3

28 4 0
                                    

Malam terasa panas dan siang terasa dingin bagi Alea. Rasa terasingkan dan rasa pilih kasih yang selalu ia rasakan membuat ia terkadang ingin menyerah saja. Jika saja ia tidak memiliki mata dan jantung ini pasti dia sudah tenang di alam sana.

Alea menunduk untuk mensejajarkan tubuhnya. Sesekali terlintas di benaknya seperti film kaset kusut yang terus berulang - ulang.

Kejadian itu, kejadian yang membuat dia menyesal seumur hidup nya.

Kejadian yang membuat ibunya muak hingga membencinya kini.

Kejadian dimana ia kehilangan banyak cinta dari orang sekitarnya.

Kejadian dimana membuat ayahnya menjadi bersikap apatis terhadapnya.

Kejadian dimana ia harus kehilangan separuh dari jiwanya.

Disana terukir dengan indah "Alexia Putri"

"Halo Lex, apa kabar?"

"Maaf ya aku jarang kesini" Alea bermonolog sambil sesekali menghapus air yang terjatuh dari pelupuk matanya

"Oiya, tadi aku beli bunga kesukaan kamu" diletakkan sebuket bunga babybreath itu diatas gundukan tanah yang ditumbuhi rumput-rumput rapih.

"Aku mau cerita Lex, tentang orang yang sama. Aneh ya aku, kenapa aku gabisa lupain dia Lex. Padahal dia aja ngga pernah inget aku" Alea tersenyum getir di sela - sela monolog nya

Alexia terdiam sejenak mengatur nafasnya karena tiba - tiba dadanya sesak.

"Andai aja, kamu biarin aku Lex. Pasti sekarang ibu itu bahagia banget, ayah juga pasti ngereceh terus setiap hari" kini air yang yang terjatuh dari pelupuk itu makin deras.

"Kamu pasti bisa bikin ibu sama ayah senyum terus Lex, ngga kaya aku yang cuma bisanya nyusahin dan malu - maluin"

***

Suasana kelas kini sangat mencekam. Bagaimana tidak, tiba - tiba pada saat guru akan mengajar ditemukan satu kotak kartu Remi di bangku guru.

Ku ulangi

DI BANGKU GURU

Kartu itu memang kartu yang sering dimainkan anak laki - laki di kelas Alea. Setiap anak ditanyakan pasal kartu itu.

Mau mengaku tapi nanti dihukum, mau berbohong tapi tetep dihukum.

Jadi ya sama saja.

Sekarang ini Alea dan anak - anak kelasnya sedang berlari mengelilingi lapangan. Ini terhitung sudah putaran ke lima.

Tapi tidak dengan Irene dan dayang - dayangnya itu. Mereka tidak ingin riasan di wajah mereka luntur karena keringat, maka mereka melarikan diri ke kantin.

Tak ada yang berani mengadukan persoalan ini ke guru. Jika ada yang berani itu berarti membangunkan malaikat kematian namanya.

Oh tidak, Alea tidak kuat lagi. Lututnya sudah tidak bisa ditegakkan. Alhasil dia terjatuh di sudut lapangan.

Tapi tiba - tiba ada sebuah tangan yang mengangkat tubuhnya ala bridal. Seketika Alea mendongak dan melebarkan matanya.

"Gue anterin ke UKS. Nanti hukuman Lo gue yang ganti"

SHADOWSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang