12

39.6K 6.2K 372
                                    

Perjalanan mereka berdua bisa dibilang sudah cukup jauh, karena kuda pangeran yang bernama Frank itu sudah berlaju dengan cepat tanpa henti.

Dan fajar telah datang menemani mereka. Matahari telah mengintip sedikit saat mereka memutuskan untuk berhenti di depan aliran sungai yang jernih dan dangkal.

Flora sempat mengerutkan keningnya karena agak ragu dengan steril atau tidaknya sungai itu. Tapi melihat pangeran yang memasukkan air ke dalam kantong airnya, membuat Flora akhirnya memutuskan untuk meminumnya--meskipun dengan berat hati.

Tidak etis rasanya jika seseorang yang terhormat meminum air itu, sementara dirinya malah merengek meminta pangeran kerajaan memasakkan air untuknya. Tidak lucu.

"Kau haus?" tanya Pangeran Barrack saat melihat Flora menenggak air itu dengan cepat.

Flora sendiri juga tidak menyangka bahwa air itu bisa sedingin air es yang menyejukkan tenggorokannya dan membuat dahaganya hilang seketika. Jadi, Flora membalas pertanyaan kecil pangeran dengan anggukan pelan.

"Harusnya kau bilang saja. Aku bisa berbagi."

Oh, tidak, terima kasih.

Flora hampir mengatakan hal itu, namun ia menahan bibirnya kuat-kuat untuk tidak mengucapkan apapun yang mungkin membuat Pangeran Barrack berubah pikiran tentang keputusannya kali ini.

Pangeran Barrack tiba-tiba memegang topeng peraknya, yang membuat Flora tiba-tiba merasa waswas dan bersembunyi di belakang Frank yang sedang menggigit apel merah kesukaannya.

Pangeran Barrack menatapnya datar, "Aku ingin melepas topengku, bukan pakaianku."

Flora tetap bersembunyi di belakang Frank dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, seolah pangeran Barrack mampu melihatnya menggeleng enggan.

"Saya ... Tidak mau dikutuk dua kali."

Bagi Pangeran Barrack, adalah hal yang biasa jika mendengar soal dirinya yang mengutuk orang lain. Tapi pangeran Barrack belum pernah mendengarkannya seterang-terangan itu dan ... sepertinya saat orang lain yang mengatakannya, rasanya tidak sesakit yang dirasakannya sekarang.

"Percuma. Kau sudah dikutuk," ucap Pangeran Barrack kesal.

Tanpa dipedulikannya Flora yang masih bersembunyi di belakang Frank, Pangeran Barrack melepas topengnya dan membasuh wajahnya di sungai itu.

Dan apa yang membuat Flora merasa bahwa di belakang Frank lebih aman daripada melihat wajahnya? Untung saja Frank tidak seliar saat dia bertemu dengan orang baru yang lain. Padahal biasanya kuda coklat itu akan meronta-ronta jika orang asing yang menaikinya.

Tapi untuk kasus Flora, hal tersebut tidak terjadi. Jadi, mungkin Pangeran Barrack boleh merasa sedikit tenang.

"Maaf ..."

Flora melirih pelan sesaat setelah Pangeran Barrack membasahi wajahnya. Dan saat Pangeran Barrack menoleh padanya, Flora tersentak.

Bukan kaget dengan wajahnya, tentu saja--karena Flora sudah pernah melihat wajahnya sebelumnya, namun kaget karena pangeran Barrack menoleh padanya dengan senyuman tipis.

"Baiklah, aku akan mengampunimu," ucapnya sambil berdiri dan berdeham.

Padahal, sebenarnya dia hanya senang karena bisa menatap Flora secara langsung, lagi, tanpa menggunakan sedikitpun penghalang yang membatasi.

"Bolehkah saya di atas Frank saja, pangeran?" tanya Flora yang membuat senyuman pangeran memudar kembali. Flora yang menyadari bahwa pangeran kurang menyetujui pun memberikan penjelasan. "Saya takut ada tanaman Euforose lain yang menyerang...."

Pangeran Barrack memasang topengnya kembali dan mendekati Flora dan Frank.

"Kau tidak perlu cemas. Tanaman Euforose hanya ada di kerajaan sebagai simbol pelindung kerajaan. Untuk beberapa alasan, serat tanaman ini menyerangmu saat menyadari bahwa kau bukan bagian dari kerajaan." Pangeran Barrack menjelaskan. "Lagipula kita sudah jauh dari istana. Kau tidak perlu cemas."

Flora mengangguk. Lalu teringat dengan jasa pangeran terhadapnya yang disangkanya adalah hal buruk.

"Dan terima kasih pangeran telah menyelamatkan saya dari tanaman itu, saya belum mengucapkan terima kasih."

Pangeran Barrack mengelus tengkuknya. "Itu hal yang janggal, jadi kupikir lebih baik aku melakukannya."

"Saya berhutang nyawa dengan pangeran."

Pangeran Barrack terdiam selama beberapa saat. Ditatapnya dengan dalam, manik mata Flora yang saat ini memang dipastikan hanya tertuju padanya.

"Flora, sebenarnya--"

Frank tiba-tiba mengeluarkan suara, yang membuat ucapan pangeran Barrack terhenti seketika.

Bukan hanya suara, tapi kedua kaki depan kuda itu juga terangkat di udara, seolah ada sesuatu yang perlu dihentikannya, seolah ada bahaya yang mengintai mereka.

Pangeran Barrack yang menyadari hal tersebut langsung buru-buru menarik tali Frank untuk menyeberangi sungai lewat batu-batu, lalu begitu mencapai ujung, tanpa mengatakan apapun, Pangeran Barrack mengangkat Flora naik di atas Frank, selanjutnya ia menyusul.

Flora hanya bisa berteriak dalam hatinya karena perbuatan pangeran.

Bagaimana bisa pangeran mengangkatnya semudah itu? Padahal kan Flora--

"Kau tidak seberat itu, ayolah."

Setelah itu, pangeran Barrack memacu Frank lebih cepat dari sebelumnya.

Flora yang duduknya belum diperbaiki sama sekali, nyaris berjatuh, namun ditahan oleh lengan pangeran, saat ia menyadari itu.

"Tunggu sampai kita berada di tempat aman dulu," sahut pangeran seolah dapat membaca pikiran Flora yang hendak memintanya menghentikan Frank agar dia bisa memperbaiki posisi duduknya yang sedang menyamping.

Flora tidak punya pilihan selain menerima hal tersebut.

Saat diintipnya keadaan di belakang sana, dia melihat hal yang cukup mengejutkan.

Semua pohon dan rerumputan hijau menjadi kering kecoklatan, dan semua itu terjadi sangat cepat, seolah mengejar mereka.

tbc

17 Mei 2018

a/n

Kerjain ini itu buru-buru kayak dikejar editor /bukan

Semoga cerita ini bisa menemani kalian yang sahur wkwkwkw. Sekali lagi, selamat menunaikan ibadah puasa.

Jangan bolong kecuali urgent lho ya wkwkwkw.

Aku mau bubuk dulu ~

-Cindyana

MIZPAH - The Kingdom of Mist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang