Chapter 1

33 0 0
                                    

Stella Agatha, seorang gadis kuat yang tahun ini menginjak 22 tahun. Dia bekerja di suatu perusahaan ibu kota dengan jabatan yang bisa dikategorikan biasa saja. Gaji yang ia dapat juga pas pasan untuk hidup ditengah kota metropolitan ditambah sekarang dia harus membayar biaya rumah sakit neneknya.

Waktu menunjukkan pukul 5 sore, dia harus kembali kerumah sakit untuk menjaga neneknya. Dia berjalan kaki, rumah sakit tempat neneknya dirawat tidak begitu jauh dari tempat ini. Saat di perjalanan dia melihat ada sebuah restoran elit yang sedang membutuhkan waitress. Dia memfoto kertas yang ditempel dipintu kaca yang berisikan dibutuhkan waitress segera. Mungkin dia akan kembali lagi esok hari ini untuk menanyakan lowongan pekerjaan itu.

Setelah sampai dirumah sakit dia langsung menuju kamar tempat neneknya dirawat. Tak tega rasanya melihat orang yang kita sayang terbaring lemah apalagi hanya neneknya yang dia punya saat ini

"Mbak Inah makasih ya udah jagain nenek, sekarang gantian aku aja yang jagain nenek"ucap Stella yang melihat mbak Inah masih ada diruangan ini.

"Nggak usah toh mbak besok kan mbak Stella kerja nanti capek kalo harus jagain neneknya mbak, mbak istirahat aja dirumah"

Beruntung juga rasanya Stella mempunyai tetangga yang baik hati yang mau menolongnya. Mbak Inah tetangga yang sudah dianggap sebagai saudara ini begitu dekat dengan Stella dan neneknya. Mbak Inah yang merawat neneknya Stella saat Stella sedang kerja atau keperluan lainnya. Stella sering membawakan makanan ataupun kebutuhan pokok kepada Mbak Inah sebagai ucapan terima kasih. Mbak Inah sering menolak pemberian Stella karena dia tau Stella sedang membutuhkan uang dan tak perlu untuk membelikannya apapun dia sangat ikhlas untuk membantu Stella karena Mbak Inah pun sudah menganggap nenek Stella sebagai ibunya sendiri.

"Gapapa kok mbak Inah, Stella juga udah bawa baju buat kekantor besok kok mbak, jadi Stella bisa berangkat dari sini"jelas Stella.

"Yowes toh mbak, aku pulang dulu yo"

"Makasih ya mbak udah mau jagain nenek, ini ada donat buat mbak Inah. Maaf ya mbak ngerepotin mulu" Stella menyodorkan sekotak donat yang dia beli dicafe tadi.

"Nggak usah repot repot toh mbak bawain beginian, aku ndak merasa repot kok mbak nenek juga udah aku anggap ibu aku sendiri"

"Aku malah nggak enak kalau nggak bisa ngasih apa apa ke mbak Inah"

"Yowes mbak aku pulang dulu yo" pamit mbak Inah

..

"Stella kamu mau berangkat kerja"tanya nenek.

Matahari memang belum terlalu terlihat tetapi Stella sudah rapih dengan pakaian kerjanya. Kemeja maroon dipadukan dengan pencil skirt dan heels yang tidak terlalu tinggi yang selalu menemaninya kekantor.

Sampai saat ini Stella hanya mempunyai dua heels dia sangat jarang berbelanja karena gajinya sudah habis untuk membayar sewa tempat tinggalnya dan keperluan sehari hari tidak lupa juga dia menyisihkan sedikit gajinya untuk ditabung.

"Iya nenek, tapi Stella mau nyuapin sarapan pagi nenek dulu ya" Stella membawakan nampan sarapan pagi neneknya.

Dia dengan telaten menyuapi neneknya. Dia sangat sabar walaupun neneknya mengunyah makanannya cukup lama.

"Stella berangkat dulu ya nek, nenek cepat sembuh"kata Stella

"Iya Stella, nenek juga udah tidak betah disini nenek lebih suka dirumah. Oh ya kamu hati hati ya Stella dijalan"

"Oke nek Stella berangkat dulu ya nek" Stella menyalim tangan neneknya kebiasaan yang dia lakukan saat ingin pergi dia tak pernah lupa untuk menyalim tangan neneknya.

..

Stella harus berjalan kaki untuk ke shelter bus, dia berjalan dengan cepat agar tidak ketinggalan bus. Untunglah dia berangkat lebih pagi dari biasanya, jadi dia bisa kebagian tempat duduk.

Sepanjang perjalanan Stella terus memikirkan biaya rumah sakit neneknya seratus dua puluh lima juta. Rasanya dia tak sanggup membayar biaya segitu banyaknya. Untuk hidup saja dia sudah sangat pas pasan dari mana dia akan mendapatkan uang sebanyak itu.

Beruntung rumah sakit tempat neneknya dirawat memberikan waktu untuk melunasi biaya rumah sakit. Ya walaupun hanya seminggu tapi itu bisa membuat dia bernafas sedikit.

Mungkin dia harus meminjam ke Bu Sisca, seorang rentenir dengan bunga yang cukup besar.

Tapi tak apalah jika bunganya besar yang penting dia bisa membayar biaya rumah sakit neneknya.

"Eh mbak Stella sudah datang baru jam segini" sapa seorang security dikantornya.

Stella memang cukup dekat dengan security maupun office boy yang ada dikantornya dia juga dikenal ramah dan suka menyendiri. Temannya dikantorpun bisa dihitung dengan jari. Bukannya dia tidak ingin berteman tetapi dia tidak percaya diri ada yang mau menemaninya.

"Iya pak berangkat pagi biar nggak ketinggalan bus"ucap Stella

"Permisi ya pak"pamit Stella

"Iya mbak Stella"kata security itu.

.

"Stella kau tau tidak  desas desus tentang CEO baru yang akan menggantikan pak Lucas"tanya Karin, sahabat karibnya dikantor.

Orang terdekat Stella di kantor, orang yang sangat mengerti Stella, dan cuma Karin yang mungkin mau berteman dikantor ini.

Ada beberapa teman Stella dikantor ini juga tapi tidak sedekat Karin.

"Siapa? Kok aku tidak tahu tentang itu"

"Kemarin saat aku satu lift dengan Mona, sekretaris Pak Lucas. Dia mengatakan kepada temannya bahwa Pak Hendrawan akan pensiun ditahun ini"

"Bukankah masa pensiunnya habis dua tahun lagi?"

"Ya, mungkin Pak Lucas sudah sangat lelah memimpin perusahaan besar ini. Dan mungkin Pak Hendrawan menginginkan anak laki lakinya yang tinggal di Amerika untuk menggantikannya"

"Aku baru tahu kalau Pak Lucas mempunyai anak laki laki yang tinggal di Amerika. Yang ku tahu selama ini hanya anak perempuannya yang bernama Sissy"

"Aku sangat penasaran dengan paras tampan anak Pak Lucas. Ayahnya saja yang sudah berumur masih terlihat gagah apalagi anaknya. Seandainya aku dijodohkan dengan putra pak Lucas pasti aku tak akan menolaknya"celoteh Karin membayangkan rupa anak pak Hendrawan.

"Hahahahahaha" Stella tertawa terbahak bahak.

"Mengapa kau menertawaiku. Aku kan sedang tidak membuat lelucon"

"Mimpimu yang membuatku tertawa. Bagaimana bisa anak pengusaha menikah dengan karyawan biasa seperti kita"

"Tapi kan---"

"Ssstt lanjut kerja jangan mengobrol, kalian disini dibayar untuk kerja bukan untuk mengobrol"

Tegur pak Robert yang tiba dateng ntah dari mana

"Baik pak"ucap Stella dan Karin kompak.

Not Your Perfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang