Rajni tidak pernah tahu bahwa selama usianya menginjak 19 tahun, malam ini menjadi malam paling menakutkan yang pernah ia alami. Kakinya ingin berlari, mengabaikan heels sepuluh centimeter yang terpasang indah di kakinya yang terlihat semakin jenjang. Ia tidak peduli. Ia hanya ingin keluar dari tempat gemerlap dengan lampu warna-warni bercahaya minim. Meski di lantai dansa orang-orang diatas usianya meliuk-liukan badannya mengikuti alunan musik yang di mainkan disk jockey terkenal tidak membuat Rajni betah berlama-lama.
Ia merasa malu pada dirinya sendiri, pada keluarga juga pada Tuhan. Tapi sisi lain dari dirinya berkata tidak ada jalan lain selain mengambil kesempatan yang ada. Meski ia tak ingin.
Tuhan, aku tidak ingin disini.
“nona kontes!” semua wanita berpakaian minim berdiri dari duduknya, berjajar rapi berjalan menuju ruang yang sudah di siapkan.
Rajni berada di barisan paling belakang, tidak tertarik juga takut. Sampai ruangan bertuliskan kanji yang tidak Rajni tahu artinya di buka oleh Bunda, mempersilahkan mereka masuk.
“yang baru harus masuk!” terdengar pelan namun tegas, Rajni meneguk salivanya susah. Di dalam sana sudah ada beberapa lekaki sebaya dengan guru sekolah menengah atasnya yang menatap mereka bak singa kelaparan. Mereka berjajar bak miss universe yang akan di pilih juri. Kegugupan menjalar hebat hingga bunda mengintrupsi mereka.
“malam..”
“malam..” jawab mereka serempak dengan suara yang terdengar di buat sehalus mungkin.
“perkenalkan nona.”
Satu persatu mulai memperkenalkan diri.
Ajeng.
Bee.
Cia.
Giliran Rajni, namun ia terdiam cukup lama. “Jani.” itu suara bunda, membuatnya terkejap menatap bingung. Tapi tidak berlangsung lama.
Setelah semua memperkenalkan diri,kini mereka harus tersenyum dan membuat gestur tubuh semenarik mungkin. Agar menjadi yang terpilih.
Satu persatu memilih, membuat jantung Rajni bergetar hebat. Ini bukan getaran cinta, ini sebuah ketakutan.
Rajni menghela nafas lega, ia tidak terpilih dan ia senang akan itu.
Mereka kembali ke ruang tunggu, saling bercerita dengan bahasa kasar yang akan sirna di depan tamu.
“nona kontes!” kembali seperti sebelumnya, kini Rajni tahu jika nama-nama yang di perkenalkan bukan nama asli. Itu hanya agar nama mereka terkenal, dan Jani adalah namanya di tempat gelap ini.
Selamatkan aku Tuhan.
Selalu dengan doa yang sama. Pintanya dengan hati berdebar, tidak berkurang meski ini sudah kontes ke empat kali.
Kali ini berbeda, ruangan itu sedikit besar dengan tiga sofa yang muat untuk enam orang masing-masingnya. Disana duduk tiga pria dengan wajah asing, bukan khas indonesia. Hingga terdengar pembicaraan dengan bahasa jepang.
Jantung Rajni semakin berdebar, teman se-kontesnya pernah bilang bahwa orang Jepang menyukai perempuan dengan tinggi yang imut dan postur tubuh yang ramping saat meyakinkan Rajni jika malam ini Rajni pasti akan mendapat orderan. Dan saat ini Rajni hanya tidak ingin apa yang di ucapkan teman wanitanya itu terbukti.
Perkenalan diri dimulai, diawali dengan sapaan khas Jepang.
Andin.
Mala.
Karin.
“Jani.”
Nira.
Dara.
Manda.
Dinda.
“you can choose now, mr.” ucap bunda.
“blue night.” terhalang dua orang dari Tisya terpilih, langsung disambut pelukan oleh tamu jepang yang duduk di sofa tengah.
“you, mr?”
“gold.” Rajni sangat sadar jika hanya ia satu-satunya nona yang memakai dress pendek tanpa lengan hanya sebatas setengah paha berwarna emas berkilauan.
• • •
Bandung, 01 Mei 2018.
Happy may day!
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR
RomanceTakdir(n)sebuah ketetapan. Permainan semesta juga campur tangan Tuhan.