FB - 13

8 0 0
                                    


Vita kemudian menghembuskan napas. Ia harus banyak bersabar, karena menggerutu tak akan membuatnya sampai ke sekolah. Baru saja ia hendak berjalan kaki sambil mencari angkot, sebuah kendaraan tiba-tiba berhenti di depannya. Kaca helm-nya dinaikkan, sehingga menampilkan sepasang mata bernetra hitam.

"Udah, bareng gue aja. Gak usah sok gengsi gitu."

Vita diam saja.

"Yaudah kalo gak mau. Bentar lagi bel masuk, lho. Apalagi jalanan macet. Yah, paling, lo bakal telat--"

"Iya."

"Iya apa?"

"Iya, saya ikut."

"Yuk naik--eh bentar," orang itu membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah jaket, lalu mengulurkannya pada Vita.

"Buat apa?"

"Naik dulu, pegangan pundak gue kalo susah."

Meski bingung karena pertanyaannya belum dijawab, Vita tetap menurut. Ragu-ragu ia menyentuh pundak lelaki itu dan kemudian duduk di belakangnya. Tangannya sibuk menarik-narik roknya yang naik.

"Sekarang, pake jaketnya buat nutupin paha lo."

"Hah?"

"Pake, Pita," orang itu tersenyum dibalik helmnya melihat Vita yang menurut. "Udah? Sekarang pegangan."

"Gak mau. Kakak mau modus, ya!"

"Modus apaan, sih. Gue mau ngebut, kalo lo gak pegangan nanti jatoh ke jalan."

Vita awalnya masa bodoh. Ia tetap tak mau pegangan saat naik motor besar itu. Tapi jantungnya serasa mau copot ketika seseorang di depannya ini tiba-tiba menggas motornya sehingga badan Vita terdorong ke depan. Untung saja terhalang tas sehingga bagian depan tubuhnya tak bertabrakan langsung dengan punggung lelaki ini.

Ferick pasti sengaja!

"Makanya pegangan." Bersungut-sungut Vita menurut. Tapi, Vita tak akan memeluk Ferick. Ia hanya pegangan pada tas punggung lelaki itu.

"Nah gitu, dong. 'Kan sama-sama aman."

Iya, aman. Biar guenya juga gak deg-degan karena terlalu deket.

***

Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah sampai di parkiran sekolah. Ferick memang gila. Ia membawa motornya dengan kecepatan tinggi. Vita bersusah payah menyeimbangkan dirinya hanya dengan berpegangan pada tas seniornya itu. Ia juga menjadi sedikit deg-degan saat mereka menyalip diantara truk-truk besar.

"Sebenernya, ya, Pita. Gue mau pake banget kalo harus nemenin lo di parkiran. Tapi, sayangnya, gue belum buat pr, jadi...."

Vita langsung tersadar dari lamunannya dan langsung turun dengan hati-hati dari motor besar itu. Lagi-lagi, terpaksa, bertumpu pada pundak lebar Ferick. Setelah Vita, barulah giliran Ferick yang turun dari motornya. Wajah menyebalkannya kini terlihat lagi setelah ia membuka helmnya.

"Bilang apa?"

"Makasih. Ini jaketnya."

"Lo bawa dulu aja. Siapa tau, nanti siang lo butuh lagi?"

"Maksudnya?"

Ferick mengangkat bahu. Ditepuknya kepala Vita sebelum berlalu. Jantung Vita berdebar secara heboh, dan Vita tak tahu kenapa. Mungkin ini karena tadi diajak mengebut? Entahlah. Tapi tepukan itu masih terasa bahkan ketika punggung Ferick telah menjauh

[]

BS [1]: Freaky BelovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang