FB - 15

13 0 0
                                    

Sepasang mata itu menatap kearah meja sana. Jangan kira ia tidak menyadari bahwa lelaki kelas sebelas itu sedari tadi memang ingin duduk satu meja dengan tiga gadis kelas X itu. Ia hanya pura-pura tak melihat kearah sana dengan tameng tertawa dengan kawan-kawannya. Tapi sejujurnya, setiap beberapa menit sekali, matanya pasti melirik, meskipun hanya sekilas.

"Udah, Rick. Mau lo liatin sampe mata lo ngeluarin laser pun, mereka gak akan jauhan."

Ferick berdecak. Rupanya, ia ketahuan juga sedang mencuri pandang. Padahal, ia kira tak akan ada satupun yang sadar.

"Samperin, gih!"

"Males, ada monyetnya."

Dan kelima cowok itu langsung tertawa, apalagi melihat wajah sewot Ferick yang kelihatan tersinggung karena kalimatnya dijadikan bahan tertawaan. Ia mendengus sambil mencomot satu bakwan dan mengunyahnya. Seseorang di sebelahnya menepuk pundak Ferick.

"Kalo belum apa-apa aja udah nyerah, gimana kedepannya, Rick."

"Kalo perlu, nih, lo datengin pas ada monyetnya sekalian. Tunjukkin, kalo lo sanggup rebut tuh cewek dari dia."

"Pita bukan barang,"

"Sorry,"

"Bukannya, namanya Vita, ya?"

"Sama aja,"

"Tapi, ya," ujar cowok di hadapan Ferick. "Kalo misal si Pita-Vita ini gak mau sama lo, gimana?"

"Masih ada Rasti."

Itu bukan Ferick yang bicara. Tapi seorang gadis yang berdiri di samping meja. Ferick melengos malas. Bisa-bisanya Rasti menemukannya disini. Padahal, Ferick sudah capek-capek pergi ke kantin lantai dua agar Rasti tak merecokinya di kantin kelas XII.

"Nico, minggir dong. Gue mau duduk di sebelah Ferick."

"Dih, males."

"Oohh gitu?" Rasti manggut-manggut. "Padahal, tadi gue liat Yumi yang digodain sama anak kelas lain."

"Apa?!" Kalap Nico. Yumi adalah gebetannya. Jelas dia tak akan membiarkan orang lain menggagalkan rencana jadiannya. Maka dari itu, Nico langsung beranjak dari duduknya dan bergegas keluar kantin dengan tampang beringas.

"Woy, Nic, ini makanan lo siapa yang bayar?" Namun teriakan itu tak mendapat jawaban karena Nico sudah lebih dulu pergi.

"Hai, Ferick? Gue cariin di kantin bawah, taunya malah disini." Ferick memutar bola jengah.
"Gue sampe rela gak makan siang, loh, gara-gara sibuk nyariin lo."

Sementara Rasti sedang asik berbicara, diam-diam teman-teman Ferick menahan tawa. Bagaimana tidak? Gadis berambut digerai itu nampak senang senang saja berada di dekat Ferick. Sementara Ferick malah menampilkan wajah malas yang kentara.

"Ferick?"

"Hm,"

"Gimana kalo, nanti pulang sekolah kita makan siang bareng?"

"Gak bisa."

"Kok gak bisa?"

"Males."

"Ayolah- eh, mau kemana? Ferick!"

Dan siswa-siswa yang tadi berusaha menahan tawa, kini sudah terbahak-bahak. Sisanya hanya geleng kepala melihat teguhnya Rasti mengejar Ferick. Apalagi, setelah langkah mereka sejajar. Rasti dengan manja menggelayut di lengan Ferick yang dari tadi sudah lelah melepaskan tangan Rasti di lengannya.

Sementara dari meja kantin, suara tertawa Damian masih terdengar di telinga Vita. Cowok berjam tangan hitam itu malah juga sampai geleng kepala diakhir tawa gelinya, membuat Vita mengerutkan kening bingung.

"Kok pada ketawa? Apanya yang lucu?"

Damian berdeham terlebih dahulu agar berhenti tertawa.
"Ya lucu aja liat mereka. Cara Kak Rasti ngejar Kak Ferick, udah kayak liat orang pacaran lagi marahan. Si cowok sok cuek. Si cewek gigih banget ngejar." Lalu ia geleng-geleng lagi sambil meminum jusnya lewat sedotan.

Kak Ferick cuek? Bah! Kak Damian aja yang belum tau, batin Vita.

[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BS [1]: Freaky BelovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang