konstruk

8 0 0
                                    

"Scan, dari tadi aku perhatiin kamu diem terus, kamu kenapa?" Tanya Azkiya.

"Aku hanya lelah saja, kurang tidur sepertinya." jawab Scania sambil meletakkan tas genggamnya di atas nakas kemudian berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap untuk tidur.

Azkiya pratiwi adalah sahabat Scania sejak dia masih kuliah strata satu di negeri tercinta. Dari sekian ribu mahasiswa di kampusnya dulu, hanya Azkiya yang mampu berada di samping kecuekan Scania. Sosoknya yang penyabar, cerdas dan juga anggun tak membuat nya untuk berpaling dari ke anehan Scania, mulai dari sikap dinginnya Scania kepada orang yang tak akrab dengannya bahkan sering menyendiri, hingga persahabatan itu tetap bertahan saat Scania melanjutkan gelar masternya di Eropa. Namun untuk menempuh gelar master tak diikuti oleh Azkiya. Azkiya memilih untuk bekerja dan mengabdikan ilmunya pada sebuah lembaga sosial di daerah Jakarta. Dan sekarang Scania numpang menginap di apartemennya untuk menghabiskan masa libur kuliahnya.

"Scan, beneran gak ada apa-apa kan?" Tanya Azkia kembali setelah melihat Scan sudah masuk ke kamarnya.

"Iam okay, Kia. Apakah aku terlihat ada masalah? Jika iya, mungkin itu Cuma perasaan kamu saja. "Kata Scania dengan kedua tangannya menangkup pada kedua pipi Azkia.
Namun bukan Azkia namanya kalau dia tak tahu yang sahabatnya ada masalah. Karena dibalik kata tidak apa-apanya Scan, biasanya dia sebenernya justru mencoba menutupi masalahnya.

"Aku mengenalmu bukan lima jam yang lalu Scan, dan aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan." Ungkap Kia masih dengan rasa khawatir terhadap sahabatnya, dan Scania hanya diam, dia memilih berbaring diatas kasur dan disamping Azkia.

"Kamu diam bukan karena kamu baru saja melihat Ahmed bersama perempuan waktu kita dinner tadi kan?" Tanya Azkia.

"Ah,,, entahlah. Jangan pernah membahas tentang laki-laki dihadapanku. Benar-benar muak rasanya." Scania bangkit dari tidurnya dan duduk di sofa dekat tempat tidur sambil menggenggam ponselnya. Sedangkan Azkia masih tetap duduk di atas tempat tidur dengan posisi ternyamannya.

"Sudah ku duga. Kamu diam pasti karena masalah ini.ungkap Azkia. Apa kamu tak ingin mencoba klarifikasi sama Ahmed, siapa perempuan itu?."

"Hai. Buat apa aku klarifikasi hal yang tak penting seperti ini. Terserah dia mau jalan sama dengan siapa aja, toh dari awal aku juga tahu bahwa aku bukan kriteria dia. Aku pun juga tak pernah memberi jawaban jelas karena aku merasa belum siap untuk serius berkomitmen." Jelas Scania.

"Tapi aku merasa dari awal kamu cocok sama Ahmed." Sanggah Azkia.

"Cocok katamu? Aku kan udah bilang, aku bukan kriterianya. Percuma saja kamu dan teman-teman yang lain mencoba menjodohkan aku dengan laki-laki yang menurut kalian baik untukku. Toh juga yang mereka cari cewek yang berambut lurus, berhidung mancung, berkulit putih bersih. Dan kamu lihat dandananku, mirip emak-emak yang mau berangkat pengajian." kata Scania dengan nada agak tinggi.

"oke, kalaupun Ahmed lebih memilih wanita itu. Aku setuju dengan pendapatmu, mungkin kriterianya Ahmed memang seperti itu dan jauh dari ekspetasi kita." Jawab Azkia, "tapi, sampai kapan kamu mengkonstruk konsep dirimu terus seperti itu?".

"Aku juga tak tau kia, memang kenyataannya seperti itu. Mana ada yang mau jalan bahkan menikah dengan cewek dandanan ala ibu-ibu pengajian. Sudah lah, aku ingin tidur." Scania merebahkan diri di atas sofa dan memejamkan mata, meskipun sebenarnya dia tidak terlelap. Di otaknya terus terputar memori saat dia dinner bersama Azkia dan bertemu dengan Ahmed sedang bergandengan dengan perempuan berbaju biru dengan rambut terurai cantik. Rasanya mustahil jika perempuan itu hanya sekedar saudara atau sahabatnya. Dari cara berbicara dan jalannya, sudah sangat bisa di tebak kalau perempuan itu adalah kekasihnya.

Senyum Scania mengembang, melihat Ahmed dan kekasihnya. Dia hanya mencoba tetap berkhusnudzon kalau Allah sedang mengungkap tabir sosok laki-laki yang menurut-Nya itu bukan pilihan terbaik untuk Scania. Karena yang ia minta pada Allah, adalah sosok lelaki yang sholeh, yang bisa menjaga pandangannya pada yang bukan mahromnya. bukan pria yang suka menggandeng tangan yang bukan selain mahromnya.

"Andai saja aku ditakdirkan sebagai seorang laki-laki. Aku yang akan setia menunggumu meraih cita-citamu. Hanya orang bodoh yang menyia-nyiakan seorang penjaga ayat suci dan perempuan hebat sepertimu, tanpa memandang background mu." Azkia masih terus saja mengumpat hingga ia tertidur.

Dan hanya Raef yang bisa menerimaku apa adanya seperti semua umpatanmu, kia. Scania tersenyum melihat sahabatnya sudah terlelap. Lagi-lagi ia merasa tak ada laki-laki yang lebih baik dari Raef. Hingga ia membayangkan awal perjumpaannya dengan lelaki itu dan akhirnya Scania ikut terlelap dalam bayangan hangat yang menyelimuti malamnya.

shadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang