Hello: The Prey At Night!

2.1K 236 44
                                    

Hello: The Prey at Night!
.
.
Author: alistebalsinchan || Genre: Psychopath || Rating: PG17 || Don’t Like Don’t Read as simple as that

***
Suara sesuatu yang pecah
Membangunkanku dari tidur…
—Singularity by Taehyung

Yerin membekap mulutnya. Gadis itu bergetar di balik almari. Mata bulatnya terbuka lebar saat mengintip di balik celah pintu almari yang sedikit terbuka. Irisnya menyaksikan betapa kejamnya dua orang bertopeng yang tengah membunuh ibunya.

Terlalu bengis. Tidak beradab. Mereka bukan lagi manusia.

Melihat bagaimana salah satu dari mereka yakni pria yang mengenakan topeng merah dengan raut menyeramkan, juga tak lupa kedua tanduk yang melingkar ke dalam bak tanduk domba yang sering menjadi penggambaran iblis, tampak sangat menyeramkan dan membuat bulu kuduk Yerin merinding, sedang memegang dua pedang yang kedua ujungnya menyentuh kulit tipis ibunya, menusuk dalam dan perlahan mengoyak bagian bawah tubuh ibunya.

Pemuda itu memainkan pedangnya tanpa belas kasihan. Matanya menatap dingin pedang-pedangnya yang menjelajah dari betis hingga pinggul ibu Yerin, memandang hal tersebut seakan suatu hal yang biasa dilihat. Tidak mengindahkan jerit dan isak tangis yang keluar dari mulut perempuan renta tersebut. Membuat mereka seakan menjadi alunan merdu atau lullaby sebagai pengantar tidur di malam yang dingin ini.

“Orang tua sepertimu seharusnya mati.”

Yerin tersontak, terkejut kala mendengar nada datar yang keluar dari laki-laki bersurai cokelat yang tengah berjongkok di hadapan ibunya. Tangan laki-laki itu berada di pucuk kepala ibunya, membelai rambut memutih ibunya yang kini dalam keadaan setengah sadar. Perasaan khawatir perlahan menyergap, menyebar ke seluruh hati Yerin saat mata sayu ibunya perlahan terpejam. Yerin mendapati air mata di sudut mata ibunya lambat laun mengering dan hal itu membuat hatinya terenyuh.

Yerin ingin sekali keluar dari tempat persembunyiannya. Akan tetapi, senyuman ibunya yang perlahan menjadi sayu membuatnya menghentikan niatannya. Pada akhirnya, Yerin tetap di tempatnya dan kembali bersembunyi seperti seorang pecundang.

Jika ditanya bagaimana keadaan Yerin saat ini, dia sangat shock. Merasa semuanya merupakan salahnya. Gadis itu menyalahkan dirinya sendiri karena yang bisa dilakukannya hanya bisa diam dan menonton ibunya yang lambat laun menjemput maut di tangan kedua psikopat gila itu. Ingin rasanya Yerin keluar dari situasi ini, tapi rasanya tidak mungkin. Dia tidak boleh gegabah, gadis sepertinya tidak bisa mengalahkan keduanya atau bahkan salah satu dari mereka.

“Hei, Gook-ah, apa lagi yang kau tunggu?”

Pria bersurai cokelat yang menutup seluruh wajahnya dengan topeng berwarna putih yang bagian mata kirinya terdapat sebuah tetesan cairan hitam itu pun berdiri. Menepuk-nepuk tangannya dan pahanya sesekali sementara pria bertopeng merah –rekannya— hanya terdiam, memerhatikan mangsanya yang terbujur lemah dan mengais udara dengan tarikan napas pendek-pendek.

Hyung, apa kau yakin hanya dia orang yang ada di sini?”

Pria bertopeng putih hanya mengendikkan bahunya sembari melipat lengan kemeja hitamnya hingga mencapai siku, “Hanya lakukan apa yang kuperintahkan padamu, Gook,” ujar pria tersebut seperti sebuah titah, yang mampu membuat sang lawan bicara, pria bertopeng merah terdiam dan melakukan perintahnya.

Pria bertopeng merah tersebut –yang kerap dipanggil Gook— pun mengarahkan pedangnya. Tanpa aba-aba, pedang tersebut berhasil melayangkan kepala perempuan renta tersebut dan membuat darah terciprat, membasahi tubuh sang pelaku. Baik si pria bertopeng putih maupun merah.

Sang topeng putih mendecak sembari membersihkan topengnya yang terkena cipratan darah, “Kau seharusnya lebih berhati-hati, Gook,” ujar sang topeng putih yang tidak digubris rekannya.

Gook berjalan, mengelilingi ruangan yang asing baginya. Iris mata kelamnya berpendar, menyusuri setiap sudut ruangan, berusaha mencari sesuatu yang hilang. Kendati demikian, pria tersebut justru mendapati ujung sepatunya yang bertemu dengan sesuatu dan membuat langkahnya terhenti. Pandangannya jatuh ke bawah, matanya menatap intens kepala yang dia tahu si empunya.

Gook hanya terdiam memerhatikan ekspresi dari sang korban dan merekamnya. Bagaimana kedua mata korbannya yang terbuka lebar dan tak menampakkan bola mata hitamnya serta mulutnya yang menganga. Gook teringat perkataan terakhir yang diucapkan korban sebagai salam perpisahannya. Selamatkan aku.

Pria yang dipanggil Gook tersebut hanya mendecih kemudian menendang kepala tersebut. Dia menoleh dan mendapati partnernya itu sedang membelakanginya, “Hyung, aku akan melihat sekeliling. Aku ingin memasti—”

“Tidak perlu.”

“Tapi—”

Partnernya sang pria bertopeng putih pun menengok, menatap lekat pria Gook itu, “Kau tidak percaya kepadaku, Gook?”

Gook bungkam beberapa detik sebelum akhirnya menghela napas, “Baiklah, Hyung,” tukasnya kemudian berjalan keluar, menyerah dan meninggalkan pria bertopeng putih.

Usai pria Gook tersebut pergi, Yerin mendapati sauasana mencekam yang menggerogoti seluruh tubuhnya. Yerin berguncang tatkala pria bertopeng itu berbalik dan menderapkan kakinya lalu berjalan lurus ke arah Yerin. Yerin menggeleng, lambat laun air mata jatuh membasahi pipinya. Hatinya menjerit saat pria bertopeng putih tersebut membuka pintu almari dan menemukannya.

“Dasar gadis nakal!”

One Season of TaerinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang