"Tzuyu… wake up” seru Chaeyoung sahabat karibku dengan suara cemprengnya dan dengan sok-sok’an berbahasa Inggris, padahal nilai rapornya kadang-kadang merah. Ia sedang berusaha membangunkanku dari tidur nyenyakku dan membuyarkan semua mimpi indahku.
“Hmmm… Chae kamu ngapain sih datang ke rumahku pagi-pagi gini? Nggak tahu apa, aku lagi ngantuk berat nih” omelku dengan mata yang masih terpejam dan mulut terus komat kamit menggerutu. Persis mbah dukun yang lagi baca mantra.
Jujur, aku masih sulit untuk membuka mataku karena rasa kantuk yang melanda. Tapi sepertinya Chaeyoung tak peduli dengan hal itu, ia justru menarik tanganku untuk membuatku beranjak dari kasurku yang empuk.
“Ayolah Tzu, bangun. Ada urusan yang mau aku selesaikan denganmu” paksanya dengan wajah serius, bahkan terlalu serius menurutku.
“Apa? Urusan penting apa lagi yang mau kamu selesaikan denganku? Pacarmu si Dino itu nggak sms kamu lagi? Nggak nelepon kamu lagi? Dan mau nanya sama aku kemana dia? Seolah-olah aku ini cucunya mama Laurent yang bisa meramal dimana keberadaan dia” omelku panjang lebar, dan dengan dugaan yang super ngasal. Tapi wajar saja aku menduga seperti itu, karena minggu lalu Chaeyoung juga membangunkanku secara paksa hanya karena masalah sepele seperti itu. Aku sempat jengkel tapi aku menyadari satu hal, mungkin mengganggu tidurku udah menjadi hobi sahabatku yang satu ini. Jadi mulai saat itu aku mulai membiasakan diri dengan ulahnya.
“Bukan itu” jawabnya ngotot
“Trus apa? Apa lagi yang bisa membuatmu mengganggu tidurku pagi-pagi seperti ini selain masalah kamu sama Dino?” tanyaku ketus.
“What pagi?, Woah ternyata kamu masih belum sadar sepenuhnya. Perlu aku menyirammu dengan segentong air?” tanyanya yang justru membuatku bingung mengernyitkan dahi, namun tetap dengan mata yang sayu, karena masih ngantuk berat.
Chaeyoung melangkahkan kakinya ke arah jendela dan membuka gorden berwarna putih dengan totol-totol hitam di sekitarnya. Aku dibuat kaget saat melihat keluar jendela.
“Tzuyu… kamu liat itu. Bulan aja udah say hello sama kita, ini yang kamu sebut masih pagi? Matahari aja udah pamitan dari tadi kali” tuturnya sambil kembali menutup gorden.Melihat langit malam yang dihiasi bulan sabit barusan membuatku sadar, kalau aku suka nggak ingat waktu kalau udah tidur. Aku yang tidur dari tadi sore baru terbangun jam 7 malam sekarang ini. Beruntung Chaeyoung membangunkanku, jika tidak mungkin tidurku berlanjut hingga esok hari.
“Pelor.. pelor aja, Tzu. Tapi jangan sampe lupa sama waktu juga kali” kali ini balik ia yang mengomeliku.
Yach… pelor alias nempel molor itulah julukan yang diberikan semua orang untukku, dan kurasa itu tepat, secara jika aku sudah mulai ngantuk, dimanapun dan kapanpun dan gak peduli ama kondisi aku bisa tertidur dengan pulasnya. Kebiasaan pelorku sudah ada sejak SMP, bahkan saking pelornya pola makanku jadi tak teratur, aku juga jadi sering telat makan, akhirnya dapat omelan mulu’ dari bunda. Maklum saja karena kebiasaan itu, aku jadi menderita maag akut, jadi jangan heran kalau bunda kadang mengomeliku habis-habisan karena aku lebih mementingkan tidurku dibanding yang lain. Walau dibilang pelor, dan didera maag akut, aku merasa jauh lebih beruntung dibanding Chaeyoung yang justru lebih sering terserang insomnia. So… aku lebih beruntung kan?.
“Ayo… Tzu.. buruan bangun. Trus mandi gih sana” perintah Chaeyoung sembari terus menarik pergelangan tanganku.
“Aku masih ngantuk Chae”
“Bodo amat, pokoknya kamu harus bangun sekarang”
“Bentar lagi aja deh. Kalau kamu mau ngomong, ngomong aja. Pasti aku dengerin kok” Ucapku berusaha membujuknya agar mau mengizinkanku tetap ditempat tidur dan kembali meneruskan tidurku.
Tapi, baru saja aku ingin kembali merebahkan tubuhku ke kasur, Ia kembali menarik lenganku, berusaha mencegah niatku.
“Nggak bisa, bundamu memintaku buat ngebangunin kamu. So… kamu harus bangun sekarang. Ayolah Tzu… bekerja sama sedikitlah” Paksanya terus dan terus.
“Hehehe… kamu jangan bohong deh. Bunda itu dari tadi siang pergi ke rumah tante, dan mungkin baru pulang sejam lagi”
“Aku nggak bohong kok. Bundamu itu udah pulang dari rumah tantemu 15 menit yang lalu”
“Ngawur…”TOK… TOK… TOK…
Pintu kamarku diketuk oleh seseorang. Ketukan yang pelan dan kesannya terdengar lembut. Dan aku bisa menebak siapa orang yang ada di balik pintu itu, Bunda.
“Chae…!! Tzuyunya udah bangun?”
“Bel…” Aku membekap mulut Chaeyoung dengan tanganku sebelum ia melapor ke Bunda.
“Ssssttt…” Aku meletakkan telunjukku tepat di depan bibirku, memintanya diam, Chaeyoung menurut tapi terlihat jelas ia terpaksa melakukannya.