Pilihan

13 2 1
                                    

Kukkuruyuukkk

Hari sudah pagi lagi. Bumi telah berotasi hingga kembali menghadap matahari, walaupun belum sepenuhnya sinar mentari itu menelusup melalui celah-celah awan.

"Naraa... Bangun, nak. Sudah siang nih. Ayo sarapan" ayah memanggil Nara dari lantai bawah.

Nara yang mendengar panggilan ayah langsung meloncat dari tempat tidurnya. Ia terkejut. Matanya melotot, mulutnya menganga lebar. Andai saja dikamar Nara ada tonggeret dan tonggeret senang masuk ke mulut manusia, pastilah binatang itu sudah masuk dari tadi.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.30.  Ini kali pertamanya selama memasuki SMA Nara bangun kesiangan. Jarak dari rumah Nara ke sekolah menggunakan kendaraan mencapai satu jam. Belum lagi ditambah waktu Nara bersiap-siap. Memang sekolah Nara masuknya jam 7.30 mengingat sekolah itu merupakan satu-satunya SMA negeri terdekat bagi anak-anak desa. Tapi tetap saja akan terlambat.

Nara berlari menuruni tangga dengan panik.

"Ayah, ayah. Bagaimana ini?? Nara terlambat, yah.." Nara berbicara pada ayah yang sedang sarapan dimeja makan dengan santainya. Sedangkan Nara berdiri di tangga dengan rambut berantakan.

"Loh, kok??" ayah langsung menghadap Nara.

"Ayah santai sekali sih? Yah, aku terlambat. Ayah kenapa nggak bangunin aku tadi subuh?? Aduh, yahhh. Aku harus bagaimana???" Nara meloncat-loncat ditangga seperti anak kecil. Ia benar-benar panik.

"Ayah sudah bangunin kamu tadi. Tapi kamu bilang kamu libur, nak."

Ya, tadi ayah membangunkan Nara ketika adzan subuh. Tapi Nara mengatakan kepada ayah bahwa ia libur.

"Hah?? Masa sih, yah? Aku nggak ada kebangun kok tadi subuh. Gimana aku bisa ngomong sama ayah?"

"Pasti kamu mengigau tadi. Ah. Kamu ini bagaimana sih, Nar? Bisa-bisanya mengigau seperti itu. Lihat sekarang siapa yang rugi." ayah mengomel.

"Ayah, seharusnya tadi ayah tarik saja aku. Ayah juga, kenapa nggak lihat kalender dulu tadi."

"Ayah nggak kepikiran, Nar. Ayah langsung percaya saja sama kamu. Lagian Egit sama Laras juga nggak ada jemput kamu tadi. Jadi ayah pikir kamu beneran libur."

"Aaaaaaaaaa" Nara berlari lagi menaiki tangga sambil berteriak kesal.

"Eh, ehh. Jangan teriak-teriak begitu. Kamu itu anak cewek, lho."

Nara mengunci kamarnya. Ia benar-benar kesal dengan dirinya. Bagaimana bisa dia kesiangan seperti ini?! Ah, ini semua gara-gara otaknya yang memikirkan tentang rasanya kepada Egit. Tentang kejadian kemarin, ketika ia merasakan rasa sesak yang 'lebay' saat melihat Egit dan Laras begitu dekat. Semuanya mengarah pada dirinya dan rasanya yang egois.

Persetan sekali pemikiran yang merasuki otaknya itu hingga membuat dia bangun kesiangan, melewati pelajaran hari ini.

Egit dan Laras mengatakan bahwa hari ini mereka tidak menjemput Nara. Dalam artian, mereka berangkat sendiri-sendiri. Egit ada keperluan sehingga pergi pagi-pagi sekali dan Laras berangkat bersama bapak dan ibunya pagi-pagi juga karena ingin kerumah nenek terlebih dahulu.

Yasudahlah...
Tidak ada lagi yang perlu disesalkan. Buah apel yang sudah digigit tak dapat dibuat utuh. Lebih baik pikirkan lagi cara menjernihkan otak dari Egit.

Ck, nama itu membuat Nara bingung dengan hatinya sendiri.

*****

Setelah mandi dan merutuki dirinya sendiri, Nara berjalan-jalan diluar rumah. Mengitari kebun teh yang menciptakan kehijauan sejauh mata memandang. Para pemetik daun teh telah ramai disana. Nara memetik satu pucuk teh yang masih sedikit basah karena embun.

U N V E R E I N TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang