Untukmu yang berjubah api,hangatmu mencairkan hati yang membeku; hati yang sempat kudinginkan karena luka masa lalu. Apa kau tahu? Meratapi puing di antara reruntuhan kisah lama, tanpa mengikuti ritme dunia, adalah ilusi yang menenangkan. Jadi, tak usah mengharapkanku menitipkan susuatu yang belum tentu bisa kau jaga. Meski mungkin,pengharapan darimu hanyalah pengharapan dariku semata.
Jangan memikat jika kau tak berniat memikat.
Kau imigran gelap yang menjelajah khayalku tanpa permisi, lalu singgah di ujung mimpi. Mantra apa yang kau taburkan hingga aku menggilaimu seperti ini? Senjata apa yang kau pakai hingga tamengku tak sekuat dulu? Haruskah aku menyarah di hadapanmu? Atau perlukah aku berpura-pura tangguh? Apa mesti kau kuusir? Atau kubiarkan saja kau menetap?
Jika ingin menetap,jangan menetap,sebagai"tanda tanya', tapi sebagai 'titik' pengembaraan. Kau jernih di antara buram,nyata di antara nanar. Biar kurengkuh darimu beberapa milimeter ke dekat jantungku, agar detak nya seirama dengan jantungmu. Karena aku ingin hatiku dan hatimu berkonspirasi, berkonsorsium, berkongsi, berkompilasi, berkomplot, hingga pada akhirnya berkolaborasi. Karena aku yang egois ini hanya ingin kau menjadi milikku seorang
Untukmu yang berjubah api, kuharap hangatmu takkan padam, karena aku tahu aku pun tidak.
#
'perasaan'laksana hujan;
Tak pernah datang dengan maksud yang jahat.
Keadaan dan waktulah
Yang membuat kita membenci kedatangannya