chapter 1

626 39 0
                                    

CHAPTER 1

Hidup bisa terasa indah dan buruk tergantung dari mereka yang menciptakannya sendiri. Bagi yang menginginkan untuk bisa menikmati hidup maka ia akan merasa nikmat dan merasakan kebahagiaannya. Dan sebaliknya. Silakan memilih untuk memilih yang mana.

Pagi ini jeonghan bangun seperti biasanya. Ia keluar dari kamarnya. Namun terasa sangat sepi pagi itu. Sepertinya ayahnya masih tidur. Jeonghan segera mandi dan membuat sarapan untuk mereka berdua atau bertiga. Entah sang kakak pulang ke rumah atau tidak malam ini. Sepertinya tidak pulang. Karena biasanya jika ia pulang maka ia akan tertidur di sofa ruang tengah. Entah karena malas tidur di kamar atau sudah tak sadar lagi. saudara laki lakinya biasa pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sudah berapa kali ayahnya memarahi namun tetap tak pernah berubah. Malah sekarang jadi sering tak pulang ke rumah.

Berbeda sekali jika dibandingkan dengan jeonghan. Ia tak pernah keluyuran sembarangan kecuali jika mata kuliahnya yang mengaharuskannya untuk pulang melebihi jam makan malam maka ia akan pulang pada malam hari.

"masak apa ya pagi ini? hhm nasi goreng kayaknya tak buruk." Jeonghan bermonolog sendiri di dapur sambil menyiapkan kompor dan bahan-bahan membuat nasi goreng kesukaannya.

Jeonghan memang menjadi koki di rumahnya. Sejak ia masih kecil ia sudah belajar memasak bersama ayahnya. Benar karena ia hidup bertiga tanpa ibunya. Orang tua jeonghan bercerai sejak 8 tahun yang lalu tepatnya saat ia berusia 10 tahun dan hyungnya masih 15 tahun waktu itu.

Jeonghan masih ingat pada saat itu ia menangis tersedu-sedu saat ibunya pergi membawa koper keluar dari rumah setelah bertengkar hebat dengan ayahnya. Ibunya pergi tanpa menghiraukan tangisan keras jeonghan yang terus memanggil ibu saat itu.

Flashback

Prang!

Bunyi lemparan gelas yang terpecah di lempar kedinding dengan sengaja oleh salah satu orang tua jeonghan. Jeonghan yang berada di kamarnya hanya diam. Ia ketakutan sambil menangis.

Orang tuanya bertengkar lagi untuk kesekian kalinya. Namun kali ini sepertinya pertengkaran yang paling besar. Entah sudah berapa banyak benda yang terlempar karena menjadi korban pelampiasan antara keduanya.

" kau memang istri yang tak tau diri. Aku menyesal menikah denganmu belasan tahun ini."

" apa maksudmu HAH bicara seperti itu kepadaku. Harusnya aku yang menyesal sudah mau meneruskan pernikahan berengsek seperti ini.." teriak ibu jeonghan.

" apa kau bilang! Kau harusnya sadar. Kau yang selalu membuatku marah. Kau yang sudah berkali-kali tak mendengarku. Aku tidak suka kau terlalu dekat dengan atasanmu itu."

" hah, kau selalu menuduhku yang tidak-tidak. Harusnya kau yang sadar kalau selama ini kau tak bisa membahagiakan aku. Aku bosan hidup seperti ini."

" oh jadi benar kau sudah bosan hidup bersamaku. Baiklah sekarang kau pilih mau hidup bersamaku atau pergi dengan orang kaya itu. aku tak melarangmu lagi."

" a-aku ingin kita bercerai".

" terserah kau saja aku tak peduli. Tapi satu hal yang perlu kau ingat kedua anak kita akan tetap tinggal bersamaku."

" tidak... kau tidak adil." Tolak ibu jeonghan menahan tangis.

" terserah. Yang penting itulah keputusanku. Karena aku masih bisa membiayai mereka dengan jerih payahku sendiri."

" ku mohon.. jeonghan masih kecil setidaknya kau izinkan ia ikut bersamaku." Tuntut sang istri.

" aku tidak setuju. Kau harus terima itu." kukuh sang suami.

Boy's Falling in LoveWhere stories live. Discover now