PART 1

36 2 3
                                    


Aku Dira, mahasiswi semester 3 yang berkuliah di Univeritas Negeri dan mengambil jurusan ekonomi. Kuliahku terbilang biasa saja, sama seperti anak kuliahan lainnya yang hari-harinya dipadati kuliah, nugas, main, dan tidur. Aku mahasiswi yang tidak terlalu mencolok di kampus, aku tidak mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dan juga aku tidak terlalu pintar hingga tidak menojol saat pelajaran. Aku mempunyai satu teman yang juga biasa saja, namanya Sita.

"Setidaknya udah di kampus dan menurut gue gak masalah dosennya masuk atau enggak" kata gue ke Sita

Hari ini kami datang kepagian, jadi kelas masih sepi dan gosipnya Pak Adi gak masuk karena istrinya ngelahirin. Tapi ternyata gossip itu salah, karena beberapa detik yang lalu setelah gua mingkem, Pak Adi masuk dengan mendendangkan alunan nada dari bibirnya.

"Selamat pagi! Kenapa masih sepi? Apa saya kepagian?" tanyanya

"Pagi, Pak. Ini masih jam 7 kurang 15, Pak. Dan biasanya kita masuk jam setengah 8." Jawab seseorang dibelakangku, kalian tidak perlu tau namanya karena kita tidak akan membahas orang ini lebih dalam dan dia juga hanya mempunyai dialog disini.

"Oo baiklah. Saya akan tunggu kawan-kawan kalian yang belum datang sampai jam setengah 8. Ini masih sepi sekali, setengahnya pun belum ada." Tegas Pak Adi.

Kami pun mengobrol dengan teman masing-masing sampai waktu menunjukkan pukul setengah 8. Lalu, kami memulai pelajaran Pak Adi. Mata kuliah ini bernama Ekonomi Pembangunan Indonesia yang materinya lumayan berat, kebanyakan menganalisis apa yang terjadi pada ekonomi Indonesia. Saat sudah tiga puluh menit berlangsung, Pak Adi mengumumkan bahwa jam pembelajaran sudah selesai, kami pun kaget karena tak biasanya Pak Adi menyelesaikan jamnya secepat ini. Tapi, kami tidak bersenang hati, karena Pak Adi memberikan tugas yang lumayan banyak dan namun cukup mudah serta tugas itu berkelompok. Walau dalam satu kelompok hanya berisi dua orang mahasiswa dan itu pun tidak bisa memilih karena berdasarkan absensi yang ada. Dan aku berkelompok dengan seorang lelaki yang tidak lain adalah, dia.

Aku pun merasa tak enak berkelompok dengan dia, sebab lelaki ini anak yang hedon, yah begitu menurut penuturan teman-temanku dan pastinya dari penglihatanku. Belum selesai aku memikirkan bagaimana kelanjutan nasib tugasku, dia menghampiriku dan berkata "Ayo kerjain sekarang! Ntar kalo ditunda, gue jadi males."

Sita menyikutku dan langsung aku jawab dengan kelabakan antara kaget dan yah kagum karena dia orangnya gercep juga "O oke."

Aku meninggalkan Sita di kelas dan mengikuti dia ke arah perpustakaan fakultas. Dia mengambil kursi di pojok belakang. Perpustakaan kami bebas membawa makanan dan minuman, asalkan sampahnya harus dibersihkan. Dia mengeluarkan makanan dan minuman dari dalam tasnya. Aku heran dan kembali membatin, buat apa dia sedia banyak makanan dan minuman di tasnya? Dia kan anak gaul, apa gak malu tuh?

"Kenapa bengong? Ayo kerjain! Gue liat tadi lo bawa netbook kan?" dia menegur membuyarkan lamunanku.

"Eh iya.." jawabku sembari mengeluarkan netbook dari dalam tasku. Aku terbiasanya membawa netbook, karena jika waktu senggang aku memilih duduk diperpus menulis novel atau sekedar mendownload drama Korea karena aku adalah maniak drama Korea.

Kami mulai membrowsing pokok-pokok dari tugas kami. Dia memakai tabnya dan juga terkadang berjalan mencari buku yang menunjang tugas kami. Begitu pokok-pokoknya sudah dapat, kami mulai bertukar pikiran untuk tugas kami agar menjadi lebih baik. Gak aku sangka dia begitu pintar dan kritis. Ketika dia berbicara aku hanya memandangnya takjub dan..... "Hey! Lo kok malah liatin gua. Ketik dong!" bentaknya pelan.

"Eh, iya. Maaf." Dan disitu diriku merasa sangat malu karena terpergok memandangi dia.

"Sekalian makan nih, minum. Kasian amat dianggurin." Tawarnya dan sedikit bercanda.

"Iya, makasih." Jawabku sembari mengambil air minum yang ada di depanku dan meminumnya. Di hadapannya aku yang memang cerewet hanya pada teman dekat, menjadi makin pendiam karena merasa tak pantas berbicara dengan lelaki seglamour dia.

Sejam lebih kami mengerjakan tugas, dan dia tidak sejutek yang aku pikirkan. Terkadang dia bercanda untuk menghilangkan ketegangan diantara kami. Aku pun mulai bisa akrab dan mulai berbicara banyak kepadanya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang dengan tugas yang sudah selesai kami kerjakan.

Hari ini cuma ada satu mata kuliah, dan selesai tugas aku berencana pulang ke kosan karena capek. Saat membereskan netbook, pulpen, buku dan membersihkan meja yang kami pakai. Dia menawariku tebengan "Lo ngekos belakang kampus kan? Yuk pulang bareng gue."

"Eh gak usah gak apa-apa." Tolakku, yakaliiiii mau bareng dia. Apa kata orang coba.

"Ih. Rejeki di tolak. Aneh sih jadi manusia!" dia meledekku. "Ayok! Gue ini gak basa-basi." Paksanya

"Hem. Iya deh." Aku mengiyakan.

Setelah meja bersih, kemudian kami berjalan menuju mobilnya yang diparkir tepat belakang perpustakaan. Dia membukakan pintu untukku. Astaga, aku meleleh dibuatnya. Begitu masuk mobil dia klarifikasi "Gue biasa bukain pintu buat cewek, jangan GR ya."

"Hahaha iya. Siapa juga yang GR." Bohongku. Sialan ini lelaki, jahat amat omongannya.

"Makasih ya." Ucap gua begitu turun mobil yang lagi-lagi pintunya dibukakan oleh dia.

"Sip. Gua balik ya. Ntar gua aja yang ngeprint."

"Oke" jawabku dan mobilnya berlalu.

Begitu masuk kamar, aku langsung berbaring dan memikirkannya. Ah, kenapa dia harus bergabung dengan kawan-kawannya yang hedon itu sih. Padahal kalau lagi misah, dia beda banget. Dan tanpa sadar aku tersenyum memikirkannya.

Waktu cepat berlalu, dan aku berpikir mungkin di kampus dia akan lebih ramah padaku. Akupun mulai menantikannya di kelas, begitu dia datang aku tersenyum kepadanya dan dia hanya memalingkan wajah tanpa membalas senyumku serta langsung menuju ke grombolannya di belakang.

Jujur aku kecewa, tapi ya begitulah dia dengan yang selama ini aku ketahui, CUEK DAN JUTEK.


~BERSAMBUNG...........................................................................................................................

Nyanyian PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang