<><>
BEL istirahat berbunyi nyaring membangkitkan kembali semangat para siswa yang sudah kehilangan semangatnya karena menghadapi beberapa pelajaran yang mungkin cukup menguras pikiran dan otak.
Mungkin bagi sebagian orang berpikir bahwa bel istirahat merupakan surga dunia di sekolah bagi para siswa.
"Alina, kantin nggak nih?" tanya Vera yang kini sudah berada disamping mejanya
"Males, ah. Lo aja gih sana." jawab Alina seraya menelusupkan kepalanya Di kedua lekukan tangannya.
Vera berdecak pelan. Tanpa persetujuan dari Alina, ia langsung menyeret lengan sahabatnya itu menuju kantin mengabaikan gerutuan Alina yang cukup membuat telinganya berdengung.
"Udah lo diem aja napa sih? Gue traktir deh,"
Alina hanya menghela napasnya pelan ketika Vera telah berlalu begitu saja meninggalkannya sendiri di salah satu bangku kantin. Matanya menatap sekeliling, tidak ada yang menarik baginya. Sambil menunggu Vera kembali, gadis itu memilih untuk menelusupkan kepalanya di kedua lekukan tangannya ketika kursi yang sedang didudukinya di tendang dengan sengaja oleh seseorang.
"Eh, lo bangun!" serunya.
Alina mendongak ke arah cowok yang menendang kursinya tadi dengan tatapan malas. "Apaan sih gak jelas banget." sarkasnya, mengabaikan pelototan tajam yang diberikan oleh cowok itu, Alina kembali menenggelamkan kepalanya.
"Eh, lo budek ya?" masih belum puas, cowok itu kembali menendang kursinya dengan tidak sabaran.
Sudah cukup. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun saat ini. "Apaan sih lo dari tadi nendang-nendang gak jelas, gue duluan yang duduk disini. Lo cari tempat lain aja napa sih? Kalo udah penuh semua ya jangan maksa orang pindah. Balik aja kek ke kelasnya sono!"
Vera yang menyaksikan perselisihan itu dari jauh hanya mampu menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Karena sebelahnya lagi memegang nampan yang berisi makanan pesanannya. Tangannya sudah gemetar, Alina tidak tau saja ia sedang berhadapan dengan siapa saat ini. Seluruh pasang mata yang ada di kantin menatap ke arah mereka berdua dengan tatapan yang sulit diartikan.
Ingin rasanya Vera menarik tangan Alina menjauh dari Sana. Namun dirinya tidak mempunyai cukup keberanian untuk sekedar menghentikan adu mulut yang terjadi antara Gevan dan Alina. Vera menguatkan tekatnya sekali lagi dan berjalan menuju ke arah mereka berdua.
"Lo aja sono yang balik!" ucap Gevan tak mau kalah.
"Enak aja lo nyuruh gue balik, emang lo siapa?" sentak Alina. Kesabarannya sudah habis kali ini. Mulai ia yang diseret paksa oleh Vera untuk menemaninya ke kantin sampai bertemu cowok tidak jelas yang seenaknya menyuruh dirinya pergi.
"Eh, maaf ya. Dia emang rada-rada orangnya," Vera langsung menghampiri keduanya. Gadis itu tersenyum canggung seraya mengangguk tidak enak ke arah Gevan. Lalu beralih mempelototi Alina dengan kedua mata bulatnya itu yang membuat Alina mengernyitkan keningnya bingung.
"Lo apaan sih Ver? Ngapain lo minta maaf sama dia? Kan dia yang salah!" tunjuk Alina ke arah wajah Gevan yang sedari tadi menatapnya.
"Udah diem, Ikut gue!" bisik Vera sangat pelan hingga hanya Alina yang dapat mendengar ucapannya. Vera menarik tangan Alina menuju kelas yang lagi-lagi membuat Alina heran dengan sikapnya. "Loh, gak jadi ke kantin? Kok malah balik ke kelas lagi? Lupa bawa uang?"
"Duh, Al. Lo itu gimana sih, kenap—" Vera menatap Alina jengkel.
"Apaan sih Ver, gue gak ngerti deh sama lo. Tadi lo paksa gue ikut ke kantin, terus tadi lo nggak ngebelain gue dan malah ngebelain cowok itu, dan sekarang lo narik paksa gue lagi balik ke kelas tanpa alasan. Emangnya ada apa sih? Ada masalah?" cerocos Alina
KAMU SEDANG MEMBACA
Finem Omnia •REVISI•
Novela JuvenilREVISI ULANG-! Dan pada akhirnya, semuanya tidak akan pernah baik-baik saja. Saling memendam ego dan rasa? Itu semua hanyalah sebuah replika. Mungkin semesta akan menertawakan mereka, berkaitan dengan semuanya yang tidak akan pernah ada habisnya. ...