Ya, namanya ternyata Melodi. Senandung Melodi Jayabagja. Nama yang nyentrik bukan? Sama nyentriknya dengan namaku. Mungkin orangtua kami memiliki selera yang sama-sama aneh dalam hal memberi nama anaknya. Nama Senandung Melodi sendiri merupakan hasil pemberian ibu melodi yang merupakan seorang guru musik. Sedangkan Jayabagja merupakan nama depan ayahnya yang merupakan seorang dokter bedah terkenal di salah satu rumah sakit paling bonafid di kota ini.
Aku mendapatkan informasi tentang melodi dari Vidi. Saat kelas X Vidi pernah satu kelas dengan Melodi, jadi dia sedikit banyak tau tentang melodi. Kini Vidi sudah resmi naik pangkat dari teman baikku menjadi informanku. Tentu saja dengan upah yang tak cuma-Cuma. Traktiran semangkuk bakso Saudara untuk membuka mulutnya. Apapun asalkan aku bisa mendapatkan melodi.
Menurut Vidi, Melodi itu tipe gadis yang pendiam dan sulit bergaul. Bahkan dengan teman sekelasnyapun dia jarang sekali ngobrol ataupun ngumpul bareng. Anaknya sangat tertutup, dan satu-satunya teman dekat yang dia miliki hanyalah Rania.
"Sebenarnya Odi itu anak yang menyenangkan.Dulu gue sering curhat ke dia masalah perempuan, dan anaknya enak di ajak tukar pikiran kok. Cuma karena dia dekat dengan Rania, orang-orang jadi gak notice dia sama sekali."
Rania yang dibicarakan Rania itu adalah Rania si gadis populer dari kelas XI IPA 5. Rania termasuk jajaran Siswa yang mempunyai wajah dan postur tubuh yang tak kalah jika dibandingkan dengan para pemain FTV. Selain itu Rania juga aktif di Organisasi macam Osis dan ekskul Cheers. Dia juga sering mendapatkan peringkat di kelasnya. Mungkin dia adalah tipe wanita yang akan dikejar-kejar banyak lelaki. Tapi tidak denganku. Memang gosipnya Rania menyukaiku. Bahkan saat kelas X dia sering datang ke kelas untuk sekedar menanyakan ini itu. Tapi aku tak pernah benar-benar serius menggubrisnya.
"Gue pernah sekali kerja kelompok fisika bareng dia," Vidi melanjutkan ceritanya." Dia itu pinter banget. Semua kerjaan kelompok kita dia kerjain dengan sempurna. Padahal itu soal susah banget. Anehnya, justru dia gak pernah ranking di kelas."
" kok bisa?" tanyaku penasaran.
" Itulah yang jadi misteri. Hasil ulangannya gak pernah bagus. Dia juga jarang ngerjain PR. Padahal kalau lo lihat buku paketnya, semua soal yang ada disana dia isi, dan semua jawabannya benar. Kayak sengaja gitu pura-pura bodoh."
"Lalu sejak kapan dia temenan dengan Rania?" tanyaku.
Vidi mengambil potongan terakhir bakso yang ada dimangkuknya dan mengunyahnya terburu-buru. " Dari awal masuk SMA. Rania sama Odi itu satu SMP dulunya."
Aku menghabiskan sisa minumanku di dalam gelas. Kemudian mulai membereskan barangku yang berserakan di atas meja. " Thanks ya Vid infonya. Kapan-kapan gue traktir bagusan deh"
"Siap. Santai aja,man. Tapi gue bing kenapa tiba-tiba lo penasaran sama si Odi, Sa?"
Aku hanya tersenyum, kemudian membisikan satu kalimat ke telinga Vidi.
"Cinta."
***
Vidi memberikan no kontak dan alamat rumah Melodi Padaku. Rumah Melodi itu berada di pinggir kota dan karena itulah dia selalu datang paling awal ke sekolah. Pantas saja aku tak pernah bertemu dengannya. Jadwal kami tak singkron. Saat dia sudah sampai sekolah, aku baru akan mandi di rumah. Saat jadwal dia pulang, aku sudah pulang dua jam pelajaran sebelumnya. Heheheh.
Berbekal alamat yang diberikan Vidi, aku mengemudikan motorku menuju rumah Melodi. Memang benar, rumahnya sangat jauh dari pusat kota. Butuh sekitar 30 menit untuk mencapai rumahnya dengan motor.
Begitu sampai di tempat tujuan, aku memarkir motorku di bawah pohon tepat depan rumah Melodi. Rumah itu terlihat sangat asri. Tipe rumah jaman belanda. Ukuran rumahnya tidak terlalu besar, namun halamannya cukup luas untuk bermain bola dan ditanami berbagai macam bunga dan tanaman hidroponik. Benar-benar rumah yang nyaman untuk ditinggali.
Mataku terfokus pada satu ruangan yang kini jendelanya terbuka. Di dalam ruangan itu terlihat melodi sedang duduk di meja belajarnya dengan sebuah headset menempel di telinganya. Rambut pendek sebahunya dibiarkan tergerai dengan poni yang sengaja ia ikat menyerupai bakpao. Ia mengenakan kaus hitam bergambar einstein dengan celana jeans sepaha. Kedua kakinya ia lipat di atas kursi.Seluruh fokusnya ada pada layar laptop di depannya, sama sekali tak menyadari ada yang memperhatikannya.
Dan aku dibawah pohon itu, berdiri dengan mata yang tak pernah teralihkan. Pemandangan ini tak pernah membuatku bosan. Selama setengah jam itu aku masuk ke dalam dimensi lain yang bernama melodi. Terkadang ia tertawa terbahak-bahak. Terkadang dia menangis. Dan terkadang ia berteriak menahan emosi. Seperti ia yang tenggelam dalam adegan yang entah apa yang dia tonton, akupun tenggelam dalam perasaan suka ini.
Kemudian sebuah suara dari lantai 1 terdengar dan membuyarkan lamunanku.
" Teteeeeeh, nontonnya udahan. Sini bantu Bunda masak."" Iya Bun, nanggung. Bentar lagi, nanggung bersambung episodenya."
" Cepet teh, sekalian tutup jendelanya. Banyak nyamuk yang masuk."
"Iyaaa bun."
Dan kemudian gadis itu mendekati jendela. Saat itu aku bersumpah mata kami berpandangan. Namun buru-buru kusembunyikan badanku di balik pohon. Entah ia mengenaliku atau tidak. Untuk beberapa detik matanya mencari-cari sosokku yang ada di balik pohon. Namun suara dari dapur kembali terdengar. Beberapa saat kemudian, dia pun menutup pintu jendelanya.
***
Malam itu, di bawah langit yang bulannya malu-malu menampakkan wajahnya. Malam itu, di balkon kamarku, ditemani segelas kopi hitam dan roti bakar, kuberanikan diri untuk mengirimkan pesan pertamaku untuk si gadis gunung es.
To: Melodi is gunung es
" Selamat malam melodi."unread
"Terima kasih untuk rotinya,ya." unread
"Semoga mimpi indah." unread
***
YOU ARE READING
Melodi Tanpa Aksara
RomanceSuatu pagi, seorang gadis memberi ku sepotong roti. Saat itu aku tahu aku telah jatuh cinta padanya.