Bab 3 (Erin)

2 0 0
                                    

"Ng... Lo tau kan lo gak sendirian di sini?"

Entah apa yang mendorong Erin berkata begitu pada cowok di sampingnya ini, karena begitu suaranya keluar cowok itu berjengit kecil dan memandang Erin dengan bingung. Lalu cowok itu mengusap kedua matanya dengan lengan kaus, dan memalingkan wajahnya dari Erin.

Sejenak Erin tidak tau harus berbuat apa, dia tidak mau cowok itu menangis lagi. Nanti orang mengira yang enggak - enggak lagi. Pikirnya jengkel. Beberapa orang sekarang mulai menoleh ke arah mereka dengan curiga, beberapa dari mereka menahan tawa, dan sebagian lagi terlihat bingung.

Cowok itu masih memalingkan wajahnya sambil menahan isak, tapi tidak beranjak sama sekali dari kursi taman.

Oke, buat informasi aja, Erin itu bukan cewek terbaik di dunia. Bahkan beberapa mantan temannya menyebut kalau Erin ini jalang. Tapi entah kenapa, sesuatu di dalam dirinya mendorong Erin untuk berbicara pada cowok itu, untuk mengetahui masalahnya.

Jadi Erin menghela napas untuk menenangkan syarafnya dan berkata. "Lo gak harus malu kok... Ng... Nangis aja gak apa - apa." Erin memilin jari - jarinya menjadi satu saking gugupnya, "Mmm... Tapi jangan di sini, nanti orang - orang ngiranya gue habis mutusin lo apa gimana gitu..." Erin melirik cowok itu, namun dia masih memalingkan wajahnya.

Erin menghembuskan napas, "Lo mau es krim gak? Tadi gue liat ada anak kecil beli es krim di seberang situ, terus gue kepengen aja... Ng... Tapi kayaknya gak enak gitu kalo makan sendirian."

Cowok itu masih tidak merespon.

Sejenak otaknya menyuruhnya untuk pergi saja dan tidak bertindak bodoh dengan terus nyerocos gak jelas di samping cowok ini, tapi hati kecilnya berkata sebaliknya.

Erin mengedarkan pandang ke sepenjuru taman dengan salah tingkah, mengaitkan kakinya menjadi satu, lalu melirik cowok itu lagi. "Jadi lo gak mau es krim? Yaudah. Ng..." Erin kehilangan kata - kata, dia tidak tau harus berbuat apa, barangkali akan lebih baik kalau dia pergi saja.

"Gue mau es krim" ucap cowok itu tiba - tiba dengan suara berat, membuat kedua bola mata Erin melebar kaget. Tanpa basa basi Erin langsung bangkit dari kursi taman menuju sebuah warung kecil yang menjual es krim tadi, lalu kemudian dia berbalik lagi. "Rasa apa?" Tanyanya pada cowok itu, yang masih memalingkan wajah.

"Apa aja." Sautnya pendek.

Erin mengangguk kecil dan memutuskan untuk membeli lima es krim dengan rasa berbeda. Siapa tau cowok itu gak suka rasa yang dia pilih. Pikirnya saat itu.

Saat Erin kembali, cowok itu mengangkat alis dengan bingung. "Banyak banget?"

Erin mengangkat bahu dengan santai, "Gue gak tau lo suka rasa apa. Nanti lo gak suka lagi rasa yang gue pilih. Nih!" Ujarnya sambil menyerahkan kelima es krim itu padanya, dan membuka es krimnya sendiri lalu mulai menjilatinya dengan rakus. Hmm... Enak juga. Batinnya.

"Makasih" saut cowok itu lirih masih sambil memalingkan wajah.

"Apa?" Kata Erin pura - pura tidak mendengar sambil duduk di sampingnya.

"Makasih!" Jawab cowok itu lebih keras.

"Lo tau kan, saat berbicara sama lawan bicara kita, kita harus saling tatap muka? Gak sopan loh kalau lo memalingkan wajah dari lawan bicara." Kelakar Erin jail.

"Makasih!" Ucap cowok itu sekali lagi sambil memalingkah wajahnya dengan berat hati.

"Nah gitu dong! Muka lo gak jelek - jelek banget kok." Saut Erin sambil tersenyum. Cowok itu memutuskan untuk tidak menyahut dan mulai melahap es krim rasa cokelat dari semua rasa yang ada, lalu meletakan sisanya di bangku taman.

All The Wrong ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang