-Pagi buta, aku akan menjempumu di halte terdekat-
Renjun berkali-kali membaca pesan yang Jeno kirim semalam. Memastikan bahwa ia tidak salah membaca jadwal. Saat ini, ia sudah duduk membeku di kursi dingin halte selama hampir 3 jam. Bibirnya terasa keras membeku, jari-jari kurusnya memucat kedinginan.
Renjun sudah mengenakan mantel tertebal yang ia punya, juga 3 lapis baju didalamnya. Tapi, itu sama sekali tidak menghilangkan rasa dingin yang menggigil. Beruntung matahari sudah naik 1 jam yang lalu, cukup menghangatkan dirinya yang hampir menjadi ice sculpture.
Para pekerja sudah mulai berangkat. Siswa sekolah juga mulai menampakkan batang hidungnya, duduk di halte menunggu bus.
Tapi, sosok yang sedari tadi Renjun tunggu tak kunjung datang. Ia bisa saja berhenti menunggu dan pulang ke rumah yang hanya memakan waktu 10 menit dengan berjalan kaki untuk sampai di sana. Hanya saja, Renjun tidak ingin membuat Jeno kecewa atau mencarinya karena ia tidak berada di halte.
Renjun melihat jam melingkar di pergelangan tangannya. Ia bertekad untuk pergi setelah menunggu 15 menit lagi.
.
.
Ini sudah 15 menit lewat 10 detik, dan si pembuat janji belum juga muncul. Renjun sudah tidak tahan lagi. Ia berdiri dengan wajah masam hendak pergi meninggalkan halte. Kesal sekali dengan penantiannya yang tak berarti.
Lampu pejalan kaki berganti hijau, Renjun siap melangkahkan kakinya untuk menyeberang jalan-
Tiiinnnn
"Huang, kau sudah datang? Mau pergi ke mana?"
"Apanya yang sudah datang?! Renjun membeku disini! Hanya untuk menunggu Jeno-ssi!" Renjun merengut kesal.
"Sudahlah, cepat naik!" Titah Jeno.
"Apa-apaan!" Renjun semakin merengut, tangannya berkacak pinggang. "Renjun berperang dengan suhu rendah selama 3 jam dan sekarang Jeno-ssi seenaknya menyuruh Renjun naik. Tanpa minta maaf pula. Jeno-ssi tidak terlihat menyesal sama sekali." Ia memalingkan wajahnya.
Jeno menahan kedutan di sudut bibirnya. "Yah, aku memang tidak menyesal." Ia menikmati perubahan ekspresi Renjun yang melotot lucu. "Naik atau tidak? Didalam mobilku ada pemanas, omong-omong." Tersenyum jenaka.
Renjun kalah telak!
Ia merajuk agar Jeno minta maaf padanya. Tapi Jeno punya harga diri yang tinggi dan sialnya ia punya apa yang Renjun butuhkan, 'penghangat'. Dan sekarang yang Renjun butuhkan hanya penghangat. Bagaimana bisa Renjun menolak tawaran menggiurkan itu dengan tubuh hampir membeku?
Pemuda manis tersebut melirik Jeno melalui sudut matanya, mencoba membaca ekspresi Jeno. Ia mengintip ke dalam mobil yang terlihat jauh lebih hangat dibandingkan dengan trotoar dingin yang ia pijak. Jeno terlihat menunggu jawaban si manis.
"Apa Jeno-ssi punya hotpack juga?" Cicit Renjun.
"Kita bisa membelinya di supermarket nanti." Ujar Jeno tak sabar.
Renjun masih saja diam. Ia menimang-nimang kembali tawaran Jeno. Tubuh Renjun sudah kebas kedinginan, terutama bagian kakinya. Tapi Renjun juga punya ego yang tinggi. Seharusnya Jeno minta maaf atas keteledorannya-Renjun tak yakin sebenarnya ini memang keteledoran Jeno atau ia memang sengaja datang terlambat- jika sudah begitu Renjun akan dengan senang hati memaafkan dan masuk ke dalam mobil Jeno. Tapi Renjun lupa bahwa Jeno punya ego yang jauh lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awkwardness
FanfictionRenjun hanya ingin kehidupan pacasekolahnya berjalan dengan normal