Aku senang wangimu yang tertinggal di sela kalimat manis yang ber penggal penggal. Di antara reruntuhan kenangan yang membantu, wangimu adalah sebuah mesin waktu.
Aku suka matamu yang coklat penuh hasrat, membuat melangkah pergi darimu terasa sangat berat. Dengan mata itu kau memandang alam semesta, dengan mata itu pula kau menjadikan ku tak mampu berkata-kata.
Aku benci senyumanmu yang dipenuhi zat adiktif, sampai aku tak tahu lagi mana yang fakta, mana yang fiktif. Senyum seindah senja itu tak pernah gagal membuatku gelagapan, membias hingga sebelum akhirnya mengirimku pada kegelapan.
Aku rindu sosokmu yang memberitahuku bahwa Cinta Terpendam adalah bahasa keheningan dengan hati yang saling menggenggam. Jadi, Apakah salah jika selalu saja namamu Yang Terukir, meski rasa ini tanpa nama, tanpa sebab,tanpa mula,tanpa akhir?
Lambat laun ku sadari, beberapa rindu memang harus sembunyi sembunyi bukan untuk disampaikan, hanya untuk dikirimkan lewat doa. Beberapa rasa memang harus dibiarkan menjadi rahasia. Bukan untuk diutarakan hanya untuk disyukuri keberadaannya.
Biarlah "Apa kabar" menjadi pengganti 'Aku rindu'; 'Jaga dirimu baik-baik' menjadi pengganti 'Aku sayang kamu' ; tangannya menjadi pengganti tanganku untuk menuntumu ; pundaknya menjadi pengganti pundakku untukmu bersandar biarlah. Gemercik gerimis, Carik senja, secangkir teh, dan bait lagu menjadi penggantimu.
##
Waktuku kini tak hanya diisi Penantian,
Ada wajahmu di setiap detiknya.
Jantungku kini tak hanya diisi darah,
Ada namamu disetiap detak nya