Pagi datang lagi, membangunkanku dengan kicauan burung dan mentarinya. Hari yang berbeda, waktu yang berbeda, masa yang berbeda. Masih dengan perasaan yang sama, yang menunggu pesan darimu masuk kedalam ponselku. Sekedar 'selamat pagi' akan jadi dua kata paling hebat untuk mengawali hariku. Ternyata tidak ada.
Buku yang tergeletak di sebelah pemutar musik sudah tiba pada halaman terakhir. Kata mereka, hidup ini harus seperti membaca buku. Kita takkan bisa lanjut ke bab berikutnya jika terus terpaku di bab sebelumnya. Namun, mengapa hidupku lebih mirip satu lagu yang sudah bersenandung ratusan kali di pemutar musik sedari malam? Terus berputar balik tanpa pernah bosan kunikmati kesenduannya.
Lagi lagi imajinasi menertawakanku karena selalu berhasil menemuimu. Sementara realitas? Dalam realitas, kita berdua hanyalah dua orang yang berlari. Aku sibuk mengejarmu, kau sibuk menghindariku. Oh, tenang. Aku tidak lelah. Justru, aku menikmati prosesnya.
Kemudian, pagi kembali berganti malam. Repetisi yang tidak lagi membosankan semenjak kau hadir. Mata cokelatmu yang indah, campur senyummu yang berseri, tak pernah gagal membuat jagat rayaku meledak menjadi jutaan kembang api. Sementara kata-katamu yang seadanya dan terkesan dingin adalah residu dari kembang api yang menghanguskan bumiku menjadi jelaga.
Gelap.....
Lagi-lagi aku menantimu seperti menanti cahaya; tak menyerah walau langkah melemah. Entah mengapa hatiku berkata, kaulah orangnya. Gemintang keras menyemangatiku, terlalu jauh sorak sorainya untuk kunikmati. Disini sunyi, tanpa ingar bingar. Entah mengapa hatiku berkata, kau akan datang. Kita sama-sama pemimpi. Kau mengejar impian, dirinya. Aku menunggu impianku,dirimum. Entah mengapa hatiku berkata, kau pantas untuk semua pengorbanan.