CHAPTER 1

339 34 15
                                    


Satu kata dan kehidupan indah Eun Soo hancur seketika.

Selama satu bulan ia selalu menghindar dari segala bentuk kontak yang berhubungan dengan reuni sekolah menengah pertamanya. Beribu alasan sudah ia persiapkan untuk menolak. SMA adalah salah satu masa terkelam dalam hidupnya, mana sudi ia berkumpul bersama orang-orang yang sukses membuat masa-masa SMA-nya begitu kacau, berantakan, hampir tak tertolong.

Tapi—

Eun Soo mengutuk ingatannya. Ia lupa kalau lokasi reuni itu adalah kafe yang baru saja ia masuki. Ia ingin berbalik tapi Hyunjoo pasti akan membunuhnya jika pulang tanpa membawa ponsel miliknya yang tertinggal di sana. Untungnya, kalau ia tidak salah ingat acaranya diadakan di private room di lantai dua.

Mata Eun Soo bergerak cepat, berusaha mencari Jaemin, teman Hyunjoo yang bekerja paruh waktu di sana. Kali ini nasib baik masih bersamanya. Jaemin muncul dari ujung ruangan dan melambai ke arahnya sambil tersenyum. Setelah berterima kasih, ia segera berpamitan pada laki-laki yang seumuran dengan adiknya tersebut.

Seharusnya Eun Soo tidak berharap banyak. Hidupnya selalu dipenuhi kesialan. Jika sesuatu berjalan terlalu lancar ia seharusnya curiga. Ia hampir saja mengumpat saat seseorang menabrak dirinya dan menumpahkan minuman ke pakaiannya. Cairan berwarna oranye itu langsung menembus blouse putihnya.

"Maaf, aku sungguh tidak sengaja." Ujar laki-laki itu merasa bersalah.

Emosi Eun Soo memuncak, tapi setelah melihat wajah orang yang menabraknya ia hampir saja pingsan. Mimpi buruknya di SMA kini berdiri di hadapannya. Melihatnya dengan tatapan bersalah.

"Aku akan mengambilkan jaket untukmu." Laki-laki itu bergerak panik dan menuju ke lantai dua.

Eun Soo segera mengambil kesempatan tersebut. Ia tidak boleh memperlihatan dirinya di hadapan para monster. Ia harus segera kabur sebelum ada yang mengenali dirinya.

Eun Soo berhasil keluar dari kafe, sebelum sebuah tangan menarik dirinya.

"Ini jaketku." Laki-laki itu menyodorkan jaket miliknya kepada Eun Soo sambil mengatur napasnya yang terengah-engah.

Rasanya Eun Soo ingin sekali menjambak rambut berantakan laki-laki tersebut. Apakah dirinya terlihat sangat membutuhkan jaket sialan itu? Bisakah laki-laki itu enyah dari hadapannya saja. Sekarang juga!

"Seokjin, apa ada masalah?"

Eun Soo melotot. Seokjin telah menarik perhatian monster lainnya. Min Yoongi. Laki-laki itu mendekat ke tempat sampah terdekat dan membuang puntung rokoknya sebelum mendekati dirinya dan Seokjin yang berada dalam posisi amat canggung.

"kenalanmu?" Yoongi memindai Eun Soo. "Jangan berbicara dengan orang asing." Yoongi mendekat.

Orang asing katanya? Oh Tuhan! Apakah laki-laki itu tidak bisa melihat bahwa yang mengejar-ngejarnya adalah temannya yang satu ini. Tapi mereka memang orang asing sih. Argh!

"Aku baik-baik saja dan aku tidak butuh jaketmu. Jadi terima kasih banyak." Eun Soo berusaha terlihat tidak emosional namun jelas usahanya gagal total. Nada bicaranya menyiratkan semua rasa kebencian yang selama ini ia pendam kepada dua laki-laki itu.

Min Yoongi semakin curiga. Setelah diperhatikan wajah Eun Soo seolah tidak asing.

"Aku benar-benar merasa bersalah, jadi—"

"Aku sungguh tidak apa-apa. Rumahku dekat sini" Bohong Eun Soo. "Jadi aku bisa segera pulang dan langsung menggantinya. Lagipula tumpahannya juga tidak terlalu parah." Lagi-lagi Eun Soo berbohong. Baju itu baru saja ia beli minggu lalu dan sudah berakhir dengan noda jus. Dengan terpaksa Eun Soo tersenyum, berharap Seokjin tidak mempermasalahkan hal ini lagi.

"Terima saja jaketnya." Yoongi mengambil jaket yang masih dipegang oleh Seokjin dan menyodorkannya kepada Eun Soo. Sama seperti dulu, semua perkataan Yoongi terdengar seperti perintah.

Tapi Eun Soo menyakinkan dirinya bukanlah gadis delapan tahun lalu yang selalu menuruti perkataan laki-laki itu. Tidak! Ia bukan lagi Eun Soo yang lemah! Ia sudah berubah.

"Aku benar-benar baik saja—"

"Aku tidak sedang berkompromi denganmu nona, tapi aku memaksa."

Baik. Perlu diingat, dirinya bukanlah wanita lemah. Ia hanya tidak mau berurusan lagi dengan Min Yoongi. Dengan terpaksa ia mengambil jaket milik Seokjin.

Seokjin tersenyum bahagia. Laki-laki itu selalu begitu. Ia selalu tersenyum disegala situasi, membuatnya begitu sulit untuk dibaca, sama seperti delapan tahun yang lalu.

Hah, bagus sekali, batin Eun Soo. Kini dirinya malah mengenang masa-masa sekolahnya.

"Berikan aku alamatmu, aku akan mengganti pakaianmu."

"Hah!" Jangan salahkan dirinya jika terjadi pertumpahan darah di sini. Eun Soo mulai curiga jika sebenarnya kedua orang ini mengenalnya dan hanya berusaha mengerjai dirinya saja. Seperti delapan tahun yang lalu.

"Tidak usah terlalu berlebihan, setelah dicuci nodanya juga akan hilang." Hilang sudah kesabaran Eun Soo. "Jadi aku permisi ya Tuan-tuan." Tanpa basa-basi Eun Soo segera berbalik dan berusaha kabur lagi.

"Kau akan kabur begitu saja dengan jaket pinjaman temanku?"

Eun Soo segera berlari ke arah Yoongi. Laki-laki ini benar-benar menguji kesabarannya. Memangnya siapa yang minta dipinjamkan jaket! "Makanya kan aku bilang tidak butuh ini!" Eun Soo melempar jaket milik Seokjin kepada Yoongi. "Dari dulu kau selalu saja menyebalkan!"

"Dari dulu?" Yoongi mengangkat sebelah alisnya. Mendadak gadis ini tampak menarik baginya.

Terkutuklah Heo Eun Soo.

Eun Soo memijit pelipisnya. Ia benar-benar menyerah. "Aku pamit ya!"

"Apa kau juga mengenalku?" kali ini Seokjin, lengkap dengan tarikan tangannya.

Si Kim Seokjin ini kenapa sih?

Sebenarnya ia sedang syuting film horror atau apa sih?

Apa pura-pura pingsan saja ya?

. . .

F A K E  L O V E  

F A K E  L O V EWhere stories live. Discover now