Surya's Story✔

sebelas

Semester dua ternyata lebih berat. Naon pisan matematika peminatan belajar irisan dua lingkaran, belajar integral, nanaonan belajar turunan mun akhirna mah belajar integral. Asa teu kudu. Bolak balik dekok. Riweuh.

Sekarang, sebulan menuju UKK. Gue bingung antara seneng atau sedih, tapi Zara akhir akhir ini minta gue temenin dia terus. Katanya, pacarnya sibuk. Gapapa gapapa, gue ga merasa dimanfaatkan ko tenang.

Selama gue temenin Zara ya ga jauh jauh, paling gue ajak dia lari, maen ke tempat yang ga terlalu jauh dari rumahnya. Malah sering maen di depan rumah pacarnya, soalnya depan sana ada kali. Kalinya bersih, seger aja kalo maen aer disana, gue juga suka. Heheh.

Seperti sekarang.

"Galau mulu neng," sindir gue sambil nyenggol Zara pelan.

"Skripsi sesusah apa sih?"

"Hahaha. Tanya sama bunda, bunda lulusan S1 kan? Tanya gih."

"Udah pernah."

"Terus kata bunda gimana?"

"Ya gitu."

"Gitu gimana?" Tanya gue.

"Tau ah kesel."

Aduh neng jangan cemberut gitu atuh.

Jadi pengen nyosor.

Teu deng.

Hehe.

"Kak."

"Yoow?"

"Kasih tau sekarang dong."

"Apanya?" Tanya gue.

"Orangnya, yang bikin gue sama bang Ijay selalu ga tenang, yang bikin anak kontrakan ga tenang, yang bikin kak Wowo luka parah, dan yang bikin kakak punya memar tiap hari."

Gue senyum, "Sabar, dua hari lagi."

Si Zara diem, masih obok obok aer di depannya.

Lucu pisan teu kiat.

"Kenapa sih make gitu segala?"

"Kan dendam, dendam mah fatal euy orang ga terlibat juga bisa jadi terlibat." Jawab gue.

"Bahkan sampe sekarang gue ga tau salah gue di bagian mananya."

"Sabar, bentar lagi. Surat terakhirnya ngomong apa?" Tanya gue.

"Waktu gue tinggal sedikit dan belum ada kemajuan, gue udah nyerah."

"Udah nyerah?" Tanya gue lagi.

Zara ngangguk.

Anjir, beneran? Berarti?

"Wah berati harusnya dia udah ngaku dong."

Zara ngangkat bahu.

"Kak."

"Apa lagii?"

"Ga ah ga jadi." Zara buang muka. Gue senyum senyum sendiri.