Prolog

18 3 0
                                    

Prolog
9 tahun yang lalu...
Setiap tahun Sma Negeri 11 Kota Jambi akan mengadakan pentas seni yang bertemakan hal beragam ide dari anggota OSIS mereka, begitu pula tahun ini tema pentas seni bertajuk cinta Indonesia dimana semua perwakilan stand kelas akan menggunakan pakaian adat masing-masing daerah asal atau membuat dekorasi semenarik mungkin untuk tempat jualan mereka.

Namun untuk tahun ini Nana Alfarisi, siswa perempuan dari kelas 12 semester 1 Ipa 1 tersebut malah gugup bukan kepalang. Ia tak pernah malu jika tertawa keras di depan teman-temannya, ia juga tak pernah sungkan menyapa orang asing di tengah jalan namun karena nazarnya sendiri dan hati yang tidak bisa hasratnya dibendung lagi ia harus melakukan hal ini!

‘ddrrrttt drrrtt.’ Ponsel kekinian di jaman tersebut bergetar agaknya tiga kali, membuat Nana terpaksa menjawab panggilannya.

“Waalaikum salam Mak, apa lagi?” tersirat nada lelah dalam pertanyaannya.

“Iya Mak aku bakal pindah secepatnya, aku juga nggak mau bikin kalian khawatir terus soal keadaanku disini. Iya Mak, iya udah dulu yah aku mau nampil pensi bentar lagi. Assalamualaikum.” Nana akan pindah begitulah kiranua percakapan lewat telepon yang ia dan Ibunya ucapkan sejak tadi. Perempuan itu semakin memantapkan langkahnya menuju ruang OSIS.
**

“Masih kesel aku Fan sama kepala sekolah ihh!! Kesel!! Tahun kemaren jadi anggota OSIS juga nggak pernah tuh mereka nuntut kita pakek seragam putih abu-abu gini. Ihh kesel aku!!” suara cempreng Gusnandar, remaja setengah tulen yang hobinya menggoda siswa tampan sekolah itu menggema untuk kesekian kalinya di ruang OSIS. Erfan remaja mengedikkan bahunya acuh sembari sibuk menekan tombol kontrol pada gameboy nya.

“Udahlah Gus, mungkin saking spesialnya tangan kanan guru kayak kita mankanya Ibu Era nyuruh pakek baju abu-abu. Aku sih nggak masalah yah.” Celoteh si Lutfi remaja bertubuh paling tinggi menjulang. Banyak anggota OSIS telah ke stand mereka masing-masing untuk ikut memeriahkan hari ini namun hanya mereka bertiga yang madih menjaga ruang OSIS—bukan menjaga namun lebih tepatnya enggan ke lapangan sebelum salah satu perwakilan kelas mereka memanggil untuk makan siang atau bergantian jaga stand.
**

“Na kamu beneran yakin sama niatmu?” Diana kembali menyusul Nana yang begitu nekat akan pergi ke ruang OSIS

“Aku yakin Di, yakin seyakin-yakinnya. Sebelum aku pindah sekolah aku harus ngungkapin perasaanku agar semuanya bikin aku nggak gundah lagi apalagi ini termasuk nazarku kalo masuk 5 besar.” Senyum Nana seolah ada ekspresi pasrah disana. Diana berhenti mengikuti Nana berjalan menyusuri lorong menuju ruang OSIS.

“Kamu bakal ditolak Na, aku khawatir.” Suara Diana menghentikan langkahnya tanpa berbalik arah. Diam-diam perempuan itu menyunggingkan senyum miris.

“Aku tahu Di, 99% aku pasti akan di tolak karena aku tahu bahwa kedekatan kami yang sekedar saja bukanlah patokan supaya aku lolos ke dalam kriteria idamannya. Tapi secara naif aku harus ngeluarin perasaan ini sebelum... Sebelum membuatku gila sendiri Di. Jadi aku mohon jangan beritahukan ini sama temen-temen.” Nana hanya sedikit menolehkan wajahnya pada Diana. Diana mengusap wajah bermake-up nya gusar.

“Kamu pikir Erfan yang selalu di puja itu mulutnya nggak ember?! Dia udah pasti... Na, jangan nekat yah?” bujuk Diana. Nana menahan bulir air mata pasrahnya agar tak keluar, lalu meninggalkan Diana sendiri untuk memastikan segalanya.
**

Perempuan itu langsung mengubah air wajah gundahnya menjadi wajah penuh kegembiraan saat seseorang keluar dari ruang OSIS secara tiba-tiba. Dia bukan laki-laki yang ia cari.
“Eh Nana? Bukannya kamu mau tampil nasyid?? Kok disini, lah belum pakek jilbab juga???” tanya Gusnandar berturut-turut saat melihat Nana.

“Ah, aku ada sedikit urusan sama Erfan. Temen sekelasnya bilang dia ada di ruang OSIS yah?” tanya Nana memaksakan senyum seperti biasa.

“Ihhh~ kamu mau jadi mak comblang buat Erfan lagi yah? Nana~~ kamu tahu nggak hati dedexs sakit Kak kamu bantuin cewek lain nikung~ ihh kejam.” Penyakit setengah tulennya mulai kambuh, pikir Nana. Yah saat Nana dan Erfan sekelas dulu Nana secara tak langsung pernah mencoba menyatukan Erfan serta Aulia lagi—cinta pertama Erfan Airlangga di SMA.

“Kamu bukan cewek kali Gus. Eh iya Ipa 4 udah makan siang semua tuh, kata Yusro ayam bakarnya tinggal bagian leher aja.” Gusnandar yang baru hendak ke stan nya membelalak kaget dan berhenti membuat tingkah setengah tulennya.

“Cius!!! Ahhhhh~ aku nggak mau leher ihhhh~ nyebelin mereka. Awas si Yusro, kugantung di tiang bendera waktu penutupan baru tahu rasa!!” Nana yang sudah melangkah ke dalam ruang OSIS masih mendengar pekikkan laki-laki itu yang menyamai suara musik band berbunyi.
Ia perlahan melangkah dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tinggal dua pria menggunakan seragam putih abu-abu di dalam ruangan itu, Nana menggigit bibirnya kuat sembari menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya.

“Fan...” panggil Nana, Erfan mendongakkan pandangannya seketika mengernyit heran.

“Nggak nampil Na.” Tanyanya sekadar lalu berdiri dari duduknya, Nana menghela nafas kuat.

“Aku punya sesuatu untuk kamu.” Erfan yang mendekati perempuan itu dengan gaya santainya semakin mengernyit heran.

“Setelah makan siang kayaknya, Ciee Erfan dari Aulia tuh.” Lutfi yang terbaring sembari duduk santai bersuara keras menggoda.

“Kita ngomong diluar aja.” Ujar Erfan beranjak lebih dulu, Nana mengangguk paham dan mengikutinya.
**

Erfan mencari tempat yang jauh dari keramaian.

“Hm mau kasih apa Na?” Erfan memulai obrolan, kini senyum ramahnya terbias indah.

“Sebelum aku ngasih barangnya, aku mau ngomong serius sama kamu.” Erfan berhenti tersenyum, ia melihat Nana bingung.

“Aku... Aku suka sama kamu!?” Nana memejamkan matanya tak berani melihat ekspresi Erfan saat ini, pria itu tersenyum skeptis menatapnya.


“Na, kamu...”

“Maaf Fan aku... Aku nggak bisa nahan perasaanku sendirian, maaf, aku... Aku sebenarnya udah suka sama kamu sejak MOS dulu. Maaf banget Fan,” Ucap Nana merasa bersalah, Erfan menatapnya terkejut. Cukup lama mereka diam, hanya suara band yang menemani kecanggungan mereka.

‘Tap tap tap' Nana yang menunduk langsung mendongak kaget saat Erfan tanpa mengatakan apapun pergi meninggalkannya. Saat ia hendak memanggil Erfan namun pesan dalam ponselnya menghentikan niat perempuan itu.

‘Mamak: Na,besok nggak usah ke sekolah lagi dan langsung pulang pakek mobil Bang Irul. Barang-barang kamu biar Abang-Abangmu yang beresin di kossan.’

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang