(17)
Hwang Hyunjin hanya tidak menyangka kalau kejadiannya akan secepat ini.
Suara gemercik air keran yang beradu dengan keramik wastafel membuat anak laki-laki Hwang itu terdiam, cukup lama untuk kemudian menyadari bahwa ada beberapa kelopak bunga berwarna putihㅡyang jika tidak dilihat lebih teliti tentu sudah terlewat oleh indera pengelihatannya. Tak selang berapa lama, pangkal tenggorokannya terasa gatal disusul dengan adanya urgensi untuk memuntahkan sesuatu dari dalam tubuhnya.
Dan anak laki-laki Hwang itu terbatuk beberapa kali, cukup keras hingga bisa membuat sudut kedua matanya berair. Sekali lagi, semakin yakin kalau kelopak bunga sakura yang saat ini memenuhi wastafel berasal dari dalam tubuhnya sendiri. Tidak ada reaksi selain begidik ngeri dan kemudian berharap kalau saat ini Hwang Hyunjin tengah berada dalam sebuah mimpi paling buruk di hidupnya. Tapi sesak di dada terasa nyata, sakit di pangkal tenggorokan juga, pun dengan dinginnya air keran yang mengalir melewati dagu.
Menyimpulkan sesuatu bahwa semua yang dialaminya saat ini memang benar nyata adanya.
.
.
Hanahaki Syndㅡ
Hwang Hyunjin sekali lagi menekan tombol 'backspace' pada keyboard komputer, berulang kali sampai dia sendiri tidak tahu sudah berapa lama dia membuang waktu. Jam dinding menunjuk angka satu dan ini tentu sudah lewat dari jam tidur. Lampu kamar sudah dimatikan, yang membuat Hyunjin bertahan hanya cahaya dari layar komputer serta rasa ingin tahu yang menggebu.
Meski anak laki-laki Hwang itu juga tidak tahu apakah keputusannya saat ini sudah benar.
Apa dia masih harus mencari tahu tentang kelainan yang dideritanya atau memutuskan untuk langsung membuat janji dengan dokter? Sialan, dia bahkan tidak tahu harus pergi ke dokter spesialis apa untuk menangani kelainannya ini.
Mungkin juga dia bisa diam, dia bisa diam dan berpikir seolah dia baik-baik saja. Seolah.. tidak ada kelopak-kelopak bunga yang siap meluncur dari mulutnya sewaktu-waktu.
.
.
"Hyunjin!" Jisung berteriak cukup kencang sampai Hyunjin yakin kalau tetangga mereka tidak akan menyukainya. Ini masih pukul enam pagi dan kebanyakan orang masih terlelap di atas kasur dengan penghangat ruangan. "Kan aku udah bilang kalau kamu nunggunya di depan toserba, kenapaㅡ"
"Berisik," sedikit menyalak dan membuat si lawab bicara membulatkan mata dan mulut karena kaget. "Udah yang penting sekarang berangkat." Adalah bukti nyata bahwa Hwang Hyunjin tidak sedang dalam kondisi hati terbaiknya.
Oh, tentu, setelah membuang waktu tidur secara percuma hanya untuk mencari tahu hal yang tidak bisa membuat kondisinya menjadi lebih baik.. apa dia masih bisa hidup dengan tenang? Tentu tidak, tentu saja tidak bagi seorang Hwang Hyunjin. Anak laki-laki Hwang itu hanya merasa bahwa dia sudah tidak punya harapan.
"Hyunjinie belum sarapan?" Jisung sudah berjalan di sebelahnya dengan raut wajah mencebik, kemudian berubah menjadi cerah dalam waktu sepersekian detik ketika matanya menangkap sesuatu. "Oh! Yeji! Hwang Yeji!!"
Sialan, sialan, persetan Han Jisung.
Kemudian mereka bertiga berakhir berjalan bersama menuju sekolah. Ada hal yang membuat Hyunjin benar-benar menyesal karena sudah berteman dengan Jisung selama tujuh belas tahun hidupnya. Han Jisung adalah tipikal anak berisik yang membuat guru kewalahan karena tingkahnya yang terkadang sulit diatur, meski tidak ada masalah dengan nilai-nilai di rapor. Sedangkan Hwang Hyunjin.. mereka bilang Hwang Hyunjin adalah anak yang pendiam dan berkebalikan dengan Jisung. Jisung seperti sebuah matahari besar yang memancarkan energi positif untuk orang-orang di sekitarnya dan Hyunjin hanya sebuah bintang kecil yang kedapatan pancaran energi positif dari Jisung setiap harinya.
YOU ARE READING
what if;
Fanfictiontentang bagaimana jika yang diyakini hwang hyunjin tidak akan mungkin terjadi.