Kenapa harus balik lagi kalo dulu mutusin buat pergi?
Alina Deliara
<><>
ALINA membuka matanya perlahan. Kepalanya masih berdenyut nyeri. Hal pertama kali yang ia lihat adalah sahabatnya, Vera yang tengah menatapnya dengan raut wajah khawatir.
"Alina, lo udah sadar?" Vera mengambilkan air minum untuk Alina yang memang telah disediakan tadi oleh petugas PMR.
Alina meraih gelas itu dan langsung meminumnya dalam satu tegukan.
Ia mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi, dan matanya langsung membulat seketika."Kok gue bisa disini?"
"Iya tadi lo tidur di lapangan gara-gara si Tomi sialan itu."
Alina langsung menyenggol lengan Vera pelan. "Mulut lo, Ver."
"Oh iya, lo dikasih tau siapa kalo gue pingsan?" tanya Alina
"Si Afi yang ngasih tau gue. Gue langsung panik lah. Kebetulan banget si Afi waktu ngasih tau suaranya kenceng banget sampe seisi kelas tau."
"Emang kenapa kalo suaranya Afi kenceng?" gadis itu menautkan kedua alisnya, bingung.
"Biar si botak tengah tau sekalian kalo lo pingsan gara gara hukuman dari dia. Kan jadinya malu sendiri, sampe seisi kelas tau."
Alina terkekeh pelan. "Itu guru kita juga loh. Kualat baru tau rasa," Alina terkekeh pelan melihat Vera yang kini tengah merengut kesal.
Seperti teringat sesuatu, Alina menatap Vera dengan tatapan intens. "Oh iya, yang bawa gue kesini siapa?"
"Kak Dinar sama temen-temennya." jawabnya.
"Hah, kak Dinar? Yang mana dah orangnya?" tanyanya bingung.
"Itu kakak kelas yang sering make makeup tebel." balas Vera dengan tangan yang kini tengah sibuk memencet layar ponselnya.
"Eh, dia udah nolongin gue tahu!" Alina menatap Vera tajam yang hanya dibalas cengiran kecil oleh gadis yang kini tengah sibuk dengan ponsel yang ada di genggamannya.
Alina sibuk dengan pikirannya sendiri, masih merasa janggal atas jawaban dari pertanyaannya barusan.
'Sejak kapan
***
Alina merebahkan dirinya di atas kasur empuknya dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya. Pikirannya kembali memutar kenangan dua tahun yang lalu. Dimana saat sahabatnya pergi meninggalkannya dengan suatu alasan yang sampai saat ini masih belum bisa dipercayai oleh Alina. Semua terputar jelas di otaknya seperti kaset rusak.
Alina merindukan sahabat cowoknya yang satu itu, mereka sudah bersama-sama semenjak menduduki sekolah dasar. Alina merindukan bagaimana cowok itu tersenyum. Alina merindukan bagaimana cowok itu menjahilinya. Alina merindukan semuanya.
Perlahan, bayang-bayang wajah itu kembali hadir dalam ingatannya bersamaan dengan Alina yang memejamkan matanya rapat. Sampai sebuah suara ketukan dari luar pintu kamarnya membuat Alina membuka matanya.
"Alina?! Ini ada teman kamu nih!" seru seseorang yang ada di balik pintu.
"Iya ma, sebentar!" sahut Alina.
Gadis itu lalu beranjak dari tempat tidur, lalu mengganti seragamnya dengan baju santai. Ia lalu menuruni anak tangga dan mendapati Vera yang kini tengah asik menikmati camilan di ruang tamunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finem Omnia •REVISI•
Roman pour AdolescentsREVISI ULANG-! Dan pada akhirnya, semuanya tidak akan pernah baik-baik saja. Saling memendam ego dan rasa? Itu semua hanyalah sebuah replika. Mungkin semesta akan menertawakan mereka, berkaitan dengan semuanya yang tidak akan pernah ada habisnya. ...