Part 2 - Keenan Robert Wilson

20.2K 961 6
                                    

Aku memutuskan kembali ke Wilson Construction setelah 7 tahun ini. Selama ini, aku hanya mengendalikan perusahaan dari luar. Lagipula aku juga disibukkan dengan resort  di Bali.

Akan kujelaskan dengan benar. Waktu itu aku baru saja berusia 20 tahun saat mama dan papa meninggal. Aku baru saja menyelesaikan kuliahku waktu itu saat papa mewariskan kerajaan bisnisnya padaku. Tentu saja aku mengalami banyak tekanan waktu itu. Para pemegang saham tidak mempercayaiku yang baru saja menyelesaikan sekolahku. Tapi aku kemudian membuktikan kepada mereka kalau aku bisa melakukannya sebaik papa. Dan akhirnya aku mendapat banyak dukungan. Mereka membantuku mengurus perusahaan yang memiliki cukup banyak cabang. Dan aku sangat berterima kasih untuk itu.

Aku berada di London selama 5 tahun untuk mengawasi perusahaan induk. Bukan hal yang mudah memang, karena harga saham jadi tidak stabil, tapi setidaknya aku menjadi sibuk jadi bisa melupakan fakta kalau aku baru saja kehilangan mama dan papa.

Aku mengurus semua cabang perusahaan dari sana. Dibantu orang kepercayaan papa, Uncle George dan orang kepercayaanku, Stevan. Mereka banyak membantuku menangani perusahaan sehingga aku masih sempat mengurusi diriku sendiri. Kemudian 2 tahun terakhir aku kembali ke Indonesia dan membangun resort kecil di Bali. Resort itu hanya untuk ketenanganku, bukan untuk urusan bisnis. Setelah resort selesai dibangun dan dikelola, aku akhirnya memutuskan menetap di ibu kota dan mulai mengambil alih Wilson Construction secara penuh. Masalah di London kuserahkan pada kepercayaan papa yang akan melapor padaku secara rutin. Sedangkan Stevan kubawa ke Indonesia untuk membantuku menghandle bisnis restoran.

Aku memandang rumah didepanku sekali lagi dengan rindu. 7 tahun sudah aku tidak pulang. Sekarang, setelah aku kembali rasanya berbeda. Tidak ada lagi mama dan papa yang menyambut kedatanganku. Tidak ada lagi tawa mereka di rumah ini. Karena aku akan hidup sendirian bersama dengan beberapa pengurus rumah dan keamanan. Banyak kenangan di rumah itu. Aku sebenarnya merasa sedih untuk kembali, tapi juga merasa lega karena sudah kembali. Aku menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Kopernya akan saya bawa ke kamar, Mr.Wilson." Aku menoleh pada supir pribadiku, Taylor, dan mengangguk. Dia berjalan mendahuluiku dan membawa dua koper besar milikku. Aku mengikuti di belakangnya.

Tubuhku benar-benar butuh istirahat. Aku masuk kekamarku setelah Taylor keluar dan menghempaskan diriku ke ranjang. Kupejamkan mataku dan tenggelam dalam tidurku.

.
.
.

Aku memasuki lobi gedung Wilson dengan setelan eksekutifku. Wajahku datar dan terkesan dingin. Memang seperti itulah aku. Tak lagi tersentuh. Karena seperti inilah diriku setelah mama dan papa pergi. Sifatku dulu ikut kukubur bersama kenangan pahit itu. Sekarang hanya ada Keenan Robert Wilson yang dingin dan tak tersentuh.

Aku tahu banyak tatapan memuja dari karyawan wanita disini. Tapi aku tidak tertarik. Belum, mungkin. Aku melangkah dengan tegas ke dalam lift yang terbuka dan menekan lantai 25. Lantai khusus milikku.

Aku melakukan rutinitas pagiku dengan memeriksa email dari London. Tidak ada masalah berarti. Uncle George melakukan pekerjaannya dengan baik, seperti biasa.

Aku mengalihkan diri pada data-data karyawan disini. Membacanya satu persatu dan terhenti pada nama Katarina Jasmine. Catatan pekerjaannya bagus tapi selalu absen satu kali setiap bulannya. Tidak ada catatan yang jelek tentangnya. Mataku berhenti pada fotonya. Wajah gadis itu cantik dengan rambut coklat dan mata coklatnya. Hidungnya mungil dan bibirnya merah muda. Bisa kupastikan kalau dia memiliki tubuh yang mungil. Wajahnya terkesan lembut dan kesepian. Tapi bukan itu yang membuatku terkejut, tapi karena wajah itu mengingatkanku pada mama. Wajah lembut dan rambut coklatnya seperti milik mama. Melihat gadis ini membuatku merindukan mama. Setelah 7 tahun terakhir ini aku berusaha melupakannya.

Segera kututup berkas itu sebelum aku larut dalam kesedihanku. Aku mengusap wajahku kasar dan bangkit. Aku butuh udara segar. Lebih baik aku berkeliling gedung saja, sekaligus melakukan observasi.

.
.
.

Aku berjalan pelan disepanjang koridor di lantai 10. Mataku mengamati kegiatan di ruang terbuka dimana meja-meja kerja bersekat tertata rapi di sebelah kananku. Ada ruang luas dengan meja bundar besar untuk pertemuan. Aku mengalihkan perhatian ke kiriku. Ruangan dengan dinding kaca berbaris disepanjang koridor. Setiap ruang ditempati oleh satu orang. Ruangan itu untuk mereka yang sudah diberi jabatan tetap.

Dan di ujung koridor, aku melihat gadis itu. Di ruang paling ujung, sedang berkutat dengan bestek dan laptopnya. Aku menghentikan langkahku. Terhipnotis oleh gadis itu.

Gadis itu tenggelam dalam pekerjaannya sambil sesekali menyesap minumannya. Kenapa aku ingin sekali mendekati gadis itu? Badanku ingin bergerak mendekatinya, tapi aku memutuskan tetap diam dan memperhatikannya dengan lebih leluasa.

Sekarang aku baru sadar kalau yang membuatnya mirip dengan mama hanya kesan lembut yang tercetak di wajahnya. Walaupun rambutnya memiliki warna yang sama, tapi wajah itu berbeda. Jelas berbeda.

Aku menghembuskan napas panjang dan memutuskan kembali ke ruanganku saja daripada disini dan tenggelam dalam kenangan itu.

Kuhempaskan badanku ke kursi kebesaranku. Memutarnya sehingga menghadap pemandangan dibelakangku. Pemandangan langit yang tenang dan bangunan-bangunan tinggi menjulang. Membuatku larut dalam lamunanku. Entah berapa lama. Tapi aku harus menyibukkan diri jadi pikiran-pikiran itu tidak muncul lagi.

Kukembalikan kursi ke posisi semula dan menarik berkas dimeja kemudian mempelajarinya. Tugasku sebagai pemilik tidaklah sulit sebenarnya. Aku hanya melakukan semuanya untuk membuatku sibuk.

Aku sudah menandatangani semua berkas yang harus kusetujui dan aku juga sudah mempelajari berkas-berkas tentang keadaan perusahaan ini selama 7 tahun terakhir.

Dan baru saja aku menyelesaikan makan siangku. Sekarang aku hanya bisa duduk bersandar di sofa dan bermain dengan iPadku. Berselancar dengan internet. Benar-benar membosankan.

Ah iya, aku teringat gadis itu. Dengan iseng aku membuka aplikasi Instagram dan mengetikkan Katarina Jasmine di kolom pencarian. Hanya ada satu dan itu benar-benar milik gadis itu, tidak sulit ternyata karena gadis itu tidak bertele-tele dalam memberi nama. Aku membuka akunnya dan melihat postingan fotonya. Kebanyakan hanya desain-desain gambar. Fotonya bahkan bisa dihitung jari. Aku menyimpan satu fotonya yang paling bagus menurutku. Gadis itu duduk di kursi taman kemudian tersenyum manis ke arah kamera. Oh Tuhan, senyumnya sangat indah. Entah siapa yang mengambil gambar itu, di captionnya hanya tertulis 'Stranger's help'.

Aku tidak bisa menghilangkan senyum konyolku ini. Entah kenapa walau baru saja melihatnya, aku merasa nyaman dan ingin berada didekatnya. Perasaan ini sungguh asing tapi aku tidak ingin mengelaknya.

Dengan melihat fotonya saja sudah membuatku senang, apalagi bertatap muka dengan aslinya. Baru saja melihatnya tapi aku langsung menjadikan foto tadi sebagai wallpaper di handphoneku. Maafkan aku yang menyimpan fotonya tanpa izin.

Kuletakkan handphone dan iPadku ke meja dan berbaring di sofa. Aku ingin tidur saja sambil menunggu waktu pulang, karena aku tidak ingin pulang sekarang. Kupejamkan mataku dan menuntun kegelapan menelanku.

.
.
.

Aku mengerjapkan mataku. Butuh beberapa saat untukku menyadari dimana aku sekarang. Oh God, berapa lama aku tidur di sini? Badanku sakit semua.

Aku bangkit dan melihat jam di pergelangan tanganku. Jam setengah enam sore. Aku harus pulang sekarang. Segera kusambar iPad, dompet, handphone dan kunci mobil.

