Merah dan Jingga

41 2 0
                                    

Merah. Gadis bertubuh jangkung itu sekali lagi memejamkan matanya. Mencoba menenangkan kekalutannya. Sebisa mungkin ia menjaga air mukanya agar terlihat biasa saja. Ini semua gara-gara kawan-kawannya. Hampir saja satu rahasia kecilnya terbongkar sia-sia. Ya, sia-sia karena luka itu sudah kering. Kisah itu sudah usang. Segala tentang laki-laki iti sudah basi. Dan Ia sudah cukup belajar dari semua liku hati yang tak bisa Ia kendali kala itu.

"haha iyalah lo kan jahat, " gadis itu tertawa renyah. Menutupi kegugupannya saat nama laki-laki itu terucap dari salah satu temannya. Hampir saja. Fikirnya.

"gue jahat apaan sih? Kok semua bilang jahattt, " gadis dengan senyum manis itu memasang wajah melas. Jingga.

"Jahat suka ngerebut," celetuk Hijau, gadis bertubuh mungil namun cukup berisi. Membuat si gadis jangkung dengan gemas memberikan pelototan peringatan. Biarlah rahasia kecilnya terjaga dari teman baiknya.

"Ya, kan lo tadi ngambil gelas dia, terus pake sendal gue juga ga ijin" gadis jangkung itu bersyukur salah satu temannya yang lain, Ungu cukup waras untuk mengakhiri situasi menegangkan ini.

"Tenang, tenang," Merah memperhatikan Biru, yang rupanya diam-diam mencuri dengar sedari tadi. "Ga ada orang jahat di dunia ini, yang ada tuh orang yang terjebak pada situasi dan kondisi yang salah, " katanya sok bijak memandang Merah dan Jingga bergantian. Dan kemudian mereka kembali tertawa bersama.

Merah tertegun, mungkin bagi biru itu adalah salah satu dari berbagai seloroh yang sering muncul tiba-tiba dari otaknya. Tapi bagi Merah, kalimat itu penuh makna. Baginya Jingga bukanlah si antagonis, meskipun kehadiran dia di lembar kisahnya memberikan luka. Jingga bahkan tidak tahu hati Merah terluka. Dan merah pula lah yang membiarkan itu menjadi demikian. Menyimpannya. Menyembunyikannya dari Jingga. Meski ia mengenal laki-laki itu lebih dulu, meski ia telah jatuh hati lebih dulu bahkan sebelum Jingga hadir di antara Ia dan laki-laki itu, meski tak hanya sekali-dua kali Ia diam-diam menangis. Merah tahu betul Ia tak bisa menyalahkan Jingga. Terlepas dari luka itu, Jingga tetaplah teman baiknya. Dia tetaplah orang baik.

She is just trapped in a wrong situation and moment. And that's it. Atau justru Merah yang demikian.

Karena pada akhirnya luka itu tak penting lagi. Sembuh dan menjadi satu pembelajaran lain. Bahwa hatinya terlalu lemah, bahwa hati itu terlalu mudah jatuh.

Suatu saat, mungkin Merah akan mengatakannya pada Jingga. Satu rahasia yang Ia simpan dari gadis itu dengan rapat.

EPOCH (Potongan Kisah Ku,  Kamu,  Dan Dia) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang