Aku berdiri dalam diam, menatap bangunan di depanku dengan gugup. Sesekali aku melirik tulisan 'Hanlim Multy Art School' di gerbang bangunan itu untuk meyakinkan diri. Kuhirup nafas dalam-dalam dan kulangkahkan kakiku dengan gugup, menembus kokohnya gerbang besar itu. Aku masih takut jika kakak-kakak senior masih mengawasi dan siap membentakku.
Namaku Tzuyu. Chou Tzuyu. Umurku 19 tahun, dan hari ini adalah hari kelima aku menginjakkan kaki di sekolah baruku, setelah melewati masa MOS selama 4 hari. Aku datang pagi sekali -tidak mau mengambil resiko untuk terlambat. Aku menyusuri koridor-koridor dan tersenyum kepada siapa saja yang kulihat, mengingat masih berlaku aturan STMJ (Salam, Terimakasih, Maaf dan Jujur).
Suasana sekolah masih sunyi senyap. Hanya beberapa orang yang sudah tiba di sekolah. Aku berjalan perlahan menyuri koridor menuju kelasku. Tiba-tiba dari arah yang berlawanan ada seseorang yang berlari -kencang sekali- ke arahku. Aku tergagap. Siapa dan apa tujuan orang ini?
"Selamat pagi." ucap orang itu, yang ternyata seorang laki-laki bertampang manis dengan senyuman cerah.
"Pa...gi." Jawabku gugup. Laki-laki itu terdiam, kulihat alisnya terangkat melihatku. Aku ternganga bingung. Apa maksudnya laki-laki ini? Menyapaku lalu seakan tak pernah melakukan hal itu!?
"Pagi, Mingyu!" Kudengar suara lain di belakangku, suara wanita. Astaga, ternyata laki-laki ini menyapa orang di belakangku?! Dengan kepala menunduk aku berjalan perlahan, malu.
"Kapan Olimpiade Matematika mulai pembinaan, Cheol?" tanya laki-laki yang ternyata bernama Mingyu itu. Langkahku terhenti. Mereka membicarakan Olimpiade Matematika! Dan kau tahu? Aku menggilai Matematika!
"Besok Sabtu, Ming. Tolong sebarkan kepada adik kelas kamu yang mau ikut ya." jawab pria itu. Walau aku tidak memandangnya, aku sudah tau Mingyu sedang mengangguk-angguk paham.Aku masih terdiam di tempatku berdiri, menunggu Mingyu itu agar aku bisa mendaftarkan diri dalam Olimpiade Matematika, dan kejadian itu spontan sekali -Mingyu lewat di depanku- dan aku langsung memegang lengannya! Well, maksudnya aku ingin menahannya, karena ia terlihat terburu-buru. Ia memandangku dengan bingung, dan seketika itu juga aku kehilangan kata-kata -entah karena apa- dan kuyakin wajahku sudah merona merah.
"Maaf?" tanyanya hati-hati. Aku berdeham dan melepaskan peganganku pada lengannya.
"Aku Tzuyu. Chou Tzuyu. Kelas XII. Aku ingin mendaftarkan diri dalam Olimpiade Matematika." jawabku gugup. Tiba-tiba wajah bingung laki-laki bertampang manis ini berubah total -ia tersenyum lebar kepadaku- dan ada lonjakan kecil di dadaku, tempat hatiku berada.
"Benarkah? Bagus! Pembinaan akan dimulai Sabtu besok! Oh ya, perkenalkan namaku Kim Mingyu, panggil saja Mingyu, kelas XII. Sama sepertimu." jawabnya bersemangat, dan ia mengulurkan tangannya tanda berkenalan -aku terima uluran tangan itu- dan efeknya adalah debar jantungku menjadi tak beraturan. Aku tak menjawab, aku kehilangan berjuta kosakata di dalam otakku.
"Baik, Tzuyu. Sampai jumpa Sabtu besok!" serunya sambil melepaskan tanganku. Aku mengangguk dan tersenyum gugup. Saat ia pergi, aku memandangi tanganku yang kurang dari semenit tadi bersentuhan dengan tangannya, dan kemudian apa lagi yang kulakukan selain tersenyum?Sabtu telah tiba dan aku sekarang sedang bergulat dengan soal olimpiade matematika. Mingyu selalu membantuku, dan sensasi yang sama setiap dekat dengannya selalu terjadi: debar jantung tak beraturan, kehilangan kosakata, dan menjadi gugup. Aku menjadi sangat dekat dengan Mingyu dan kami sering belajar bersama. Terkadang kami berdebat masalah konsep matematika dan penerapannya. Aku sangat senang berada di dekatnya -dan aku menyadari satu hal: aku telah jatuh cinta jatuh cinta pada matematika dan jatuh cinta pada Mingyu- Bolehkah aku merasakan ini?
Pada suatu Sabtu yang cerah, selesai pembinaan, Mingyu menghampiriku dengan wajah serius dan menyodorkan kertas berisi pertanyaan: "Berikan bentuk paling sederhana dari 9x - 7i > 3 (3x - 7u)!". Aku segera mengerjakannya dan kurang dari semenit kemudian sudah mendapatkan jawabannya.
"Jawabannya I<3u!" seruku bangga. Mingyu berdeham, lalu menggeleng.
"Jadi, jawabannya apa?" tanyanya dengan suara yang aneh. Aku bingung.
"I<3u! Apa aku salah? Tapi aku yakin ini benar!"
"Ini bukan benar atau salah, tapi iya atau tidak. Cermati arti jawabanmu itu!" serunya. Aku berpikir keras -I<3u- apa artinya itu? Bukankah artinya -I love you?- Nafasku tercekat, aku merasakan gejolak kebahagiaan di dadaku-mungkinkah Mingyu- menyatakan cinta? Aku tak dapat berkata apa-apa, tapi aku menulis lagi di lembaran yang ia berikan padaku. Tulisannya: 128v(e980+86). Aku menyodorkan lembaran itu kepadanya.
"Apa maksudnya ini? Mengapa variabel "e" diletakkan di depan?" tanyanya gugup.
"Ini bukan masalah penulisan variabel yang tepat, tapi cobalah kamu tutup bagian atasnya, dan bacalah maksudnya!" jawabku gugup. Kini gilirannya berpikir keras, semenit kemudian senyuman lebar mengembang di wajahnya sambil memandangku.
"Benarkah maksudnya ini 'I love you too'?" serunya bersemangat. Aku hanya mengangguk pelan, dan ikut tersenyum. Kami saling berpandangan beberapa detik dan tertawa bersama-sama. Kami pun bangkit dari bangku, dan Mingyu mengulurkan tangannya seperti pertama kali kami bertemu, aku menerima ulurannya sambil tersenyum. Kali ini ia tak melepaskan tanganku, melainkan menggenggam tanganku erat-erat. Kami pun berjalan perlahan sambil mendengarkan detak jantung masing-masing yang berdetak kencang.
Kisah ini berakhir, namun inilah awal dari kisah yang sesungguhnya.