Pulang ke rumah sebenarnya bukan pilihan yang bagus, karena percuma saja aku pulang kalau di sana tidak ada siapapun. Tapi walau bagaimanapun aku tahu kalau aku harus pulang ke rumah. Walau berakhir dalam kesendirian. Aku harus mulai terbiasa sendiri disini, karena tidak seperti saat di London dulu. Di sana aku tinggal dengan Stevan, jadi tidak kesepian.

Sebenarnya aku sudah memintanya untuk tinggal bersamaku, tapi Stevan menolak karena ingin tinggal dengan tunangannya. Dia mengatakan kalau sudah 2 tahun ini dia mau terpisah dari tunangannya tapi tidak lagi sekarang. Aku tidak bisa memaksanya karena aku bukan orang yang kejam. Jadi, disinilah aku dengan kesendirianku.

Sekretarisku sudah tidak ada di mejanya. Mungkin semua orang sudah pulang. Hah, bagaimana bisa aku tertidur begitu lama di sini. Sialan.

Aku masuk ke dalam lift dan menekan tombol 1. Pintu tertutup dan aku menunggu dengan bosan. Lantai 25 ke lantai 1 memakan waktu terlalu lama.

Ting!

Aku terkejut karena liftnya berhenti di lantai 10. Ternyata masih ada orang di sini, kupikir semua pegawai sudah pulang. Pintu lift terbuka perlahan. Aku menoleh dan melihat gadis itu berdiri di depan lift. Matanya masih terpaku pada handphone di tangannya. Saat pintu lift terbuka sepenuhnya, dia melangkah masuk tanpa melepaskan mata dari handphone. Bagaimana kalau dia menabrak orang atau tersandung? Ckckck. Dia ceroboh sekali.

Aku masih terpaku memandangnya. Mataku tidak bisa terlepas darinya, seolah dia adalah salah satu keajaiban dunia dan aku terlalu terpesona padanya.

Bagaimana hanya dengan melihat wajahnya saja sudah membuatku senyaman ini? Aku yang tidak pernah nyaman di samping wanita asing, sekarang merasa nyaman dengan gadis asing ini? Gadis mungil yang bahkan tidak mengenalku?

Oh lihat betapa mungilnya dia. Tingginya mencapai daguku karena bantuan heelsnya. Kalau tidak, mungkin hanya mencapai pundakku. Dan bibirnya itu. Kenapa aku ingin sekali menarik tengkuknya dan menciumnya?

Aku terkejap. Liftnya belum bergerak. Tanganku langsung bergerak bersamaan dengan tangan gadis itu yang juga akan menekan tombol lift. Tangan kami tanpa sengaja bersentuhan, dan aku sangat menyukai sensasi yang timbul karena sentuhan itu. Getaran aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku hanya karena sebuah sentuhan ringan.

"Maafkan aku." Oh God, suaranya sangat lembut saat dia tiba-tiba menarik tangannya menjauh. Aku tersenyum dan menarik tanganku kembali.

"Tidak masalah." Aku kembali memperhatikannya yang sepertinya menjadi salah tingkah. Dia kembali menyibukkan dirinya dengan handphone. Tapi aku tahu pasti kalau dia tidak benar-benar memperhatikan ponselnya. Kemudian dia menjauh dan menyandarkan dirinya ke dinding lift. Aku ingin tertawa sebenarnya karena tingkah gadis itu, tapi aku menahannya. Tidak ingin terlihat konyol.

Aku tidak ingin terlalu percaya diri, tapi sepertinya gadis itu juga merasakan efek keberadaanku didekatnya. Melihat bagaimana tingkahnya di sebelahku. Well, aku tidak bisa menjelaskan apa yang kurasakan sekarang. Mungkin jatuh cinta?

Ting!

Baru saja aku ingin menyapanya saat dia berjalan dengan cepat keluar dari lift. Aku terkekeh pelan. Lihat tingkahnya itu.

Aku melangkah pelan di belakangnya. Menikmati pemandangan gadis itu dari belakang. Saat berada di basement, gadis itu dengan cepat masuk ke mobil honda merah. Tidak ada mobil lain disini selain mobilku dan mobilnya.

Aku melangkah ke mobilku dan masuk. Saat mataku melihat ke seberang, mobil gadis itu sudah melaju keluar dari basement.

Sepertinya hari-hariku akan semakin menyenangkan mulai sekarang. Dengan adanya gadis itu. Dan dengan diriku yang akan mengganggunya. Well, sepertinya akan menarik.

Stay With Me ✔ (PINDAH KE DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang