“Mingyu… kamu ngapain lagi kesini?” Tanyaku mulai emosi.
“Aku nemuin partner spesial aku” Jawabnya yang mulai membuat darahku mengalir cepat.
“Maksud kamu apa sih?” Tanyaku, tak mau berharap banyak dari kata-katanya.
Capek berlutut di hadapanku, Ia memilih duduk di sampingku.
“Chou Tzuyu…!!” Ucap Mingyu yang sempat membuatku bahagia untuk beberapa detik karena ia menyebut namaku dengan lengkap, aku kira selama ini ia tak tahu siapa aku.
“Partner spesial aku itu, ya kamu!!” Ucapnya membuatku speechless bahkan mungkin aku tak sanggup buat tersenyum karena saking speechlessnya.
“Dan mawar putih kesukaan kamu ini juga buat kamu”
Ia meraih tanganku lembut dan menyimpan mawar tadi di telapak tanganku. Aku menggenggam erat mawar itu dan menatapnya lekat. Aku bingung harus berkata apa. Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Apa ini sebuah mimpi? Ini terlalu indah untuk disebut kenyataan. Tapi jika ini mimpi, ini adalah mimpi yang paling indah yang pernah aku alami. Dan jika ini memang mimpi rasanya aku tak ingin bangun dari tidurku.
Ya.. sekali lagi itu pertanyaanku, apa ini hanya sebuah mimpi?Alunan musik klasik yang mengalun lembut terdengar di telingaku. Apa ini nyanyian hatiku karena saking bahagianya? Oh… bukan, itu suara yang keluar dari I-Pod milik Mingyu.
“Acara puncak!!” Tuturnya sembari menghaturkan tangannya kepadaku, berusaha mengingatkanku pada acara puncak promnite. “Dance with me?” Ucapnya lagi.
Aku menyambut ajakannya dengan senyum penuh kebahagiaan. Aku akui ini adalah promnite terindah dan sempurna yang pernah aku alami. Tapi aku melupakan 1 hal, aku tak bisa berdansa. Cukup mengecewakan bukan?
“Hmm… Mingyu, kaya’nya acara puncaknya dibatalin aja deh”
“Lho… kok gitu?”
“Hal yang paling nggak bisa aku lakuin itu, dansa. Aku sama sekali nggak tahu caranya berdansa”
“Karena itu…?” Tanyanya dengan tersenyum lepas, senyum yang paling bisa bikin jantungku deg-degan gak karuan. “Kamu pasti bisa kalau kamu belajar. Sini aku ajarin” Ia menggenggam erat kedua jari jemariku.Dengan perlahan ia mengajariku. Dengan sabar pula ia harus menahan rasa sakit karena kedua kakinya aku injak. Satu lagi nilai plus yang aku temukan dari Mingyu. Ia mahir berdansa. Aku larut dalam suasana yang menurutku so… romantice. Tanpa kusadari aku mulai mengerti sedikit caranya berdansa. Itu karena ajaran Mingyu dan karena tatapan matanya yang teduh yang seperti menghipnotisku.
Terlintas dalam benakku, apa ini saatnya aku mengungkapkan isi hatiku selama ini. Tapi apa aku punya keberanian melihat responnya nanti setelah aku mengatakannya. Oh.. God, help me please…
“Mingyu… kamu tahu nggak kalau selama ini aku sering banget merhatiin kamu?” Tanyaku yang mulai mendapat keberanian, yang entah datang darimana.
“Aku tahu” Jawab Mingyu dengan senyum manisnya.
“Serius?”
“Ya, tapi kamu kalah cepat dari aku”
“Ha…maksudmu?”
“Kamu sadar nggak, kalau selama ini aku juga selalu merhatiin kamu. Bahkan jauh sebelum kamu melakukan hal yang sama”
“Bohong” Jawabku tak yakin dengan kata-katanya.
“Kamu nggak percaya? Kamu pikir aku tahu darimana kebiasaan tidurmu yang berlebihan. Kalau bukan karena aku punya perhatian khusus buat kamu”
Antara percaya dan tidak percaya, aku hanya diam 1000 bahasa. Agak shock mungkin, tanpa kusadari mataku mulai berkaca-kaca. Ternyata perasaanku selama ini padanya tidak bertepuk sebelah tangan.
Ia mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu di telingaku, “I love you, My sleeping beauty” Bisiknya yang membuatku kembali speechless.
“Sleeping Beauty?” Tanyaku tak mengerti.
“Ya… itu buat kamu yang nggak bisa lepas dari kebiasaan pelormu. Tapi aku nggak mau manggil kamu si Pelor. Aku lebih suka manggil kamu sleeping beauty soalnya kamu itu kaya’ Putri tidur. Yang susah banget buat dibangunin” Tuturnya dengan tersenyum lepas sembari mencubit pipiku.
Aku pun turut tersenyum. Aku bahagia dengan apa yang aku alami malam ini. Aku harap ini bukan sebuah mimpi.
“Zui… bangun dong, aku mau ngomong sama kamu” Ucap Mingyu yang membuatku bingung setengah mati.
“Mingyu… kamu ngomong apa sih? Aku nggak lagi tidur, kenapa aku harus bangun?”
Mingyu tak menjawab ia hanya tersenyum. Tiba-tiba Chaeyoung datang dan menciprati air beberapa kali ke wajahku. Membuatku semakin tak mengerti. Tak mengerti Chaeyoung nongol darimana, ia begitu saja ada di hadapanku. Dan yang membuatku semakin dan semakin tak mengerti apa maksudnya ia mencipratiku seperti itu.
“Ayolah Tzu, bangun. Kamu tu susah banget sih dibangunin” Gerutu Chaeyoung makin buatku bingung.
Tiba-tiba sosok Mingyu dan Chaeyoung menghilang perlahan dari hadapanku bagai debu tertiup angin, kini yang ada dalam pandanganku hanya sebuah ruangan yang berwarna serba putih. Seperti kamar rumah sakit. Ya, aku sedang berada di rumah sakit karena maag akut ku yang kambuh.