dia terlihat, kecewa?
"Kamu lupa ya sama aku?"
Sepertinya diamku menjadi jawaban baginya.
Dia menghela napas, bergerak ke depan lemari dan mengambil sebuah kaus hitam. Sebelum dia sempat mencopot handuknya, aku memutar tubuhku.
"Hei, bilang dong kalau mau copot handuk!"
Dia hanya cengengesan.
Beberapa detik kemudian, dia memanggil namaku dan mengatakan bahwa dia sudah selesai berpakaian.
Aku memutar tubuhku dan memperhatikan gerak-geriknya. Sedikit bingung kenapa dia tahu namaku, tapi mungkin saja kemarin malam kita berkenalan dan aku memberitahu dia namaku.
"Kamu masih gak inget?" tanyanya.
Aku meringis dan meminta maaf.
"Coba perhatiin lagi, masa sih kamu gak inget sama aku?" katanya sambil menunjuk sebuah bekas luka di atas alisnya. Aku baru memperhatikan itu sekarang, terlalu terkesima dengan bentuk alisnya yang sangat cantik.
Perlahan, memori masuk ke otakku. Mataku melebar. Ingatanku kembali.
Ingatan tentang seorang bocah laki-laki yang menarik rokku, menjambak kunciranku.
Sebuah video yang membuatku menangis selama seminggu.
Ratusan mata yang melihatku dengan penuh kecurigaan dan wajah-wajah yang melihatku dengan jijik.
Alasan kenapa aku tidak pernah lagi mau ikut reuni SMP.
Alis itu, bekas luka itu.
"TIAN?!"
Bibirnya melebar, tersenyum hingga memperlihatkan barisan gigi rapi dibaliknya.
"At your sevice, ma'am."
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil's Anatomy
RomanceUang yang selalu jadi masalah nomor satu bagi Eva tiba-tiba berubah ketika ia mendapatkan uang mendadak dari warisan paman yang bahkan tidak pernah ia kenal. Masalahnya hanya satu, untuk mendapatkan itu ia harus mau bertunangan dengan Tian, orang ya...