Empat - Ara

126 3 1
                                    

"Ngelamun aja. Ngeliatin siapa sih?" Mareta menepuk bahuku.

Aku menatap punggungnya pergi menjauh hingga hilang di balik pintu kelas. Kenapa rasanya sakit di sini? Aku memegangi jantungku.

Kenapa dia begitu dingin padaku? Tidak mau menyapaku. Melihat wajahku pun enggan.

Aku merasakan mataku memanas. Ya ampun masa aku mau nangis sih?

"Ara?" panggil Mareta lagi. "Oh ya ampun."

Mareta memelukku. Aku membalas pelukannya. Hangat.

"Udah lupain aja dia," ujar Mareta. "Jangan terlalu berharap."

Mareta, sahabatku sejak kelas delapan. Walaupun baru setahun, tetapi hanya dia yang paling mengerti aku. Senang rasanya punya sahabat yang selalu ada di saat kau butuh.

Sekarang kami terpisah di kelas sembilan. Tapi tidak ada yang bisa menggantikan posisi Mareta, bahkan Feli dan Sander sekalipun.

Aku melepaskan pelukan kami. Rasanya sekarang aku lebih baik.

"Sakitnya tuh di sini," kataku sambil menaruh tangan di atas dadaku.

"Lebay," balas Mareta sambil memutar bola mata.

Aku melemparkan cengiranku padanya. "Ohiya kok lo di sini? Kelas lo kan di ujung."

"Kebetulan lewat he. Yaudah gue balik ya udah bel."

"Oke, daaah."

"Daah, jangan galau," balasnya sambil berlalu.

"Yaaa."

Tetap saja wajahnya masih terbayang bayang di benakku.

--

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stupid PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang