BAB 6

357 80 2
                                    

Mimpi buruknya berbeda dari biasanya. Mimpinya tentang Seokmin yang berlari padanya berbeda dengan biasanya. Mimpinya tentang Seokmin yang berlari menghampirinya adalah mimpi buruk.

Dalam mimpi ini Seokmin berlari ke arahnya, kaki bergerak berat melawan latar belakang gelap dari mimpinya yang hampir kosong. Tapi dia tidak mendekati Soonyoung. Ini biasa. Tapi kali ini Soonyoung juga ikut berlari. Ia berlari, nafas memburu dengan berat, kaki gemetar hebat ke tanah sehingga dia tidak bisa melihat untuk berdiri di tempat yang sama dengan Seokmin. Keduanya mengulurkan tangan, meregangkan torso, lengan, ujung jemari, tapi keduanya tidak saling mendekati. Mereka berlari dengan harapan bahwa jika mereka terus melakukannya, mereka bisa saling menggapai. Namun saat Soonyoung melihat, dia tidak bisa lagi melihat air mata mengalir di wajah Seokmin sehingga dia menyadari bahwa dia baru saja semakin jauh dan menjauh.

Soonyoung terbangun dengan keringat. Sisa mimpinya yang dikejar-kejar hari itu. Ia terengah karena ketakutan tapi dia tidak lagi mengingat mimpinya kecuali perasaan merindukan sesuatu yang hilang tepat di depan mata. Ia memandang jendela hanya untuk mendapati matahari hampir tidak bersinar dan Seokmin bersandar di ambang jendela. Ia tampak berhati-hati, tidak mendekati Soonyoung meski terlihat memprihatinkan.

"Apa karena aku?"

Ia tidak ingat tapi mungkin memang begitu. Mungkin sudah terlambat, efek Seokmin di dekatnya. Efek bahwa kehadiran hantu memunculkan mimpi buruk.

"Tidak, itu bukan karenamu." Soonyoung tidak mau mengatakan apapun yang membuat Seokmin pergi. "Bisakah kau kemari?"

Seokmin ragu.

"Kumohon?" Soonyoung berbisik.

Ia ingin Seokmin mendekat. Merasakan semacam keterikatan pada anak laki-laki itu, sesaat sebuah ketakutan kecil menetap saat membayangkan bagaimana jadinya tanpa dia di sisinya lagi. Ia mengulurkan tangan, memberi isyarat pada Seokmin untuk lebih dekat dan dekat sampai dia dalam jangkauan. Ia tidak bisa memaksa dirinya meraih tangan hantu itu. Ia tahu bahwa meski dia mencoba, keinginannya sendiri hanya akan berlalu. Tidak mampu menahan kehidupan yang sudah tidak ada lagi di sana. Ia membiarkan tangannya dalam posisi itu saat Seokmin berdiri diam.

"Aku tidak benar-benar ingin kau pergi," Soonyoung mulai mengungkapkan kecemasannya, "tapi aku takut dengan apa yang bisa saja terjadi padamu jika kau tetap di sini."

Seokmin dengan hati-hati membungkuskan tangannya pada tangan Soonyoung sehingga tampak seperti ia sedang menggenggamnya. Dan bahkan jika mereka tidak bisa saling merasakan, setidaknya mereka bisa terhibur dengan ilusi itu. Soonyoung bertanya-tanya apakah tindakan itu hanya demi kenyamanan? Tapi ia berharap bahwa itu demi sesuatu yang lain.

"Tidak ada yang terjadi padaku selama tiga puluh tahun. Jadi aku yakin tidak akan terjadi apa-apa kalau aku tetap di sini. Aku bahkan tidak tahu masalah kematianku. Mungkin aku tidak akan pernah tahu. Tapi aku pikir sekarang aku tidak lagi mempermasalahkan itu. Aku menikmati waktuku akhir-akhir ini."

Gagasan itu hampir sama seperti apa yang membuat Soonyoung terganggu.

"Tapi kalau kau tidak pernah tahu, kau akan selalu menyesalinya."

Seokmin sebisa mungkin mengelus tangan Soonyoung dengan ibu jari.

"Mungkin aku akan lebih menyesal kalau meninggalkanmu ketimbang tidak pernah menemukan alasanku berada di sini."

Mereka saling menatap saat matahari terbit lebih tinggi dan hari memantapkan diri. Dan mereka tetap dalam keheningan ketika saling menuangkan kata-kata yang terpendam.

..

IBIDEM ⏱ SeokSoon [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang