Bab I

47 2 4
                                    

"Siaaal! Ini semua gara-gara Aldo." geram Friska panik.

Tangannya meraih HP dari dalam tas yang ada di sisi sebelah kiri. Mencari kontak Aldo dan menekan tombol telepon warna hijau.

"Aldo! Ini semua gara-gara lo!"

"Ada apaan, sih, malam-malam gini gangguin gue? Nggak ada kerjaan, ya?" gerutu Aldo di seberang sana.

"Aldo, mobil gue mogok. Sekarang gi--"

"Mogok?" Suara Aldo terdengar panik.

"Iya, mana udah jam segini. Mana ada bengkel buka? Tempatnya sepi, Do...," panik Friska lagi.

"Oke, tenang! Gue hubungin montir dulu. Lo mogok di mana?"

"Di dekat tikungan yang sepi nggak jauh dari studio lo."

"Oke. Tunggu sebentar, tetap didalam mobil, ya!"

"Gue takut, Do!" lirih Friska.

"Lo akan baik-baik aja." ucap Aldo menenangkan Friska.

***

Setengah jam berlalu dalam kegelisahan dan ketakutan. Selama montir belum datang, Aldo menemani Friska lewat telepon. Pukul 23.45, itu artinya hampir tengah malam. Friska berharap tak terjadi sesuatu yang buruk. Meski Aldo terus menenangkan, tapi tetap saja hatinya tak bisa setenang yang diharapkan.

Coba Aldo nggak pergi, gue nggak harus sendirian kejebak di tempat sepi dan menyeramkan seperti ini.

Tok tok tok!

"Ada yang ngetuk kaca, Do." bisik Friska pelan.

"Intip dulu, temen gue biasanya pakai seragam warna biru," kata Aldo.

Tok tok tok!

Suara ketukan di sisi kanan terdengar lagi membuat jantung Friska semakin berdebar. Ia menurunkan kaca dengan takut-takut setelah mengintip dan memastikan yang mengetuknya adalah seseorang berseragam.

"Malam, Mbak Friska. Saya dihubungi Mas Aldo untuk mengecek mobil Mbak Friska yang mogok," ucap pria itu disertai sebuah senyum manis.

"Do, udah dulu, ya, bye!"

"Ok, take care Friska!"

Friska segera turun dan membiarkan si montir memeriksa mobilnya.

"Mbak, ini olinya hampir habis. Gimana kalau dibawa ke bengkel aja, ya? Biar dicek semuanya dan Mbak bisa nunggu sambil istirahat."

"Oke, saya ikut aja gimana baiknya."

Friska menurut dan membiarkan mobilnya di derek.

***

Sesampainya di bengkel Friska terkejut melihat lelaki tampan yang sedang mengecek salah satu mobil. Wajahnya terlihat serius mencermati komponen-komponen di depannya.

Tak lama si montir yang tadi menjemputnya membisikkan sesuatu pada si lelaki ganteng. Sekilas tatapan mata elang milik lelaki berhidung mancung itu mengarah pada Friska dan mobilnya. Tak lama ia berjalan mendekat, membuat Friska mendadak diserang jantungan.

Duh, apaan, sih, kok gue jadi gugup gini? Tenang Fris, woles woles!

"Mbak, ini Pak Tommy William pemilik bengkel dan sekaligus yang lebih ahli untuk urusan mobil. Saya serahkan ke beliau, ya. Silahkan, Pak Tommy," kata montir berseragam biru itu kemudian berlalu.

Friska mengangguk. Ia dan Tommy sama-sama melempar senyum.

Tommy segera membuka kap mobil.  Memasang penyangga dan mulai meneliti. Tangannya lincah mengecek satu per satu komponen di depannya.

Friska mengagumi makhluk tampan itu sekali lagi. Dadanya berbunga-bunga.

"Olinya kurang, nih, Mbak," ujar Tommy sambil menunjukkan stik oli kepada Friska.

Friska yang sedang memandangi Tommy penuh kekaguman segera tersadar. Tapi nyawanya masih tertinggal entah di mana.

"Jadi harus diapain, Mas?" tanyanya asal akibat kegugupan yang melanda.

"Bisa ditambah atau dibersihkan sekalian. Kalau hanya ditambah sebenarnya beresiko olinya mengendap, Mbak."

Tommy terus menjelaskan.

Mata Friska tak berkedip. Senyumnya terkembang memandangi Tommy yang sedang berbicara.

"Mbak...! Mbak, denger saya?"

Tommy menggerakkan kedua telapak tangannya di hadapan wajah Friska.

"Ah, ya, apa tadi?" cengir Friska malu.

"Olinya harus diganti, Mba. Biar mesin dan komponen lain nggak rusak."

"Oh, yaudah apa aja, Mas yang penting mobil saya beres," jawab Friska.

"Silakan, Mbak tunggu di sofa sebelah sana. Biar saya bereskan mobilnya," kata Tommy sambil menunjuk sofa biru di sudut agak jauh dari tempat mereka berdiri.

***

Friska Adinata seharusnya tak menjatuhkan hatinya pada Tommy William, seorang pemilik bengkel yang ia kunjungi untuk membetulkan mobilnya. Namun, hati tak mampu memilih untuk berlabuh pada siapa.

Jatuh cinta dalam lima menit merupakan rekor tercepat bagi Friska, walaupun lelaki itu hanya berbekal wajah tegas nan khas yang dilapisi noda oli pada pipi tirus itu. Mata setajam pedang milik Tommy mampu menembus hati Friska dengan telak.

"Mas, bisa tolong betulin juga hati saya, nggak?"

"Maaf, Mbak bukan mobil yang bisa saya lucuti."

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Halo, Kak. Saya ikut Audisi Online The WWG4 ini karena ingin belajar lebih dalam tentang cara menulis yang baik. Melirik materi yang akan diajarkan membuat saya sangat tergiur untuk ikut. Semoga saya bisa lolos dan jadi bagian dari WWG4.

Saya colek Kak @TiaraWales semoga berkenan. Terima kasih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang