Aku tidak bangga menjadi yang kedua dalam hubunganmu. Aku tidak bangga telah merebut separuh, bahkan lebih, dari perhatianmu. Aku tidak bangga ketika ada wanita lain yang rela menunggu kabar darimu sedangkan aku selalu nomor satu. Aku tidak bangga ketika kekasihmu selalu menangisi ketidakpedulianmu. Kau pikir aku bangga? Justru aku takut. Takut suatu saat kau akan memperlakukanku sama seperti dia.
Lalu untuk apa aku tetap bertahan?
Jawabannya hanya satu, rasa nyaman.
Entah rasa ini hanya sementara atau permanen, aku harap ini akan indah selamanya. Aku menemukan sosok idaman darimu semata, meski kau jauh dari kata sempurna namun itulah yang membuatmu beharga untuk kupertahankan. Bukan ... aku tidak pernah berniat sama sekali untuk mengambil keuntungan dari keadaan yang kau miliki sekarang. Semua yang ada pada dirimu kini berkat doa-doa orang yang ada sebelum aku hadir dalam hidupmu. Aku sama sekali tidak berhak apa-apa, kecuali cinta yang terlambat aku temui dari sosokmu.
Tak apa, jika aku hanya beratap gubuk dengan kasur reot sebagai alas, asalkan kau mau singgah dan merubah kesepian laknat itu menjadi sebuah istana megah bertahta tawa. Aku tak apa hanya menikmati nasi bungkus berdua, jika suapan dari tanganmu adalah momen beharga. Aku tak apa jika tidur malam berteman desau angin riang yang tertawa nista, asalkan kau tidak meninggalkan kewajibanmu disana. Aku tak apa sayang. Sungguh tak apa.
Tapi aku tetap seorang pencuri.
Seorang yang mencuri dari wanita lainnya. Mencuri perhatian dan sedikit kasih sayang yang dulu berlimpah. Namun aku tak kunjung kuasa menahannya. Bukankah wanita selalu lemah pada cinta yang apa adanya? Dan kau adalah sosok apa adanya. Dengan kesederhanaan yang menempa sifat dewasa dan pemimpin dalam dirimu yang gagah; tidak berlagak tampan dengan pesonanya, tidak berlagak kaya dengan hartanya serta tidak angkuh dengan kemampuannya menjerat wanita kedua (dan itu adalah aku). Aku mencintai dia karena hal yang tak pernah kau perhatikan, wahai saudariku. Kau menyia-nyiakan dirinya dan kau terlampau menuruti egomu yang kekanak-kanakan.
Ah, apa aku terdengar mencari pembenaran atas sifat salahku.
Benar. Itu benar. Ah, itu membuatku sadar bahwa aku hanya penyelinap di antara celah kalian. Mencari kesalahanmu dan membenarkan tindakanku.
Tapi ketahuilah, aku tidak pernah bangga dengan hubungan ini.
Tidak sama sekali
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Seharusnya Kita
RomanceMencintaimu adalah perngorbanan yang harus aku bayar dengan keikhlasan. -Neneng Lestari