The Darkest Night

2.3K 171 135
                                    

Author: veautivul|| Genre: Misteri ||

Angin siang hari kala itu membelai kulitku dengan lembut. Aku berdiri menikmati angin sejuk dari pantai yang selama enam belas tahun tidak pernah aku dapatkan di kota. Aku suka disini terutama pantainya.

Matahari tidak terlalu bersinar dengan teriknya jadi memudahkanku untuk bermain di pantai. Meski akan memasuki musim dingin dan suhu dingin naik secara perlahan ini tidak membuatku menyerah dab harus guling-gulingan di atas tempat tidur. Tidak, aku tidak seperti itu, aku akan berada di luar rumah sampai rasa bosan menyergapku.

Ah... anginnya membuatku ingin terus-terusan di pantai ini.

"Tolong!"

Salah satu alisku terangkat, apa aku mendengar suara orang minta tolong? Aku pasang pendengaranku dengan tajam. Hampir lima menit tidak ada suara itu lagi, ah, mungkin itu hanya halusinasiku karena pantai ini sepi dan hanya aku yang berada disini.

"Tolong! T-tolong aku!!"

Mataku terbuka terkejut. Suara itu datang lagi. Aku bergegas mencari asal suara minta tolong itu.

Sial, ada seseorang tenggelam. Aku tidak peduli dengan baju rajut tebal buatan mendiang ibuku yang sedang kukenakan. Aku menceburkan diri dan membantu laki-laki yang hampir terbawa ombak pantai yang cukup besar.

Tanganku meraih tubuhnya. Aku membawanya ke tepian. Laki-laki bersurai coklat gelap ini pingsan, sepertinya kehabisan nafas.

Dan hanya ada aku disini, apakah aku harus memberinya nafas buatan? Aish! Tidak, aku tidak mau. Oh ayolah, aku harus bagaimana? Seklebat ingatan dari ibu yang dulu mengajarkanku bagaimana memberi nafas pada orang lain itu menyadarkanku. Tanganku langsung mengurut dada bidang laki-laki itu, aku lakukan tiada henti asal laki-laki ini terbangun.

Syukurlah ini berhasil. Laki-laki ini terbatuk-batuk karena banyaknya air yang ia telan ketika tenggelam. Aku memundurkan diri dan jatuh terduduk beberapa senti di belakangnya.

"Seharusnya kau tidak perlu menolongku. Biarkan saja aku mati." Katanya dengan suara yang lemah sedangkan aku memblototkan kedua mataku.

"Ya! Kau ingin bunuh diri? Kalau kau bunuh diri tidak seharusnya kau berteriak meminta tolong, dimana otakmu, wahai tuan?" Ujarku sinis dan kesal.

Laki-laki ini menggendikkan bahunya santai. "Terserahku, toh aku yang ingin bunuh diri. Bukan urusanmu kalau aku ingin bunuh diri tetapi minta tolong." Balasnya cuek.

What?

Apa katanya?

Sungguh, aku telah menyesal membantunya.

"Dasar tidak tahu terima kasih! Kau itu harusnya bersyukur karena aku sudah menolongmu. Lihat ini?! Sweaterku basah dan disini dingin ini semua karena aku membantumu terhindar dari kematian, Tuan!" Seluruh tubuhku memanas karena laki-laki ini sangat menyebalkan.

Laki-laki ini kemudian membalikkan tubuhnya. Tatapanya datar sangat datar, rahangnya kokoh, dia tampan sangat sangat tampan. Tidak, tidak, apa yang baru saja aku katakan? Sadarlah, Yerin, sadarlah! Ia mendekatkan wajahnya kepadaku dan tentu saja aku memundurkan kepalaku, apakah dia laki-laki mesum? Oh astaga!

"YA!" Bentakku dan ia kembali ke posisinya semula. Aku berdiri sambil berkacak pinggang. "Rumahmu dimana? Aku akan mengantarmu pulang!" Seruku dan dia terkejut dengan ucapanku.

Memang ada yang salah dengan ucapanku? Tidak, kan?

"Aku tidak mau! Aku tidak mau pulang!"

Apa katanya? Haish, dasar kekanakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Season of TaerinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang