Kawan perjuangan, rival alami

59 1 0
                                    

Ding dong!!
Terdengar bel rumah yg berbunyi sangat kencang. Aku bangun dari tidurku dengan setengah jiwa yg hinggap di tubuh, secara samar ku lihat tubuh adik perempuanku dengan rambut terurai terbaring diatas tubuhku dibalut dengan selimut.

"Uuh, ini aneh padahal kan aku tidur di sofa..."

"Heeeee!!!"

Aku sangat terkejut karena dia benar benar tidur diatasku meski aku diatas sofa. Aku mencoba membangunkannya ,untung dia bukan tipe orang yang sulit bangun.

" ada apa sih kak? Hoaaahnn"

Dia terbangun dan menyingkapkan selimutnya.

"Hnggghh...!!"

"Kenapa kau hanya pake celana dalam?"

"Uuhn , memang kenapa?"

"Bukankah kakak dulu sering tidur seperti ini denganku?"

"Tapi kau sudah besar sekarang, apa kau tidak malu!?"

"Kenapa aku harus malu dengan kakak sendiri?"

Karena terlalu bingung aku mengacuhkannya dan melihat siapa dibalik pintu depan. Sekilas terlihat sosok wanita cantik berambut hitam pendek dengan postur tubuh yang sempurna tanpa kekurangan apapun.

"Pagi Muya, lama tidak bertemu"

"Uhh, pagi"

Sedikit heran kurasa karena melihat seorang wanita cantik yang belum pernah kulihat berkata 'lama tidak bertemu' dan memanggilku Muya.

"Ah, maaf mengejutkan mu, aku Maya masa tidak ingat ?"

Sejujurnya aku sedikit terkejut karena wanita cantik yang berdiri dihadapan ku merupakan tetangga sekaligus 'sahabat' ku.

aku dulu sempat mengutarakan perasaanku padanya dan ditolak dengan kalimat legendaris

'tapi aku menganggapmu sahabat terbaikku'.

Pantas saja dia tau nama yang hanya tersebar di lingkungan keluargaku.

Hanya sepatah kata yang keluar dari mulutku karena rasa sakit di hati.

"Oh"

Suasana benar benar canggung, aku hampir tidak bisa berkata apapun. Tetapi sebagai tuan rumah yang baik aku mempersilahkannya untuk masuk dan tentu saja dia tidak langsung masuk mengingat dia juga mengetahui orang tuaku tidak ada di rumah.

"Sebelum itu ada yang ingin kutanyakan padamu"

Dengan senyum yang agak dipaksakan, aku mengiyakan permintaannya.

"T-tentu saja, silahkan"

"Mengapa kamu memilih lanjut kuliah di luar negeri?"

"A-ah tentang itu, sebenarnya aku hanya kebetulan saja mendapat beasiswa hehe"

"O-oh ternyata, aku kira karena apa"

(Tentu saja tidak. Saat itu aku benar benar tersakiti dan melampiaskannya dengan belajar sungguh sungguh berharap bisa mendapat beasiswa agar aku bisa pergi melupakannya sambil berharap dia pindah saat aku kembali. Tetapi saat aku sudah tidak peduli lagi kenapa dia malah muncul dengan tampang tak bersalah.)

Setelah itu dia langsung masuk dan menawarkan ku jeli rasa coklat yang dibawanya sambil bertanya apa aku masih menyukai jeli tersebut.

Saat melihat ke dalam dia mematung sejenak, diam tak bergerak. Pucat wajahku seketika saat ku melihat adikku yang hanya bercelana dalam dan terbalut selimut berjalan menghampiriku dalam keadaan setengah sadar.

My Sister was So...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang