7. Pak Armando

16.4K 394 25
                                    

Gelora 💗 SMA

Pagi ini, aku bangun kesiangan. Rudy, tetanggaku yang biasanya menghampiri entah mengapa mendadak absen, otomatis aku jadi terlambat datang ke sekolah. Aku bersama motor matic-ku berpacu dengan kecepatan di atas rata-rata untuk mengejar waktu. Beruntung, saat tiba di depan pintu gerbang sekolah, gerbangnya belum sempat ditutup. Dengan gesit, aku selancarkan motorku ke dalam tempat parkiran. Lalu dengan langkah yang panjang, aku bergerak menuju ruang kelas.

Tiba di muka kelas, aku melambatkan gerak jalanku. Ruangan nampak hening, hanya suara Pak Armando yang nyaring menjelaskan mata pelajarannya. Pak Armando adalah guru teknik mesin. Guru muda yang berparas bak pangeran negeri Sakura, berbadan tegap dan penuh kharisma. Postur tubuhnya jangkung sekitar 180 cm. Kulitnya putih serta penampilannya necis ala pemain sinetron kekinian.

 Kulitnya putih serta penampilannya necis ala pemain sinetron kekinian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pak Armando

''Permisi ...'' kataku dengan suara yang agak lantang memotong pembicaraan Pak Armando. Lalu semua pasang mata di kelas ini langsung tertuju padaku. Aku jadi menunduk, apalagi saat Pak Armando menatapku dengan sorot mata yang tajam, meskipun masih terlihat teduh.

"Maaf Pak ... saya terlambat,'' kataku lagi, tanpa menatap wajah Pak Armando yang menurutku kelewat innocent. Aku deg-degan, takut kalau dia akan marah kepadaku.

''Tidak apa-apa ... silahkan masuk!'' ujar Pak Armando datar, dan itu membuatku jadi tenang serta tidak was-was lagi.

''Terima kasih, Pak ...'' Aku tersenyum dan Pak Armando ikutan tersenyum, aku langsung bergerak ke mejaku. Aku duduk di bangku dan segera menyiapkan buku tulis untuk menyimak pelajaran yang diberikan oleh Pak Guru handsome itu.

Well, Pak Armando kembali melanjutkan materi pelajarannya, semua siswa antusias mendengarkan penjelasan demi penjelasan yang dilontarkan Pak Armando, kecuali Si Akim. Cowok itu terlihat cuek dan acuh. Sikapnya santai dan enggan mengikuti pelajaran Pak Armando. Bahkan dari jarak yang jauh dia masih sempat mengerlingkan matanya ke arahku. Kemudian dia melemparkan secarik kertas yang sudah diremas-remas ke atas mejaku. Aku hanya menghela nafas menahan kesal. Aku sejenak melirik ke arah Akim, dan cowok nakal itu cuma tersenyum-senyum genit. Kemudian dengan rasa dongkol aku mengambil gumpalan kertas yang dilempar oleh Akim. Aku buka gumpalan kertas itu dan perlahan membaca tulisan yang terdapat di sobekan kertas itu.

''POO ... PAK ARMANDO GANTENG YA, KAMU SUKA, GAK? KALO AKU SIH, YESS ... TAPI MENURUTKU, KAMU LEBIH GANTENG DARIPADA PAK ARMANDO, HE HE HE ...''

''Apaan, sih!'' gerutuku dalam hati sembari merobek-robek kertas ini dan membuangnya ke dalam laci.

Aku tidak tahu, bagaimana sikap Akim setelah aku merobek kertasnya, tapi aku yakin dia pasti kesal dan kecewa. Namun demikian, aku tidak peduli. Aku lebih memilih fokus memperhatikan pelajaran Pak Armando. Karena menurutku itu jauh lebih penting daripada harus meladeni Si Jahil Akim.

''Pak Armando!'' Tiba-tiba terdengar seruan suara Akim memecahkan kekhusukan kegiatan belajar mengajar di kelas ini. Semua siswa jadi memandang ke arah Akim, termasuk aku.

''Ya ... Ada apa, Akim?'' tanya Pak Armando.

''Maaf Pak, saya kebelet pipis, mohon ijin ke kamar mandi,'' jawab Akim santai sembari memegangi area selangkangannya, lalu dia bangkit dari kursinya.

''Huuuuuuuh!'' sorak teman-teman seisi kelas mendengar ucapan Akim.

''Oke, silahkan dan segera kembali!'' kata Pak Armando mengijinkan, lalu si Tengil itu bergegas pergi meninggalkan kelas.

''Siap, Pak!'' kata Akim sambil cengegesan sebelum keluar kelas.

''Huuuuuuuuh!'' Lagi-lagi suara seisi kelas kompak menyoraki pola Akim.

''Ssssttt ... sudah-sudah! Mari kita lanjutkan kembali pelajaran kita,'' ujar Pak Armando menenangkan dan dalam sekejap suasana kelas kembali tenang, lalu tanpa banyak kata lagi Pak Armando melanjutkan pembahasan materi.

Kepergian Akim sesungguhnya membuatku senang karena tidak ada lagi sang pengganggu. Aku berharap dia tidak usah datang lagi ke kelas ini, paling tidak selama pelajaran Pak Armando.

__Hmmm ... kok aku punya pemikiran sejahat itu ya, ah ... biarin aja!

Gelora 'G' SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang