2 (end)

2.3K 286 17
                                    

Jaehyun POV.

Doyoung hyung benar. Seharusnya, aku lebih tahu diri, untuk meminta kembali. Aku bahkan tak pantas mendapat ucapan maafnya setelah menyakitinya begitu dalam. Menusuknya dengan pisau yang tajam, sehingga luka itu sangat sulit untuk disembuhkan.

Aku benar benar bodoh. Bagaimana bisa, dulu aku menyia nyiakan orang yang mencintaiku dengan tulus. Dan mengkhianatinya begitu saja, hanya karena satu kata.

Bosan.

Aku benci kata itu.

Seharusnya ketika aku merasa bosan padanya, aku bisa menunggu lebih lama hingga rasa bosan itu hilang. Mengapa aku lebih memilih untuk mencari yang baru ketika rasa bosan itu datang.

***

Lagi lagi Doyoung hyung memintaku untuk menunggu, karena kelasnya sedang mendapatkan materi lebih. Bisa kupastikan, jika rencana kami untuk berkencan terpaksa diundur lagi.

Aku benci mengatakan ini. Tapi,

Aku bosan menunggumu Kim Doyoung.

***

Seakan tidak pernah mendengarkanku, Doyoung hyung terus menerus membawakanku bekal makan siang. Padahal aku sudah menyiapkan acara makan siang bersama diluar kampus dan seperti biasa. Rencana itu gagal, karena Kim Doyoung yang dengan egoisnya tidak mau mendengarkan permintaanku.

Aku bosan mengalah, Doyoung hyung.

***

Ini masih jam 6 pagi ketika Doyoung hyung menelponku, dan mengajakku untuk jalan pagi bersama. Jujur, aku ingin sekali marah padanya. Karena aku baru saja bisa tidur jam 3 pagi tadi, karena harus mengetik laporan presentasi.

Akhirnya, aku hanya bisa meminta maaf dan berharap ia akan mengerti.

Entah mengapa, tapi aku sebal mendengar suaranya pagi ini.

***

Aku tidak bisa fokus mengerjakan tugasku karena sejak tadi handphone ku berbunyi. Memunculkan notifikasi dari seseorang bernama Kim Doyoung.

Sepertinya, ia sedang ingin bercerita akan sesuatu. Sayangnya, aku sibuk. Biasanya, jika aku tidak membalas pesannya ia tidak akan marah. Jadi aku memilih untuk mengabaikannya.

Maaf, hyung. Aku sedang tidak ingin mendengar ceritamu.

***

"Jaehyun!"

Ah, suara itu lagi. Walaupun aku merasa jengkel, akhirnya aku membalas panggilannya.

"Ne, hyung?"

"Kau harus membantuku." Pintanya sambil menarik narik lenganku.

Tak bisakah, ia melihat jika aku sendiri sedang sibuk dengan proposal acara nanti?

"Wae-yo?" Tanyaku sambil menahan rasa kesal.

"Pintu kamarku rusak, engselnya bergoyang." Adunya dengan nada merajuk.

Ya Tuhan, tidak bisakah ia meminta kakaknya atau Jungwoo yang rumahnya berada tepat disebelah pagarnya? Mengapa harus aku?

"Araseo. Aku akan memperbaikinya." Akhirnya aku memilih mengalah, dan meninggalkan tugasku sejenak.

Tak bisakah, kau menyelesaikan masalahmu sendiri?

***

"J-jae." Lagi, dia menelponku lagi, tepat ketika aku baru akan memejamkan mata.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang