Aku menikmati makan siangku dengan hikmat di bangku panjang lapangan sambil menonton anak kelas sepuluh yang ribut setelah salah satunya kalah dalam taruhan bermain futsal. Apa jadinya negara ini dengan generasi yang seperti itu? Bertaruh, kalah, lalu tak terima karena kalah. Terlebih mereka mau saja bertaruh seperti itu.
Aku menyuap kembali bekalku yang tinggal setengah sambil kembali menonton salah satu dari mereka yang masih ngotot ingin meminta uangnya kembali. Kalau tak mau kalah, lebih baik tidak usah ikut taruhan, dek.
Tunggu!
Ini...
Oh.. perasaan ini lagi. Aku seperti diikuti. Beberapa minggu ini aku merasa seperti sedang diikuti. Tidak. Lebih tepatnya dibuntuti, atau apa ya? Seperti itulah. Hawanya sangat tidak mengenakan. Aku tutup bekalku yang tinggal sedikit, aku tidak selera lagi karena hawa ini dan pergi meninggalkan bangku lapangan untuk kembali ke kelas.
Dan disinilah aku sekarang. Setelah pergi meninggalkan bangku lapangan tadi, aku langsung dijegat dengan kehadiran seseorang. Aku menduga kalau dia yang selama ini membuntutiku. Bukan bukan, masalah yang sebenarnya disini, mau sampai kapan aku dan dia ini berdiri? Kakiku sungguh pegal, bel sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Anak kelas sepuluh yang ribut karena taruhan tadipun sudah bubar karena salah satu diantara mereka menangis tak tahan karena uangnya tak kunjung kembali, kau sudah kalah dek, jadi sadarlah.
Aku kembali menatap orang yang ada di depanku setelah mengingat kejadian kekonyolan kelas sepuluh tadi. Dia—orang yang di depanku—tampak gugup, ada apa? Apa yang mau dia katakan sebenarnya? Mau ngutang bisa sampai buat seseorang gugup seperti ini ya? Bentar bentar! Dia tampak seperti orang yang berada, tapi acak-acakan. Seragamnya hampir keluar, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya juga lumayan keren atau ganteng? Dengan ciri-ciri seperti itu, aku bisa menduga dia ini tipe badboy yang banyak ada di dalam cerita novel roman, tipe lelaki yang banyak diminati wanita, oh tak lupa dia pasti juga playboy. Ya ya ya.
"Tsk... Lo... Jadi pacar gue!"
"Y-ya?" Lamunanku buyar karena apa yang dia katakan. Jadi pacarnya dia bilang? Wah wah, anak jaman sekarang memang pandai sekali membuat prank. Kutatap dia lagi yang tampak gelisah, gugup, dan juga... malu. Ini gak mungkin kan?
"Po-pokoknya lo mulai hari ini jadi pacar gue. Gak ada bantahan. Pulang sekolah nanti, lo sama gue. Udah"
"Tunggu tunggu tunggu! Apa-apaan sih? Aku aja gak kenal kamu dan juga kita ini sama-sama lelaki. Oh aku tau, kamu abis main ToD ya bareng temenmu? Kamu kena Dare dan disuruh nembak aku dan nganterin aku pulang, oke aku—"
"Bukan! Ini bukan ToD atau apapun. Pokoknya lo jadi pacar gue, sekali lagi gue tegaskan, nanti pulang sama gue, gak ada bantahan! Ngerti? Kalo gitu..."
Cup~
"G-gue balik ke kelas dulu"
Eh? eh? eh? eh?
Aku... Ren Arsya Nugraha, 15 menit setelah menutup bekalnya, di tembak dalam artian seseorang menyatakan perasaan kepadaku. Ditambah dia dengan tidak berdosanya mengecup keningku. Satu fakta lagi, seseorang itu... laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
A thing that can't be explain [boyxboy]
Romance"Tsk.. Lo... Jadi pacar gue!" "Y-ya?" Hari-hariku yang biasa saja, kini tak bisa dibilang biasa lagi karena kehadiran seorang yang tiba-tiba memintaku menjadi pacarnya dengan tidak sopan. Ditambah... dia itu laki-laki sama sepertiku. Bagus! ○○○ Bisa...